SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

BERILMU SEBELUM BERAMAL


Ilmu pengetahuan, di dalam Islam memiliki derajat yang sangat tinggi di mata Allah Subhanahu Wata’ala. Beberapa ayat dalam al- Qur`an menyanjung dengan tegas terhadap mereka yang memperhatikan ilmu.
“…Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az Zumar [39]:9)

Diriwayatkan, Nabi Shallallahu’alihi wassalam pernah bersabda, “Datangkanlah kepadaku para penggantiku.”

“Ya Rasulullah, siapakah para penggantimu?” tanya para sahabat.
Beliau menjawab, “Mereka yang menghidupkan sunnahku dan yang mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah.”

Demikian tingginya Allah meletakkan posisi para pencari ilmu dibandingkan dengan orang-orang lain, seharusnya menjadi motivasi tersendiri bagi mereka yang ingin mengisi kehidupannya dengan hal terbaik yang bisa ia perbuat. Begitu utamanya pencarian ilmu ini, hingga dinilai lebih utama dibandingkan ahli ibadah.

Abu Umamah meriwayatkan, Nabi pernah ditanya tentang dua orang; yang satu berilmu dan yang lain rajin beribadah. Beliau pun menjawab, “Keutamaan seorang yang berilmu di atas seorang ahli ibadah sama seperti keutamaanku di atas orang yang paling rendah di antara kalian.”

Hal ini disebabkan, ilmu dapat bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Dengan ilmu, manusia bisa memilih mana yang benar dan meninggalkan yang salah. Dengan ilmu, kita pun bisa memperbaiki kualitas kehidupan kita.

Abdul Malik bin Marwan berkata kepada anak-anaknya, “Anak-anakku, carilah ilmu. Jika kalian bermartabat tinggi, maka kalian akan berada di atas. Jika kalian menjadi orang-orang biasa, maka kalian akan bermartabat pula.”

Selain bermanfaat untuk kehidupan dunia, ilmu pun menjadi panduan untuk mendapatkan akhirat yang lebih baik. Sulaiman bin Yasar meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, “Allah hanya disembah dengan pemahaman yang lebih baik tentang agama. Dan seorang yang memahami agama lebih keras melawan dan menentang setan ketimbang seribu orang ahli ibadah. Segala sesuatu memiliki tiang, dan tiang agama adalah pemahaman ilmu.”

Mencari Ilmu Sejak Kecil
Para ahli telah menemukan bahwa ternyata otak anak-anak berkembang jauh lebih pesat daripada otak orang dewasa. Hingga usia 5 tahun, perkembangan otak seseorang bahkan telah mencapai 80%. Kemudian sisanya akan berkembang lebih lambat di sisa umur berikutnya. Sebuah pepatah mengatakan, masa kecil adalah menjadi bapak kehidupan seseorang hingga akhir hayatnya.

Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Hati anak kecil bagaikan tanah kosong, dimana segala benih yang ditaburkan di atasnya akan tumbuh subur. Sebab, hati anak kecil masih suci; kesibukannya belum banyak; rasa malunya masih sedikit; dan sangat rendah hati.”

Proses mencari ilmu adalah sebuah perjalanan panjang dan berat. Jika seseorang tidak memiliki tekad yang cukup kuat dan kebiasaan pencarian ilmu yang baik untuk ini, pastilah proses pencarian ilmu akan mudah terhenti di tengah jalan. Maka, penting sekali para orangtua untuk mengajarkan cinta ilmu sedini mungkin, dan membentuk kebiasaan yang baik terhadap pencarian ilmu ini, sehingga motivasi dan pembiasaan tersebut akan menetap hingga mereka dewasa kelak.

KAYA BERSYUKUR ATAU MISKIN YANG SABAR


“Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang berterimakasih.” (Saba [34]: 13)

Seandainya diadakan jajak pendapat, mana yang Anda pilih menjadi orang kaya yang bersyukur atau menjadi orang miskin yang bersabar? 

Kami yakin bahwa sebagian besar akan memilih yang pertama: menjadi orang kaya yang bersyukur. Hal itu tak perlu diperdebatkan lagi, sekalipun sebagian ulama masih ada yang berpendapat bahwa orang kaya yang bersyukur itu lebih utama daripada orang miskin yang bersabar atau sebaliknya. Orang miskin yang bersabar lebih besar pahalanya dibandingkan dengan orang kaya yang bersyukur.

Sebagian besar orang miskin memang karena keadaan atau karena terpaksa, misalnya karena tidak punya keterampilan bekerja atau karena tidak memiliki modal yang cukup. Ada yang jatuh miskin karena bangkrut. Ada juga orang miskin, sekalipun sudah bekerja banting tulang, siang sampai malam, tetapi hidupnya tetap miskin.

Ada juga orang yang miskin karena pilihan. Ia miskin bukan karena tidak diterima bekerja di sebuah perusahaan, bahkan banyak lapangan kerja yang siap menampungnya. Ia miskin karena ia dengan sadar memilih menjadi miskin.

Rasulullah SAW salah satu contohnya. Pada mulanya beliau adalah orang yang kaya dan sukses secara materi. Tetapi karena pilihan keyakinan, beliau mengorbankan semua kekayaannya, bahkan dirinya sendiri untuk perjuangan.

Di antara kader Hidayatullah banyak di antaranya yang “menjual diri”, dalam arti bahwa mereka telah mengorbankan profesi, pekerjaan, dan kariernya demi dakwah. Alasannya sederhana, karena keterpanggilan hati pada dunia dakwah.
Kemiskinan karena idealisme seperti itu tentu saja lebih utama dan pahalanya lebih banyak. Mereka dengan sadar telah memilih jalan hidupnya. Orang-orang seperti ini tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan orang miskin karena terpaksa.
Sekalipun demikian, menjadi miskin karena sebuah pilihan atau karena terpaksa, tetaplah suatu keadaan yang tidak ideal. Jika ada kesempatan untuk berusaha, maka kita harus melakukan dengan sekuat daya untuk mengubah keadaan tersebut. Secara khusus, bahkan Rasulullah SAW mengajarkan kita dengan beberapa doa, di antaranya:

“Ya Allah, sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kekayaan.” (Riwayat Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah) dari Ibnu Mas’ud)

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, kepapaan, dan kehinaan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kezaliman orang yang zalim. (Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim dari Abu Hurairah)
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemiskinan, kekufuran, kefasikan, perpecahan, dan kemunafikan.” (Riwayat Hakim dan Baihaqi dari Anas)

Kepada saudaraku yang telah memilih jalan dakwah dan karenanya “tidak beruntung” secara materi, bersabarlah. Insya Allah, kesabaran itu akan mengangkat derajat kita di dunia dan di akhirat. Jangan pernah menyesali pilihan tersebut, Allah SWT telah menyiapkan pahala berupa surga.

Meskipun demikian, tetaplah berusaha untuk memperbaiki nasib agar segera keluar dari kemiskinan dan kefakiran. Muru’ah kita harus tetap dijaga.

Kepada saudaraku yang telah diberi kelebihan rezeki yang cukup, jangan pernah lupa bersyukur kepada Allah SWT dengan menolong agama Allah dan menolong sesama. Wallahu a’lam.

IBU RUMAH TANGGA YANG MAMPU MENCETAK JUARA OLIMPYADE MATEMATIKA KELAS DUNIA


Siti Nurul Khasanah (Nurul)  sangat prihatin karena ilmu fisika, kimia dan matematika lebih banyak dikuasai dan didominasi oleh kalangan non Muslim. Berangkat dari kprihatinannya itulah ia menjadikan rumah tinggalnya sebagai rumah belajar matematika (RBM)

Papan tulis kecil berwarna putih itu penuh coretan angka dan huruf berpadu membentuk rumus. Ulasan dan proses yang tertera di papan itu merupakan jabaran rinci pemecahan soal kimia. Rupanya, ibu delapan anak ini baru saja membantu membimbing putrinya belajar.

“Saya barusan membimbing putri saya yang sedang liburan di rumah menyelesaikan soal kimia,” ujar Siti Nurul Khasanah ketika ditemui di kediamannya di Perumahan Bedadung Indah Blok U No. 10, Jember, Jawa Timur.

Nurul sapaan akrabnya, memang sangat konsen membimbing putra-putrinya dalam menggali ilmu, khususnya ilmu pasti. Kesungguhan membimbing anak-anaknya dalam menuntun ilmu berbuah manis. Anak pertama hingga keempat berhasil menyabet juara Olimpiade Matematika tingkat nasional maupun internasional. “Alhamdulillah, semua ini kehendak Allah,” ucap perempuan kelahiran Magelang, 8 Februari 1969 ini.

Anak pertama, Ahmad Mutafakir Alam meraih medali perunggu pada ajang Internasional Mathematics and Science Olimpiad (IMSO) tahun 2006 di Jakarta. Anak kedua, Azka Muhammad Mumtaz, meraih medali perak pada ajang Invitational World Youth Mathematics Intercity Competition (IWYMIC) di Bali tahun 2011. Anak ketiga, Adiba Nur Asri Ramadhani meraih medali perak pada ajang Elementhary Mathematics International Contest (EMIC) tahun 2011 di Bali. Sedangkan anak ke empat, Ahmad Ghozi Fidinillah, meraih medali perak pada ajang International Mathematics and Science Olimpiad (IMSO) tahun 2013 di Filipina. Yang disebut terakhir ini, sekarang duduk di kelas VI SD Luqmanul Hakim Hidayatullah Jember, Jawa Timur.

Menurut Nurul, prestasi yang diraih oleh empat anaknya itu bukan hanya menjadi kebanggaan keluarga besarnya, tetapi juga kebanggaan sekolah dan Islam. Pasalnya, anak-anak yang mengikuti olimpiade matematika dari kalangan Islam sangat sedikit. Oleh karena itu, Nurul terus bertekad melahirkan banyak generasi Islam untuk maju mengikuti olimpiade internasional.

“Anak-anak pribumi yang Muslim sangat jarang mengikuti olimpiade internasional. Sejak anak pertama saya mengikuti olimpiade, perbandingan kita dengan mereka yang non Muslim sangat jauh. Dari sepuluh peserta perwakilan Indonesia yang Muslim hanya dua orang,” ucap Nurul.

Istri dari Tasliman, dosen di Universitas Jember ini mempersiapkan anaknya bukan hanya untuk meraih prestasi semata, tetapi merupakan bagian dari perjuangan dirinya sebagai bagian dari umat Islam.

“Ini bagian dari perjuangan saya sebagai umat Islam. Saya ingin anak-anak saya mengharumkan nama Islam lewat prestasi Matematika,” tegas Nurul

Dirikan RBM

Di sela-sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Nurul masih menyempatkan diri mengerjakan soal-soal fisika dan matematika saat anak-anaknya tengah bersekolah. Hal ini dilakukan agar kemampuannya dalam ilmu fisika dan matematika tetap terasah.

Nurul tidak egois. Kemampuan yang dimilikinya itu kemudian ditularkan kepada orang lain. Nurul ingin generasi Islam sebanyak mungkin dapat menguasai ilmu fisika dan matematika. Untuk menyambungkan cita-citanya itu, kini di rumahnya telah hadir Rumah Belajar Matematika (RBM). “Karena ingin membantu anak-anak Muslim, saya dan suami mendirikan Rumah Belajar Matematika,” kata Nurul.

Tak disangka, setelah mendirikan RBM, sambutan positif datang dari orangtua yang menitipkan anaknya pada Nurul. “Ada anak yang dulu belajar matematika itu susah dan mendapat nilai kurang, tapi sekarang sudah bagus, begitu kata orangtuanya,” ujar Nurul.

Bahkan, tidak sedikit anak-anak yang mengikuti kursus matematika dengan Nurul kemudian nilainya menjadi yang terbaik di tingkat kecamatan hingga kabupaten. Alumni Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengaku tidak memiliki resep macam-macam untuk membuat anak pintar belajar ilmu berhitung. Ia hanya menanamkan metode nalar pada setiap proses pembelajaran matematika. Jadi, logika yang diasah, bukan hanya sekadar menghafal rumus.

“Saya tidak pernah memaksa mereka untuk belajar dengan terpaksa, mereka harus enjoy, kalau capek ya istirahat. Saya pun mengedepankan metode logika dan nalar dalam pembelajaran matematika, jadi bukan rumus yang harus dihafal,” tutur Nurul

Bukan hanya sekadar mendirikan RBM, Nurul pun kini melatih guru-guru matematika di sekolah-sekolah Islam agar murid sekolah tersebut bisa ikut olimpiade.

Saat kuliah, Nurul memang sudah memiliki cita-cita ingin mencetak generasi Islam yang mahir ilmu fisika dan matematika. Nurul sempat menjadi guru di sebuah SMA Islam di Jember. Namun, itu hanya bertahan selama dua tahun. Ia memutuskan berhenti menjadi guru setelah dirinya dinyatakan hamil.

Alasanya, Nurul tidak ingin terlalu lelah dan ingin fokus merawat anak-anaknya. Memutuskan menjadi ibu rumah tangga bukan berarti cita-citanya menjadi putus. Justru dengan kehadiran sang buah hati, perempuan yang menikah tahun 1994 ini semakin memantapkan langkahnya. Nurul fokus mendidik anak-anaknya menjadi seorang Muslim yang baik, serta memiliki kemampuan ilmu fisika dan matematika.

No TV, No Game

Keberhasilannya mendidik keempat anaknya meraih prestasi internasional tidak lepas dari kehidupan rumah yang nyaman tanpa gangguan. Hal tersebut diwujudkan dengan kesepakatan keluarga untuk tidak memiliki televisi.

“Saya dan suami sepakat untuk tidak memiliki televisi, karena menurut saya kandungan positif televisi sangat sedikit,” kata Nurul.

Menurut perempuan yang pernah sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Yogyakarta ini, televisi juga memberi pengaruh besar pada energi dan konsentrasi anak, karena pada dasarnya menonton TV itu sebuah pekerjaan yang membutuhkan energi dan konsentrasi. Karena itu, keluarganya tidak menghendaki ada TV di rumah.

Selain tidak ada televisi, untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan belajar anak dengan baik, Nurul dan suami juga melarang keras putra dan putrinya bermain game. Katanya, sama halnya dengan TV, game juga menguras energi dan membuyarkan konsentrasi anak. “Game juga membuat anak bisa ketagihan,” katanya.

ROMANTISME SYAH IRAN, ZIONIS ISRAEL DAN AMERIKA DALAM MENYERANG ISLAM


Berita yang ada hingga saat ini bahwa Syiah Iran merupakan Negara yang kuat dan paling lantang dalam menghadapi Zinois Israel dan Amerika ternyata hanya sebuah kedustaan. Sebab, ternyata banyak ditemukan fakta yang menjelaskan bahwa Iran yang menganut faham Syiah ternyata beromantisme dengan Zinois Israel dan Amerika dalam menggempur negara yang berpaham Ahlus Sunah Wal Jamaah.

Paparan itulah yang disampaikan oleh Ust Andri Kurniawan saat memberikan materinya dalam acara Tabligh Akbar "Mengapa Syiah Bukan Islam", yang diselenggarakan di Gedung Al Irsyad Ahad lalu.

"Fakta adanya hubungan antara Syiah Iran dengan Israel banyak ditemukan diantaranya Dalam durasi antara 1948-1978 hubungan Iran dan Israel sangat kooperatif. Perdagangan dan intelijen menjadikan dua bidang yang menunjukkan solidnya kedua negara"

Dalam kesempatan tersebut Ustadz yang memimpin Forum Anti Syiah Indonesia mengulas panjang lebar bagaimana kemesraan Syiah yang dipelopori oleh Iran bersatu dengan Zionis Israel dan Amerika untuk menyerang Umat Islam.

Mengutip sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “Ketahuilah sesungguhnya fitnah itu dari sana, ketahuilah sesungguhnya fitnah itu dari sana, dari arah munculnya tanduk syaitan (dari arah timur-ed.).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Keterangan bahwa Dajjal akan muncul di Isfahan Iran juga semakin membuktikan bahwa Negara Iran Syiah akan menjadi pelopor dalam memusuhi umat Islam. Revolusi Syiah Iran pada tahun 1979 menjadi awal dari permasalahan tersebut. Ditambah wasiat dari Ayatusy Syaiton Khomaini yang berambisi ingin mengekspor Revolusi Syiah ke Negara-negara Suni dan juga pengibaran bendera Syiah ke Amman, Riyadh, Damaskus, Cairo dan Kuwait.

Fakta adanya hubungan antara Syiah Iran dengan Israel banyak ditemukan diantaranya Dalam durasi antara 1948-1978 hubungan Iran dan Israel sangat kooperatif. Perdagangan dan intelijen menjadikan dua bidang yang menunjukkan solidnya kedua negara. Israel adalah negara yang memiliki peran besar dalam memuluskan Revolusi Syiah Iran pada tahun 1979. (Roshni Elizabeth Abidin, Iranian-Israeli Relations: From Covert Relatios To Open Hostility)

Peran besar Agen Mosad dan CIA dalam membina agen Savak juga sudah bukan menjadi rahasia lagi. Karena banyak rakyat Iran yang mengetahui akan hal tersebut.

Begitu pula bantuan dana yang diberikan Israel kepada Iran. Behrouz Souresrafil menyebut Israel menggelontorkan dana 135 juta US Dollar untuk Republik Syiah Iran. Israel merasa bertanggung jawab atas keberlangsungan berdirinya negara Syiah demi menjaga eksistensi Israel di dunia Arab. Sebaliknya Iran juga diuntungkan dengan berbagai macam fasilitas militer hasil pemberian Israel.

Pada tahun 1980-1983, Israel merupakan Negara pemasok senjata terbesar ke Iran. Sandiwara "permusuhan" Iran dan Israel mulai terbongkar, ketika pesawat kargo Argentina yang membawa persenjataan dari Israel ke Iran tersesat, sehingga masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya ditembak jatuh oleh pasukan pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan, Iran membeli persenjataan dari Israel seharga 500.000.000 $, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut, dibutuhkan 12 kali penerbangan.

Dalam buku “Fakta-Fakta Sewindu Perang Salib Baru” Syekh Aiman Azh-Zhawahiri, mengungkap hakikat Syiah dan perannya membantu Amerika dalam Perang Salib baru.

Hal itu terus terjadi, hingga menjadi lebih buruk lagi Republik Syiah Iran memberikan fasilitas kepada pasukan Amerika untuk menyerang Iraq dan Afghanistan.

Romantisme Syiah dan Zionis Yahudi terus berlanjut hingga invasi Amerika pada tahun 2003 ke Irak, Brigade Sadr adalah milisi Syiah yang melindungi tentara Amerika dari Kuwait menuju Baghdad melewati gurun pasir An-Nashiriyah. Bahkan Ulama Syiah Irak (Ali As Sistani) melarang jihad melawan Amerika di Irak

Menurut James Petras (Profesor Emeritus Sosiologi Binghamton University,New York,AS). Sebagai konsekuensi AS tunduk terhadap kepentingan Israel: AS menjadi terlibat dalam peperangan yang menyebabkan terbunuhnya 1,5 juta umat Islam Irak dan 4100 tentara AS tewas dan 300.000 orang terluka. Bahkan para pembayar pajak AS harus menanggung beban sebesar 1 trilyun dolar dan 120 milyar dolar saat ini, ditambah 30 milyar dolar sampai sepuluh tahun ke depan

DR. Abdullah An Nafisi menjelaskan persekutuan kerjasama antara Iran dan Amerika di dalam menyerang Taliban di Afghanistan. Iran membuka zona udara bagi tentara Amerika selama dua bulan agar pesawat mereka dapat mengebom Tora Bora, Tandzim Al Qaeda, dan rakyat Afghanistan selama 2,5 bulan.

Amerika Secara Terbuka Rangkul Assad untuk Perangi Mujahidin di Suriah Selasa,14 Januari 2014. Kekejaman Rezim Syi’ah Nushairiyyah Suriah sudah nampak di depan mata kita. Apa yang terjadi di Suriyah bukan perang saudara, bukan sekedar pergolakan politik biasa, akan tetapi ada suatu makar besar dari kaum Syi’ah Nushairiyyah untuk memusnahkan Ahlus Sunnah dari Suriyah.

Diakhir penjelasannya Ust Andri Kurniawan menyampaikan nasihat beberapa ulama mengenai jihad kek Suriah:
  1. Syaikh DR. A’idh al-Qarni, “Setiap orang yang memanggul senjata melawan Bashar Asad bukanlah seorang teroris. Justru ia adalah seorang Mujahid Fie Sabilillah
  2. Syaikh Muhammad Hasan,” Wajib berjihad untuk menolong saudara kita di Suriah dengan harta, jiwa dan senjata
  3. Syaikh DR. Muhammad Al-Uraifi,” Biarkanlah rakyat berangkat berjihad dengan senjata ke Suriah
  4. Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaiman,” Jihad yang ada di Suriah adalah jihad yang paling utama, karena memerangi orang-orang musyrik
  5. Syaikh Ahmad Al Asir,” Menjadi kewajiban Islam bagi pengikut Sunni untuk bergabung dan berjihad melawan Rezim Syiah Nushairiyah Suriah dan Hizbullah.


PERJUANGAN MELAWAN KRESTENISASI DI MALANG

Ustadz Ir Andri Kurniawan, M.Ag
(Ketua Yayasan Mujahidin)

Brukkk…! Tubuh Andri tersungkur menabrak tong sampah plastik di depannya. Tubuhnya tertelungkup di aspal Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Melihat pimpinan rombongannya tak berdaya, salah seorang jamaah segera membalikkan tubuh Andri. Dari mulutnya keluar busa dan tubuhnya mengejang.

Salah satu jamaah umrah yang dibawanya mencegat jamaah lain yang akan menolong, “Jangan didekati, nanti bisa tertular. Sebentar lagi juga sadar.” Orang itu menyangka Andri mengidap epilepsi. Hingga sekitar satu jam, Andri tergolek di aspal itu. Sampai seorang petugas bandara mengangkat tubuh Andri yang sudah lemah itu ke klinik bandara. Tak berapa lama kemudian, Andri pun dibawa ke Rumah Sakit King Fahd, Jeddah.

Meski sudah sadar, Andri merasakan kepalanya sangat sakit. Menurut hasil pemeriksaan dokter, di kepala Andri terdapat pembuluh darah otak yang melembung. Jika tekanan darah di otak terlalu kuat, pembuluh itu bisa pecah hingga menyebabkan pendarahan. “Alhamdulillah, tekanan darah saya ketika itu normal, sehingga dokter hanya memasukkan alat melalui hidung hingga otak untuk mengempesi gelembung tersebut,” tutur suami dari Winarti dan Inayati ini.

Setelah sadar dari koma selama satu minggu, Andri mengaku sempat didatangi oleh seorang pria yang tak dikenalnya. Ia menyalami Andri dengan tangan kirinya, sementara Andri menyambut dengan tangan kanannya. Tapi betapa terkejutnya Andri, melihat simbol Mossad melekat di tangan kiri pria tersebut. “Dia hanya tertawa, kemudian pergi,” aku lulusan S2 Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Peradaban Islam ini.

Belum hilang rasa heran tentang pria misterius itu, sekitar pukul 1 malam secara tiba-tiba Andri didatangi oleh seorang wanita berpakaian ala suster. “Wanita itu datang langsung menyuntik lengan kanan saya dan perut bagian samping. Dia menyuntik seperti balas dendam,” tegas Andri.

Sekitar satu bulan Andri menjalani perawatan di RS King Fahd, Jeddah. Tak ada keluarga yang menemaninya. Ada perasaan was-was yang bergelayut menghadapi kejadian itu. Syukurlah, ada kawannya, Syaikh Mamduh yang menemani hingga dia keluar dari RS.

Setelah tiba di Malang, dia kemudian menjalani pemeriksaan. Analisa Farhad Bal Afif, dokter spesialis bedah syaraf di RS Lavalette Malang, sakit yang menyerang Andri ini bernama Acoma Aneurin. Yaitu penyakit pembuluh darah otak yang melembung dan akan pecah bila tekanan darah di dalam pembuluh darah terlalu kuat. Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian secara mendadak kepada siapa saja.

Hanya saja, yang membuat banyak orang menaruh curiga, peristiwa mendadak itu disertai dengan keluarnya busa dari dalam mulut. Andri merasa ada yang sengaja meracuninya ketika di pesawat. “Kalau menurut saksi mata, ketika di pesawat, saya terlihat nampak gelisah,” kata Andri.

Lalu betulkah Andri diracun? Tentu saja ini memerlukan visum dari pihak kepolisian. Hanya saja, pria yang disapa Ustadz Andri ini ingat, jauh sebelum peristiwa ini terjadi ada salah seorang jamaahnya di kepolisian yang memberitahu agar dirinya berhati-hati. “Hati-hati Ustadz, Anda sudah diincar,” kata Andri mengulangi perkataan jamaahnya.

Wajar saja jika pria kelahiran Banyuwangi, 22 Mei 1968 ini menjadi incaran. Bagaimana tidak, pimpinan Markaz Dakwah di Malang, Jawa Timur ini sangat aktif dalam menghalau gerakan Kristenisasi di Malang dan sekitarnya. Tak jarang ia terjun langsung ke daerah-daerah yang rawan pemurtadan. Tak saja gerakan Kristenisasi yang dia tangkal, sebuah bukit di Lereng Kawi yang menjadi markas “Zion” pun dihadapinya dengan menempatkan sebuah posko dakwah, yang disebut Laboratorium Dakwah.

Andri banyak bercerita tentang dakwahnya dalam menghadang aksi Kristenisasi di Malang yang didukung oleh dana-dana dari luar negeri. “Malang ini sudah menjadi pusat Kristenisasi di Asia Pasifik,” tutur Andri. Berikut petikan wawancaranya : 

Kabarnya Anda pernah ambruk di Bandara Jeddah, King Abdul Aziz. Bagaimana kronologisnya?

Februari lalu, saya diminta oleh sebuah travel di Malang untuk memimpin jamaah umrah. Ini pertama kali travel itu meminta saya. Saya baru ketemu dengan jamaah itu di Bandara Juanda, Surabaya saat hendak ke Jakarta. Saya tidak tahu satu persatu 43 orang jamaah itu. Cuma ada satu orang yang melihat saya berbeda, dan ketika saya melintas di depannya, dia menegur, “Ini Ustadz Andri ya?” Saya jawab, “Iya.”

Nah, di Bandara Soekarno-Hatta saya kehilangan berkas berupa kartu putih untuk masuk imigrasi di Jeddah. Saya cari dan bertanya ke jamaah tapi tidak ada yang tahu. Akhirnya, kami semua tetap berangkat, karena kartu itu nanti bisa diurus lagi di Jeddah. Ketika tiba di Jeddah, terjadilah peristiwa itu. Saya dapat informasi, jamaah tetap bisa masuk, karena kartu putih itu ternyata ada di tangan orang yang sejak di Surabaya saya curigai dan seseorang lagi yang juga bernama Andri.

Menurut analisa Anda, mengapa Anda dijadikan target?

Memang semenjak saya menyebarkan 1000 keping DVD berjudul Konspirasi Freemasonry di Indonesia yang membahas tentang Codex Alimentarius, sempat ada ancaman kepada saya. Bahkan ada intelijen yang mengatakan bahwa saya sudah diincar. Sebab dari situ, terjadi banyak pemboikotan di mana-mana. Sejak itu saya mulai berhati-hati.

Apa pesan yang Anda sampaikan melalui DVD itu?

Kepingan itu berisi rencana Yahudi untuk menghabisi umat Islam melalui zat makanan yang berbahaya, seperti Fluoride, MSG, Aspartam, dan lain-lain. Datanya valid, ilmiah, dan akademik. Bahkan sebelum diedarkan, saya dibantu oleh seorang dokter di militer. Dia bilang, “Ustadz kok berani?” Dia juga membantu saya untuk uji laboratorium beberapa produk Yahudi yang ada di Indonesia. Ternyata benar. Bahkan hasil riset beberapa dokter, rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit tempatnya dinas itu banyak disebabkan karena mengonsumsi produk-produk tersebut.

Sebelum kejadian ini apakah Anda pernah mengalami hal-hal yang mengancam keselamatan Anda?

Ya, memang setiba di Malang, saya coba mengingat-ingat. Satu minggu sebelum saya berangkat umrah, ada telepon yang mengaku dari “aparat”. Saat bicara, ia menawarkan kendaraan mobil dan barang elektronik yang harganya tiga kali lipat lebih murah. Bahkan orang yang mengaku mengenal saya dari pengajian itu mengirim pesan singkat (sms) ke handphone saya berisi daftar barang-barang itu.

Lantas, bagaimana Anda menanggapinya?

Saya berpikir ini jebakan. Kalau saya beli barang itu, saya bisa kena delik barang ilegal. Saya bisa langsung diambil. Tapi karena jebakan ini gagal, mungkin peristiwa itu (di Jeddah) menjadi opsi kedua. Tapi semua ini qadarullah, insya Allah, ada hikmah di balik itu.

Setelah kembali sekarang ini, apakah masih ada yang berusaha mengganggu?

Ya, pernah ada tamu yang tak dikenal. Awalnya, tamu itu menelepon saya mengajak makan di salah satu warung yang dia tentukan. Lantas saya kasih tahu, saya ini sedang sakit, mohon maaf tak bisa datang. Lalu dia minta alamat saya. Saat datang, ia mulai mengait-ngaitkan saya. Dia bilang, “Ustadz, saya tahu Ustadz sakit dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.” Saya berpikir, lho jadi tidak nyambung, kalau dia tahu saya sedang sakit, kenapa mengundang saya ke warung makan. Saya mulai waspada, ini orang tidak benar.

Lalu, dia mengatakan apa lagi kepada Anda?

Dia juga tanya, “Ustadz setuju dengan tathbiq syariah (penerapan syariah)?” Saya jawab, “Ya, saya setuju sekali.” Tidak hanya itu, dia juga menanyakan apakah saya kenal dengan nama-nama orang yang tergabung dalam sebuah jamaah. Lalu pembicaraan saya alihkan mengenai olahraga, karena saya melihat orang itu berperawakan besar dan atletis. Sampai dia mengaku ternyata dia pelatih beladiri Ju Jitsu di Madiun.
Sejak itu, saya harus lebih waspada.

Waspada seperti apa?

Terutama kalau saya diundang keluar, makanan dan minuman harus saya bawa sendiri. Sebab, tidak menutup kemungkinan ini akan terus berlanjut. Tapi sampai Juni ini, kata dokter, saya masih belum boleh banyak ceramah dan aktivitas di luar.

Di Malang, Anda dikenal sangat aktif dalam menangkal Kristenisasi. Bisa diceritakan?

Sekitar tahun 1995, saya membongkar kasus intimidasi terhadap minoritas Muslim oleh pihak Kristen di Peniwen, Malang Selatan. Waktu itu sempat melibatkan Kodam untuk menyelesaikannya. Suatu hari ketika sedang berdua dengan penduduk Muslim di Peniwen, saya dicegat oleh tokoh Kristen di sana yang membawa parang panjang. Bahkan di belakangnya ada belasan orang yang juga bersenjata. Saya diminta untuk menghentikan pembangunan panti asuhan dan Markaz Dakwah. Saya bilang, “Kami ini sudah mendapat izin dari bupati.”

Lalu, bagaimana respon orang tersebut?

Dia sangat marah dan mengarahkan parangnya ke saya. Nashrullah (pertolongan Allah), parang yang sudah terangkat itu tidak bisa diayunkan ke arah saya. Belasan orang yang akan membantu itu pun mundur, dikiranya saya punya ilmu lain. Padahal, ketika itu saya hanya bergantung pada Allah SWT saja. Meski tadinya saya punya rencana mengorbankan tangan kiri untuk menahan parang, tapi tangan kanan harus bisa melumpuhkan.

Saya jadi semakin yakin, pertolongan Allah SWT itu pasti datang meski pada detik-detik terakhir. Itulah awal terjadi gesekan dengan orang Kristen. Alhamdulillah, kita sudah punya Markaz Dakwah di sana.

Kejadian demi kejadian itu, apakah akan membuat Anda mengurangi kegiatan dakwah?

Insya Allah, untuk masalah itu tidak akan berkurang, karena ini merupakan kebenaran. Bahkan orangtua saya sudah menelepon, katanya, “Kalau kamu mati di jalan Allah, Bapak dan Ibu sudah ikhlas.” Itu yang membangkitkan semangat saya. Bahkan, saya disuruh memberi maaf orang yang menzalimi, insya Allah akan menjadi pahala, itu adalah kemuliaan. Saya sudah berusaha menghubungi pemilik travel yang membawa saya umrah untuk memberi maaf, tapi sampai sekarang tak bisa dihubungi.
(Menurut Ustadz Andri, hingga saat ini travel itu pun tak bisa dihubungi. Bahkan dia sudah mendatangi kantor travel tersebut tapi tak pernah buka lagi).

Anda nampak tetap semangat dalam jalan dakwah ini. Apa resepnya?

Ketika masa awal berdakwah, doa orangtua yang selalu menjadi power. Saya juga seringkali mendekati ulama-ulama, termasuk KH Misbach, mantan Ketua MUI Jawa Timur, selagi dia masih hidup. Bahkan, saya juga seringkali menginap di rumah para ulama untuk belajar kepada mereka.

Lalu, bagaimana Anda menyiapkan keluarga sendiri untuk menghadapi ancaman?

Teror memang sering kami terima, itu yang menempa keluarga. Alhamdulillah, akhirnya keluarga sudah kebal menghadapi hal itu. Saya selalu mengatakan kepada istri dan anak-anak, “Hidup di jalan Allah memang tidak seindah yang dibayangkan, Rasulullah SAW sudah memberitahu hal itu. Yang paling berat ujiannya adalah para nabi, orang-orang saleh, dan orang-orang di bawahnya. Insya Allah, kita akan mulia dengan memilih jalan ini.” *

Tulisan 2

Hadang Kristenisasi dengan 9 Proyek Dakwah

Niatnya sangat mulia, menyelamatkan aqidah umat Islam dari upaya-upaya Kristenisasi. Itulah yang dilakukan pria yang biasa disapa Ustadz Andri ini. Terlebih, menurutnya, Malang kini naik peringkat dari pusat Kristenisasi di Asia Tenggara menjadi Asia Pasifik.

Wajar saja, semua ada di Malang; gereja bertebaran di mana-mana, lengkap juga dengan seminari, pusat teologi, pastoral, dan kesusteran. Ditambah lagi pemimpin Katolik untuk kawasan Asia Pasifik, Romo Albertus Herwanto berasal dari Malang. Dia juga mantan Kepala SMA Santo Albertus atau dikenal dengan SMA Dempo.

Untuk mengimbangi kerja Kristenisasi itu, Andri membentuk lembaga yang diberi nama Yayasan Mujahidin. Lembaga yang berdiri pada tahun 1992 ini lahir setelah Andri menghadap M Natsir, Anwar Haryono, dan Bukhori Tamam. Para pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu membantu Andri mendirikan yayasan sebagai alat perjuangan di Malang, Jawa Timur. Pada saat yang sama juga Andri ditugaskan sebagai dai DDII di sana.

Hingga kini, Andri bersama para dainya tengah mengerjakan 9 proyek dakwah di wilayah Kabupaten Malang. Pertama, Mini Islamic Centre di Desa Kalisari, Kecamatan Kalipare. Kedua, Panti Asuhan Yatim Piatu (PAYP) Ar-Rahman di Desa Peniwen, Kecamatan Kromengan. Ketiga, PAYP Ar-Rahman II di Jalan Kelapa Sawit 74 Malang. Keempat, Laboratorium Dakwah di Desa Sumberdem, Kecamatan Wonosari. Kelima, Pesantren Mahasiswa di Jalan Bendungan Sigura-gura V/26. Keenam, Markaz Dakwah di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso. Ketujuh, Ma’had Tahfizhul Qur’an di Desa Donowarih. Kedelapan, Mini Islamic Centre di Desa Taman Satriyan, Kecamatan Tirtoyudo, Lereng Gunung Semeru. Kesembilan, Laboratorium Dakwah di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo.

“Ini adalah upaya kami dalam menangkal Kristenisasi yang berkembang di Malang,” harap Andri, yang dari usia 2 tahun hingga SMA hidup bersama seorang missionaris di Banyuwangi.

Bisa Anda jelaskan peta gerakan Kristenisasi di wilayah Malang dan sekitarnya?

Di Malang terdapat dua proyek segi tiga emas gerakan Kristenisasi. Di pintu utara ada Lawang, Batu, dan Karangploso. Sementara di selatan, ada Peniwen, Sitiarjo, dan Suwaru. Di wilayah utara, mereka sempat akan menggenapkan proyek segitiga emas di Karangloso. Strateginya, ada orang Islam yang membeli areal sekitar 5 herktar. Tidak tahunya selang beberapa saat tanah itu diserahkan ke Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia. Rencananya di tempat itu akan didirikan seminari terbesar se-Asia Tenggara. Tapi, alhamdulillah, setelah kami mendirikan masjid di depan tanah tersebut, Bupati Malang mencoret surat pendirian seminari itu.

Bagaimana dengan gerakan Kristenisasi untuk wilayah selatan?

Proyek wilayah selatan banyak dibiayai oleh pejabat negara yang beragama Kristen. Pada tahun 1989, mereka membangun kawasan Katolik di daerah Donomulyo. Di sana ada rumah sakit besar, kesusteran, pastoral, gereja, dan panti asuhan. Bahkan jalan menuju dearah itu dinamakan Jalan Salib. Di daerah itu banyak penganut komunis, sehingga Kristenisasi seolah menjadi dewa penolong bagi anak-cucu pengikut aliran merah itu. Doktrin mereka, kalau masuk Kristen bisa selamat, tapi kalau masuk Islam justru dibunuh. Akhirnya, mereka berbondong-bondong masuk Kristen. Bahkan yang sudah Islam pun ada yang mengubah aqidahnya, karena diiming-imingi uang Rp 25 ribu setiap kali datang pada kegiatan Minggu.

Apa strategi yang Anda lakukan untuk mencegah Kristenisasi?

Soal strategi saya diajari oleh Allahuyarham KH Misbach, mantan Ketua MUI Jawa Timur. Katanya, kalau ingin mematikan ular harus hantam kepalanya, jangan hantam ekornya. Makanya, kita berusaha mencegah mereka di utara, Karangploso dan selatan, Peniwen. Mungkin ini juga yang membuat saya menjadi incaran.

Untuk saat ini bagaimana strategi Kristenisasi?

Mereka menggunakan pendekatan budaya, seperti yang dilakukan oleh Kristen Syria Ortodok yang dipelopori oleh DR Bambang Nurseno, dosen sebuah perguruan tinggi Kristen di Malang. Saya sempat memergoki kegiatan mereka yang mengundang beberapa panti asuhan di Kota Malang. Penganutnya terlihat menggunakan busana seperti seorang Muslim, tapi lambang-lambang salib menghiasi di ruangan itu. Banyak orang desa yang tertipu dengan cara tersebut. Ini cukup membahayakan.

Apakah pemberian sembako masih mereka lakukan?

Masih. Dana mereka cukup kuat. Di Jalan Bromo, Malang, dulu ada kantor lembaga donornya. Lembaga itu dananya langsung dari Amerika. Sementara gereja-gereja Katolik, mereka langsung punya akses ke Vatikan.

Menurut Anda apa yang membuat Malang menjadi pusat Kristenisasi?

Pertama, karena berhasilnya mereka membuat daerah operasional kegiatan Kristenisasi. Kedua, pertumbuhan gerejanya luar biasa, sudah melampaui dari kebutuhan penduduk Malang. Di sini juga mereka mendidik laskar Kristus, seperti di Lawang. Mereka disusupkan ke mana-mana, misalnya yang terjadi di Majelis Taklim Masjid As-Salam. Saat pengajian, laskar Kristus itu memakai cadar. Seorang akhwat di sampingnya merasa curiga dengan gelagatnya, yang saat pengajian sibuk mengirim pesan melalui telepon genggam. Benar saja, saat ditanya dan dibuka paksa, orang bercadar itu ternyata seorang laki-laki.

Hal seperti itu pernah terjadi beberapa kali di Malang. Ada juga yang modusnya menjadi muallaf.

Bagaimana peran ormas-ormas Islam dalam menghadapi gerakan Kristenisasi ini?

Alhamdulillah, untuk mengimbangi Kristenisasi di Malang, sudah banyak ormas Islam, termasuk Hidayatullah, yang terjun dan bergerak bersama. Juga dari pengajian atau majelis taklim ibu-ibu. Beberapa waktu lalu ada pengajian ibu-ibu dari Masjid Sunda Kelapa Jakarta yang datang ke lokasi dakwah kami di lereng Gunung Semeru. Alhamdulillah, terkumpul dana untuk membangun masjid dan tempat pendidikan.

Anda mendirikan Yayasan Mujahidin, apa saja aktivitasnya?

Kami membuat 9 proyek dakwah di daerah rawan Kristenisasi yang ada di Kabupaten Malang. Bukan di daerah yang sudah mayoritas Muslim.

Kesembilan proyek dakwah itu apakah juga berada di lokasi segi tiga emas yang tadi Anda ceritakan?

Iya tentu, dari kesembilan itu, ada dua proyek dakwah yang memang sengaja ditempatkan di sana. Ini dalam rangka merealisasikan pesan Kiai Misbach yang kalau ingin mematikan ular harus dari kepalanya dulu, seperti yang di Peniwen dan Karangploso.

Bagaimana hasilnya?

Seperti di Desa Peniwen, alhamdulillah, kita sampai menggagalkan aparat desanya yang memaksakan seluruh identitas di kartu tanda penduduk (KTP) harus beragama Kristen. Itupun setelah aparat militer dari Kodam turun tangan dengan mengirimkan intelijennya ke desa itu.

Hasil dari pengamatan mereka memang ada pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah desa dan gereja di Peniwen yang sudah melampaui batas. Bahkan Pangdam merasa kaget. Mereka baru saja menguasai satu desa sudah bikin aturan yang memaksakan seperti tadi; KTP harus Kristen, meski orang Islam. Bahkan ada pendatang beragama Islam, harus menyetorkan surat nikahnya ke gereja, lalu surat nikahnya diganti dari gereja dan agama di KTP menjadi Kristen. Ini memang upaya untuk membuat seolah-olah kampung itu 100 persen Kristen.

Anda juga punya Laboratorium Dakwah. Apa maksudnya?

Iya, itu karena di satu lokasi ada bentuk-bentuk gerakan yang unik, dan kita perlu melakukan monitoring dan pembinaan masyarakat sekitar. Misalnya yang di lereng Gunung Kawi itu ada Markaz Zion yang tertutup pagar tinggi, bahkan dijaga oleh aparat. Mereka tidak melakukan gerakan ke masyarakat, tapi hampir setiap tengah malam datang mobil dan bis mewah ke sana. Tapi sekarang sudah sepi.

Begitu juga laboratorium dakwah lain di Desa Ngadas, Bromo. Di sana Muslim hanya 10 persen, mayoritas Budha dan Hindu. Pernah ada kejadian umat Islam yang dibunuh. Sekarang kita masih membina mereka yang Muslim.

Apakah Anda juga melakukan dakwah dalam bentuk pemberdayaan ekonomi?

Kalau kita sendiri belum melakukan. Tapi biasanya ada lembaga dakwah lain yang memang fokus pada pemberdayaan ekonomi, seperti BMH dan YDSF, yang bersinergi dengan kita.

Untuk menjalankan proyek dakwah ini tentu diperlukan dai yang siap. Bagaimana Anda merekrut para dai?

Belajar dari pengalaman, kalau kita mengambil dai luar Malang, banyak yang tidak kerasan. Akhirnya kita bina pemuda-pemuda di sana, lalu kita percayakan untuk membina desanya sendiri. Di samping itu kita melakukan pembinaan dai di Ma’had ‘Ali kita sendiri, yang nantinya menggantikan para dai yang sekarang sedang bertugas. Mereka yang sedang proses pembinaan ini sudah mapan dalam hafalan dan keilmuannya.

CLIP RAWA MBOJO



SAATNYA BERHENTI MEROKOK


“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisaa [4]: 29)

Ada pesan menarik dari Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, pada Ramadhan tahun ini. Kata Bu Menteri, berhentilah merokok di bulan Ramadhan ini.

Nasehat Bu Menteri yang diunggah di Youtube belum lama ini tentu saja harus kita perhatikan. Sebab, dia orang nomor satu yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di negeri ini. Dia tentu tahu persis apa bahayanya merokok.

Hasil penelitian terbaru tentang bahaya merokok, jelas Bu Menteri, menunjukkan bahwa pengobatan semua penyakit yang diderita para perokok menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Misalnya, gagal ginjal, kanker, tekanan darah tinggi, jantung, pembuluh darah, dan penyakit paru-paru.

Jadi, menurut Bu Menteri, para perokok bukan saja akan kehilangan kebugaran, kesehatan, kesempatan hidup yang seharusnya ia miliki, melainkan juga kehilangan harta, bahkan mungkin keluarga.

Isi dompet mereka akan terkuras sampai lembar-lembar terakhir. Bukan saja karena harga rokok yang memang mahal, namun karena hari-hari tua mereka akan diisi dengan obat-obatan dan perawatan medis yang harganya amat mahal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an surat al-Baqarah [2] ayat 195, mengingatkan hamba-hamba-Nya agar tidak menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Dan, semua pasti sepakat bahwa merokok adalah perbuatan yang membinasakan diri sendiri dan orang lain.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengatakan, “Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain, baik permulaan ataupun balasan.” (Riwayat Ibnu Majah). Semua juga sepakat bahwa merokok akan mendatangkan mudharat bagi orang-orang di sekitarnya.

Jadi jelas, perbuatan merokok hukumnya haram. Bagi mereka yang masih menganggap rokok itu mubah, sebagai mana kerap kita saksikan di tempat-tempat umum, bahkan di muktamar-muktamar organisasi Islam, maka kasihanilah dirimu sendiri dan orang-orang di sekitarmu. Berhenti merokok, bagi Anda, jauh lebih bermanfaat.

Nah, momen Ramadhan adalah saat yang tepat bagi Anda untuk berhenti merokok. Selama ini bukannya Anda tidak bisa, tapi Anda tidak mau. Ini yang membuat Anda merasa berat meninggalkannya.

Padahal faktanya, setiap Ramadhan, Anda dipaksa oleh Allah SWT untuk tidak merokok, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Faktanya, Anda bisa!

Jadikan momen Ramadhan ini untuk membuat kualitas hidup lebih baik. Kualitas iman maupun kualitas kesehatan.

Jika selama Ramadhan ini kita berhasil menahan diri dari perkara yang dihalalkan, maka bukan perkara sulit untuk melanjutkan keberhasilan menahan diri tersebut di luar Ramadhan untuk perkara yang merugikan diri sendiri dan diharamkan. Ayo, Anda bisa!


INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA

“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.” (Riwayat Ibnu Hibban)

Seorang pejabat negara baru-baru ini melontarkan pernyataan menarik: “Indonesia bukan negara agama.”

Bukan sekali ini saja pejabat tersebut melontarkan pernyataan sinis seperti itu. Beberapa bulan sebelumnya, ia juga melontarkan pernyataan senada hanya gara-gara masyarakat memprotes lurah yang diangkat di lingkungan mereka beragama berbeda dengan kebanyakan orang di sana.

Fakta sejarah memang membenarkan komentar sang pejabat. Indonesia memang bukan negara agama.

Keinginan masyarakat Muslim Indonesia untuk menegaskan bahwa negara ini akan baik, bila masyarakat Muslim diperkenankan menjalankan syariat Islam secara utuh dimentahkan dengan peristiwa Piagam Jakarta 50 tahun silam.

Jadilah Indonesia negara yang tidak berdasarkan pada agama tertentu. Sebagian orang bahkan secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara sekuler.

Jika memang demikian, rasanya tak sulit bagi kita untuk memahami mengapa sejak zaman dahulu perjuangan kaum Muslimah untuk sekadar menutup aurat saja sulit sekali. Padahal, menutup aurat adalah perintah Allah SWT yang hukumnya wajib. Perintah itu tertulis jelas dalam al-Qur`an dan kitab-kitab Hadits.

Kita belum lupa peristiwa di era 80-an ketika para pelajar dan mahasiswi berjuang penuh air mata untuk bisa mengenakan jilbab. Di era berikutnya, giliran pegawai pemerintah dan swasta yang harus berjuang menegakkan cita-cita yang sama.

Alhamdulillah, perjuangan panjang kaum Hawa ini berbuah hasil. Allah SWT membukakan pintu hidayah kepada para pengambil keputusan di negeri ini sehingga mau menerima jilbab sebagai pakaian sekolah, kuliah, kerja, bahkan pakaian dinas pemerintahan. Benarlah kata Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa apabila Allah SWT berkehendak, maka Dia akan mengubah kesusahan menjadi kemudahan.

Kini, peristiwa serupa melanda jajaran kepolisian. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia pada akhir November lalu mengeluarkan Surat Telegram yang berisi penundaan (moratorium) penggunaan jilbab bagi polis wanita (polwan). Padahal, semula Kapolri telah memberi izin para polisi Muslimah itu menjalankan syariat agamanya.

Tak perlu kita berkecil hati dengan keadaan seperti ini meski perjuangan akan memakan waktu berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, sebagaimana dulu sejarah pernah mencatat. Sebab, memang demikianlah Allah SWT berkendak.

Andai Allah SWT mau, sangat mudah bagi-Nya membolak-balikkan hati para petinggi kepolisian –termasuk tentara—agar mau menerima jilbab sebagai pakaian resmi kemiliteran. Tapi, Allah SWT belum berkehendak untuk itu.

Jadi, wahai kaum Muslim, khususnya kaum Hawa di negeri ini, teruslah berjuang dengan cara-cara yang benar untuk menegakkan syariat Allah SWT. Biarkan pena-pena malaikat terus bergoyang-goyang mencatatkan amal perjuangan kalian untuk bekal menghadap Sang Khaliq di Hari Berbangkit kelak, meski begitu lelah kalian memperjuangkannya. Wallahu a’lam.

PAHIT GETIR BERDAKWAH DIPEDALAM ACEH SINGKIL


Selain Kristenisasi, juga menghadapi tantangan alam dan makhluk halus. Butuh pembinaan untuk para muallaf.

Wajahnya kelihatan lelah. Tapi sontak berubah saat diajak bicara soal dakwah. Tema yang satu ini selalu menggairahkan buat Teungku Jamaluddin. Dakwah adalah bagian penting dari hidupnya. “Saya telah menganggap dakwah sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari hidup saya. Dengan dakwah, saya ingin memperoleh tempat yang layak di sisi Allah Ta’ala,” katanya.

Pahit getir sudah dirasakan Jamaluddin dalam menjalankan tugas agama ini. Berbagai cobaan datang silih berganti, namun ia tetap istiqamah pada jalur hidup yang telah dipilihnya.

Jamaluddin adalah dai senior. Pasca Tsunami menerjang Aceh tahun 2004, ia sudah aktif berdakwah di barak-barak pengungsi berbagai lokasi pengungsian. Kini, ia bertugas di perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara. Tepatnya di Desa Napagaluh, Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil. Ia bertugas di Napagaluh dikirim oleh Dinas Syariat Islam Aceh sejak lima tahun lalu.

Bersama istri dan anaknya yang masih kecil, lulusan Pondok Pesantren Babussalam Matangkuli, Aceh Utara ini tinggal di sebuah gubuk berukuran 4 x 5 meter. Ia menjalankan dakwahnya dengan menggunakan sepeda motor dari satu desa ke desa lainnya di pelosok Aceh Singkil. Saat ke desa-desa, ia harus mendaki satu bukit ke bukit lainnya dengan kondisi jalan terjal dan bebatuan. Namun kondisi itu tidak membuat ia malas berdakwah.

Jamaluddin bercerita, dalam suatu perjalanan dakwah bersama istrinya pada tengah malam, tiba-tiba motornya terpelanting akibat jalannya licin. Mereka pun jatuh. Syukur lukanya tidak terlalu parah. Istrinya hanya luka lecet-lecet.

Tak hanya tantangan alam yang dihadapi Jamaluddin, makhluk halus juga pernah menyerang istrinya. Itu terjadi pada awal ia bertugas di Napagaluh. Pada tengah malam, tiba-tiba saja istrinya lari-lari kesurupan. Bukan hanya sekali, serangan seperti itu terjadi berkali-kali.

Rupanya gangguan seperti itu tidak hanya menimpa istri Jamaluddin. Dai yang lain juga mengalami serangan serupa, dan bahkan dalam bentuk yang lain. “Kawan saya ada yang sampai menderita batuk darah,” katanya.

Semua tantangan itu dihadapinya dengan ketabahan dan kesabaran. “Saya anggap itu cobaan dari Allah SWT atas dakwah yang saya jalankan. Saya pasrah dan saya serahkan hanya kepada Allah SWT,” tegasnya.

Cahaya Islam

Di tengah beratnya tantangan dakwah seperti itu, Jamaluddin melihat prospek cerah di Aceh Singkil. Sejak ia bertugas di daerah ini, sudah banyak orang Kristen yang masuk Islam. Salah satunya sebuah keluarga Katolik di Dusun Sigarap, Desa Sikoran Kecamatan Danau Paris. Keluarga ini memutuskan masuk Islam pada 27 April 2013. Mereka adalah Tias Mida Br Sitorus (60), Rika Maria Br Malau (21), Reno Josep Malau (21), Romiana Maria Br Malau (11) dan Rikki Neysyen Josep Malau (6).

Jamaluddin menceritakan, mereka masuk Islam karena melihat adanya keseragaman umat Islam dalam beribadah. Misalnya ketika datang ke masjid semua berbusana yang sama dengan memakai mukena putih sehingga menghilangkan perbedaan antara kaya dan miskin. Islam juga melarang umat menampakkan aurat kepada orang lain.

Selain itu, menurut mereka, masih cerita Jamaluddin, Islam sangat selektif dalam memilih makanan. Setiap makanan harus bersih dan suci, sehingga hal ini membuat banyak umat Islam yang “bercahaya” wajahnya. Saat beribadah, setiap Muslim diperintahkan untuk bersuci.

“Dan yang paling mereka suka ketika melihat umat Islam datang ke masjid, mereka diwajibkan membuka sepatu dan sandal demi menjaga kesucian rumah Allah,” tambah Jamaluddin.

Setelah mensyahadatkan satu keluarga ini, Jamaluddin berupaya mencari rumah kontrakan untuk keluarga muallaf tersebut.

Sebelumnya, Jamaluddin juga sudah mensyahadatkan banyak pemuda Katolik. Mereka saat ini dititipkan di dayah (pondok pesantren) di beberapa wilayah di Aceh untuk mendapatkan pendidikan Islam yang intensif. Salah satu yang menampung muallaf ini adalah Dayah Mahyal Ulum di Kecamatan Sibreh Aceh Besar, Dayah Markaz al-Islah, dan beberapa dayah lainnya.

Menurut Jamaluddin, mereka kekurangan biaya pendidikan karena hingga saat ini pemerintah Aceh Singkil belum memiliki program untuk membantu muallaf. Salah satu muallaf itu, Dahrin Brasyah (19). Kini, dia belajar di Pondok Pesantren Mahyal Ulum Aceh Besar.

Jamaluddin sering mencari cara untuk membantu remaja-remaja muallaf dengan menghubungi pimpinan-pimpinan dayah di Aceh Besar dan Aceh Utara yang siap menampung para muallaf usia sekolah.

“Alhamdulillah, sudah banyak perkembangan selama saya berdakwah di sini,” kata Jamaluddin.

Banyak anak-anak Muslim sekarang sudah pandai membaca al-Qur`an dan menjalankan ibadah. Menurut Jamaluddin, jumlah Muslim di Aceh Singkil hanya sekitar 20 persen, 70 persen Nasrani, dan sisanya animisme (menyembah roh leluhur).

Perlu Kerjasama

Jamaluddin menyadari kurangnya pembinaan, khususnya bagi para muallaf. Setelah mereka masuk Islam, pemerintah tidak menyediakan program khusus untuk pembinaan muallaf. “Padahal mereka seharusnya bisa dipersiapkan untuk memperkuat dakwah di perbatasan di masa yang akan datang,” terang Jamaluddin.

Aceh Singkil dan Subulussalam memang sangat rawan dengan Kristenisasi. Beberapa wilayah di dua kabupaten ini telah didominasi oleh warga Kristen pribumi yang sebelumnya beragama Islam, maupun warga Kristen yang berasal dari Sumatera Utara dan telah menjadi warga tetap di daerah itu.

Menurut Jamaluddin, umat Islam seharusnya tidak hanya mengirim para dai. Tapi juga menampung warga yang sudah menjadi muallaf, dalam sebuah lembaga pendidikan. “Misalnya dengan mendirikan pesantren khusus bagi mereka, mengingat pengetahuan Islam bagi mereka harus diberikan dari dasar,” katanya.

Solusi lain, masih kata Jamaluddin, kirim mereka ke pesantren-pesantren yang sudah ada, tetapi anggarannya ditanggung oleh Pemerintah Aceh, Kemenag, maupun oleh baitul maal.

BERMODALKAN IHTIAR DAN USAHA MEMBANGUN TPA DI DESANYA



Penghasilannya tidaklah seberapa. Nyaris hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian. Tapi, ia tidak ingin menyia-menyiakan hidupnya hanya untuk mencari materi.

Hati Suprianto menjerit lirih menyaksikan anak-anak kecil di sekitar rumahnya, Dusun Ngulaan, Desa Kayen, Bancar, Tuban, Jawa Timur yang jauh dari nuansa keagamaan. Bocah-bocah yang menggemaskan itu menghabiskan waktu hanya untuk bermain-main, khususnya pada sore hari. Tidak sedikit dari mereka yang belum bisa mengaji.

Kalaupun ada, mereka harus menempuh jarak kiloan meter menuju desa seberang. Sebab, di desanya, saat itu, tidak ditemukan kegiatan serupa.

Tak pelak, darah muda pria yang biasa disapa Supri ini terusik. Ia tak rela anak-anak usia dini itu tak bisa mengaji. Satu di antara petuah kiainya sewaktu mondok dulu terngiang-ngiang di benaknya, “Urip-uripno agomo (hidup-hidupkanlah agama di manapun kamu berada).”

Nasehat itu pula yang menjadi spirit Supri, yang saat itu masih lajang, untuk bersegera mengajarkan al-Qur’an di kampungnya. “Hati ini terasa miris melihat mereka. Bagaimana ke depannya bila pada usia emas ini mereka sama sekali tidak mengenal al-Qur’an,” gugahnya.

Laki-laki kelahiran 1976 ini pun mulai bergerilya dengan mengajak anak-anak mengaji. Gayung bersambut, anak-anak menyambut ajakannya. Mereka sangat antusias belajar mengaji bersama guru muda ini.

Namun niat baik terkadang tak selalu mulus. Begitu pula dengan perjalanan Supri. Belum lama mengajar, tersebar isu bahwa ia merebut murid-murid ngaji di tempat lain. Usut punya usut, ternyata telah terjadi kecemburuan terhadap kiprah Supri oleh beberapa oknum masyarakat. Supri tak menggubris sedikit pun hal itu. Ia terus memantapkan langkahnya. “Wajar, namanya saja dakwah, pastilah ada onak dan duri,” jelasnya.

Lahan Baru

Tahun 2000, Supri menyunting seorang wanita dari Dusun Jombok, Desa Sembungin, Tuban. Karena harus bermukim di rumah sang istri, amanah sebagai guru ngaji di desanya ia serahkan ke salah satu keluarganya. Kondisi keagamaan Jombok tidak jauh berbeda dengan dusunnya. Bahkan, untuk menunaikan shalat Jumat harus menumpang ke dusun lain.

Selang beberapa lama bermukim di tempat baru, Supri diamanahi oleh seorang tokoh desa untuk mengajar ngaji. Tawaran tersebut disambut dengan lapang dada oleh putra pasangan Ami Joyo dan Sumarsih ini.

“Kita sempat menggunakan masjid sebagai tempat untuk mengaji. Tapi kemudian mendapat teguran karena dianggap mengotori masjid dan membuat kegaduhan,” terang Supri.

Supri tidak mau kalah dengan keadaan. Kondisi ini ia jadikan wasilah untuk mengajukan proposal kepada Allah SWT supaya diberikan kemudahan membangun rumah. “Saya meminta kepada Allah untuk diberikan rumah. Saya berazam, kelak rumah tersebut juga akan digunakan sebagai tempat mengaji anak-anak,” kenangnya.

Akhirnya, dengan doa dan ikhtiar yang tak pernah surut, Allah SWT mengijabah permohonan Supri. Ia mendirikan rumah joglo (rumah adat Jawa) di atas sepetak tanah. Rumah berdinding papan dan berlantaikan tanah itu kini ditempati Supri dan keluarga, serta tempat mengajarkan al-Qur’an.

Alhamdulillah, anak-anak yang mengaji terus membludak. Rumah Supri tidak mampu lagi menampungnya. Timbul asa untuk mendirikan Taman Pendidikan al-Qur`an (TPA). Namun, mimpi itu terbentur dengan dana. Meski demikian, keyakinan bahwa Allah SWT pasti akan menolong hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya terus terpatri.

Supri pun terus berdoa. Benar saja, tanpa disangka ada salah seorang warga yang mewakafkan tanahnya untuk dibangun TPA. Selanjutnya, tugas Supri adalah mencari biaya untuk pembangunan. Untuk itu, ia membuat proposal untuk pembangunan TPA.

Sayang, jerih payah itu belum membuahkan hasil. Menurut pengakuan ayah dari Latifatul Rahmah yang juga diamini oleh sang istri, tidak satu pun proposal yang mampu mendatangkan rupiah. Pernah Supri mencoba cara lain dengan meminjam uang ke seorang hartawan yang ia kenal, tapi hasilnya juga sama, nihil.

Tak ada yang bisa ia lakukan kecuali berpasrah kepada Allah SWT. “Menggantungkan harapan kepada manusia hanya membuahkan kekecewaan. Maka, saya serahkan kepada Allah,” imbuhnya.

Dan sekali lagi, Allah SWT menunjukkan Kemahabesaran-Nya. Tak dinyana, ada saja orang datang memberikan sumbangan untuk pembangunan TPA-nya, tanpa harus diminta-minta. Di antara mereka ada yang langsung menyumbang uang tunai dan ada juga yang berupa material: semen, genting, pasir, dan lainnya.

Saat ini, meski belum selesai 100 persen, telah berdiri dua ruangan belajar TPA, yang diberi nama TPA Ar-Rahman.

“Intinya, menancapkan keyakinan dalam diri bahwa Allah senantiasa membantu hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya, itu sangat penting,” katanya.

Kini, banyak masyarakat yang akhirnya simpati kepada Supri. Hasilnya, tak sedikit dari mereka, terutama ibu-ibu minta belajar al-Qur’an. Bahkan, ada di antara mereka yang telah memasuki usia lanjut. Karena itu, Supri bersama istrinya membagi waktu mengajarnya menjadi tiga sesi. Ba’da ashar untuk anak-anak TPA, lalu diteruskan dengan ibu-ibu muda. Ba’da maghrib untuk para pemuda, sedangkan ba’da isya’ untuk ibu-ibu lanjut usia.

Kembali Digoyang

Sesibuk-sibuk apapun Supri dalam berdakwah, ia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga yang harus menafkahi keluarganya. Untuk itu, berjualan pentol (makanan seperti bakso yang terbuat dari tepung) menjadi pilihannya. Tak heran, jika ia mendapat julukkan ‘Pri pentol’. Supri tidak pernah gengsi dengan profesinya ini, meskipun ada yang menganggap akan merobohkan reputasinya sebagai guru ngaji. Baginya hal itu tidak masalah, yang penting halal.

Penghasilan dari jual pentol tidaklah banyak. Nyaris hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian. Adapun dari kegiatan mengajar al-Qur’an, ia sama sekali tidak mengambil bayaran.

Tak ayal, dari aspek inilah suami Lilik Astuti, saat ini sering ‘digoyang’. Tidak sedikit yang membujuknya berpindah haluan dengan iming-iming gaji yang lumayan.

Meski menggiurkan secara materi, laki-laki yang bercita-cita mengantarkan keluarganya sebagai huffadz (penghapal al-Qur’an) ini menepis itu semua. Ia lebih memilih terus melanjutkan apa yang telah dirintisnya, “Saya tidak ingin menyia-menyiakan hidup ini hanya untuk mencari materi,” katanya tegas.

Supri berprinsip, terus berupaya hidup bermanfaat. Soal rezeki, itu sudah ada yang mengatur.