Masya Allah! Majikan di Saudi Menggunting Bibir TKI
Kasus penyiksaan TKI kembali menambah kesedihan kita di pengunjung geman takbir Idul Adha di seluruh dunia. Miris rasanya, ketika kita disunahkan berkurban untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan seiring ribuan umat bertawaf berdzikir kepada-Nya, muncul kabar memilukan sekaligus menggeramkan.
Sumiati, itulah nama TKI yang digunting mulutnya oleh majikan di Arab Saudi. Sumiati disiksa dan diperlakukan tidak semestinya.
Jika kita lihat fotonya, maka tampak luka di kening, kedua alis, hidung, pipi, dan dagu wanita malang tersebut. Kondisinya pun sangat lemah. Saudi Gazette edisi Senin (15/11/2010) menulis, TKW berusia 23 tahun itu datang ke Arab Saudi pada 18 Juli 2010 dengan bayaran 800 riyal per bulan. Nasib baik tak berpihak padanya. Dia mendapatkan majikan di Madinah yang ringan tangan. Anggota keluarga majikannya berulang kali memukuli dan menyeterikanya.
Penyiksaan pada Sumiati terkuak pada Senin 7 November. Kala itu, Sumiati dibawa ke rumah sakit swasta di Madinah. Karena luka yang dideritnya sangat luar biasa, RS itu merujuknya ke RS King Fahd.
Kita bisa merasakan kepedihan TKW yang digunting mulutnya ini. Lemahnya perlindungan bagi para TKI dan TKW membuat mereka seringkali menjadi korban penyiksaan, perbudakan, dan pelecehan seksual. Padahal, baru saja Menlu RI Marty Natalegawa dan Menlu Arab Saudi sepakat untuk memerangi human trafficking.
“Sebanyak 60.000 TKI target kami tahun ini, untuk beberapa negara di Asia. Mayoritas Hong Kong dan Taiwan,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Pemprov Jatim, Harry Soegiri, kepada General Manager Dompet Dhuafa Hong Kong, Ust. Abdul Ghofur, saat keduanya bertemu di kantor DD.
Terkejut, tidak terbayang, dari 60.000 orang TKI, berapa banyak yang akan menjadi masalah, dianiaya, dan dipermainkan, oleh oknum agen yang kerjasama dengan majikan. Berapa banyak orang yang lupa akan kewajibannya sebagai seorang hamba untuk beribadah dikarenakan tidak diperbolehkan oleh majikan?
Dompet Dhuafa telah menyampaikan kegelisahannya jika target tersebut tercapai dan para TKI tidak dibekali dengan ketrampilan yang cukup. Bukan tidak mungkin, kasus Sumiati bisa terulang di negara lain, termasuk Hong Kong. Na’udzubillah! (DDHK/ddhongkong.org).
Ruyati Binti Sapubi
Jakarta Mengirim TKW di Arab Saudi ibaratnya nyaris sama artinya dengan menyerahkan mereka ke tiang pancungan. Sudah banyak kasus tragis dari kekejaman sampai kematian TKI terjadi di negeri padang pasir ini.
Ruyati binti Sapubi, bukanlah satu-satunya TKI yang dipenggal kepalanya oleh algojo kerajaan Arab Saudi. Sebelum Ruyati, ada Yanti Irianti binti Jono Sukandi asal Cianjur, Jawa Barat yang dipancung pada 12 Januari 2008. Ia juga dipancung tanpa sepengetahuan keluarganya. Bahkan sampai sekarang jenazahnya belum dipulangkan ke tanah air.
Kemudian juga ada Kikim Komalasari yang dibunuh dan lantas jenazahnya dibuang begitu saja di tong sampah. Dan masih sejumlah kasus TKI lainnya yang dibunuh di Arab Saudi.
Data Kementerian Luar Negeri, sejak 1999 hingga 2010 ini setidaknya masih ada 28 TKI di Arab Saudi dan terancam hukuman mati. Sedangkan baru 4 TKI yang berhasil dibebaskan dari hukuman mati.
Sementara data Migrant Care, TKI yang menunggu proses sidang dengan ancaman hukuman pancung antara lain Suwarni asal Jatim, Hafidz bin Kholil Sulam asal Tulungagung, Eti Thoyib Anwar asal Majalengka, Karsih binti Ocim asal Karawang, Sun asal Subang. Kemudian Emi binti Katma Mumu asal Sukabumi, Sulaimah asal Kalimantan Barat, Muhammad Zaini asal Madura, Jamilah binti Abidin Rifi’i asal Cianjur.
Selain terancam pancungan, tidak sedikit TKI yang mendapat siksaan di luar batas kemanusiaan. Kita tentu masih ingat dengan Sumiati. PRT yang bekerja di Madinah ini mulutnya ditusuk dengan besi, dipukul dan kepalanya dibakar oleh majikannya.
Sumiati harus menjalani operasi berkali-kali untuk menyembuhkan luka di sekujur tubuhnya. Anehnya, sang majikan hanya divonis 3 tahun penjara. Itu pun di pengadilan banding di Arab Saudi meninjau kembali putusan itu dengan mengulang kembali peradilan itu, karena vonis itu dianggap cacat hukum.
Kekerasan terhadap TKI memang sudah seperti hal biasa di Arab. Kultur di Arab sangat keras. Berbuat salah sedikit saja akibatnya bisa fatal.
"Bukan hanya caci maki, ada yang dicambuk. Kalau pun kita lapor polisi, majikan akan bebas dan kita malah dituding macam-macam, ini yang menakutkan bagi kita yang kerja di Arab Saudi ini," kata Muhammad Tio, seorang mukimin asal Surabaya, Jawa Timur yang sudah tinggal di Jeddah, Arab Saudi kepada detikcom.
Banyaknya kasus kekejaman itu menjadikan Arab Saudi sebagai momok TKI.Maklumlah Arab merupakan negara kedua yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap TKI setelah Malaysia. "Arab Saudi jadi negara kedua terbanyak," kata Jubir Kemenlu Michael Tene.
Sejak awal 2011 ini syarat pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi diperketat. Dari pengetatan itu, diketahui hanya ada 5 majikan di Saudi yang layak untuk PRT asal Indonesia.
"Sejak 1 Januari 2011 hingga sekarang hanya ada 5 calon majikan yang layak. Yang tidak pada 5 majikan itu berati ilegal, karena yang memenuhi syarat hanya 5," kata Plt Dirjen Bina Penempatan Tenga Kerja Kemenakertrans Rena Usman.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menilai masyarakat Indonesia lebih baik dalam memperlakukan PRT daripada orang Arab Saudi. "Saya alami sendiri selama tiga belas tahun, para tenaga kerja kita dikungkung dalam tembok yang rapat," kata Said Aqil yang pernah tinggal di Makkah itu.
Kekerasan terhadap TKI di Arab terjadi bisa saja antara lain dipicu anggapan orang Arab bila TKI yang bekerja padanya merupakan budak. Sebab setiap calon majikan yang mencari pembantu harus mengeluarkan uang seharga Rp 25 juta per orang TKI atau setara 10-12 ribu Riyal Arab Saudi.
Perlakuan tidak menyenangkan terhadap TKI tidak hanya dilakukan majikan. Di tingkat perusahaan perwakilan penyalur di Arab Saudi saja perlakuan kurang manusiawi kadang kerap diterima para TKI, baik yang menjadi PRT atau sopir ini.
"Saya pernah melihat orang dicambuk, karena dianggap kerjanya jelek atau mungkin sang TKW itu cengeng dan ngeluh. Jadi kayak gambling aja, ada yang dapat majikan baik, dan ada yang dapat majikan yang kejam,” terang Tio lagi.
Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengungkapkan faktor budaya bangsa Arab sulit mencegah tindak kekerasan dan kekejaman pada kaum minirotas ini, khususnya kekerasan yang dilakukan majikan kepada PRT atau TKW.
Kebiasaan majikan laki-laki dalam memperlakukan PRT tidak senonoh mengakibatkan kecemberuan majikan perempuan yang berujung pada tindak kekerasan dan penyiksaan. "Saya percaya bahwa perlawanan TKW atau PRT kita karena membela kehormatan. Soal dosa majikan, pemerintah Saudi tidak akan peduli kecuali menghukum PRT atau TKW," ungkap Hasyim.
Jumlah TKI di Arab Saudi saat ini, menurut Menakertrans Muhaimin Iskandar, 500.000 orang. Dari jumlah itu, TKI yang bermasalah secara hukum diperkirakan sekitar 400 orang, ini termasuk kasus pidana, kasus perlakuan kekerasan dan penganiyaan. Sementara jumlah WNI di Arab Saudi mencapai 700.000 orang.
Sementara data Kemenkum HAM serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memperkirakan jumlah TKI di Arab Saudi mencapai 1,5 juta orang.
Menurut Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, dari angka itu hampir 90 persen TKI bekerja di sektor informal, yaitu sebagai pembantu rumah tangga atau sopir.
TKI yang Dibunuh diArab Bernama Kikim Komalasari.
Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - TKI yang tewas dibunuh di Kota Abha, Arab Saudi, ternyata bernama Kikim Komalasari, bukan Keken Nurjanah sebagaimana diberitakan sebelumnya. Sebelum dibunuh, Kikim dilaporkan mengalami penganiayaan oleh sang majikan.
Demikian disampaikan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan lewat rilis kepada detikcom, Jumat (19/20/2010). Diinformasikan, Kikim lahir pada 9 Mei 1974, Nomor Paspor AN 010821 masa berlaku 15 Juni 2009 sampai 15 Juni 2012.
Seperti diberitakan, setelah dianiaya, Kikim dibunuh 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha oleh majikannya di Kota Abha.
Informasi awal soal tewasnya Kikim ini disampaikan salah satu relawan Pospertki PDI Perjuangan yang berada di kota Abha. Dalam laporannya kepada pimpinan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Kikim dibunuh oleh majikannya dengan cara digorok lehernya. Jenazah Keken ditemukan 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha di sebuah tong sampah umum.
TKI Dibunuh di Arab Saudi, Mayat Dibuang ke Tong Sampah
Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - Belum juga selesai kasus Sumiati, penganiayaan TKI di Arab Saudi kembali terjadi. Keken Nurjanah, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, tidak hanya dianiaya, tapi dibunuh 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha oleh majikannya di Kota Abha.
Informasi tersebut disampaikan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan lewat rilis yang diterima detikcom, Kamis (18/11/2010).
Informasi awal soal tewasnya Keken ini disampaikan salah satu relawan Pospertki PDI Perjuangan yang berada di kota Abha. Dalam laporannya kepada pimpinan Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan, Keken Nurjanah dibunuh oleh majikannya dengan cara digorok lehernya. Jenazah Keken ditemukan 3 hari sebelum Hari Raya Idul Adha di sebuah tong sampah umum.
Relawan itu juga melaporkan, sebelum dibunuh, Keken diketahui sering dianiaya hingga diperkosa. Saat ini jenazah Keken sudah diamankan kepolisian setempat, begitu pula majikan wanita dan laki laki.
Ketua Korwil Arab Saudi PDI Perjuangan Sharief Rachmat mengaku langsung menghubungi Konjen RI Jeddah Zakaria sesaat mendengar laporan tersebut.
Dalam komunikasi keduanya, Konjen RI Jeddah membenarkan informasi tersebut dan berjanji akan menindaklanjuti hal tersebut.
Sharief juga memerintahkan para relawan untuk terus memonitor dan mencari tahu data lengkap Keken Nurjanah.
"Ini kasus sudah dari kemarin-kemarin. Berarti, kenapa pemerintah kita selalu lambat bergerak. Apabila terus-terusan begini, hancurlah sudah nasib TKI. Semua elemen baik dari orpol, ormas, dan lain-lain harus duduk bersama dengan Perwakilan RI Arab Saudi," kata Sharief.
"Kita perlu menanyakan apa kendala sebenarnya sampai-sampai pemerintahan kita sangat lemah sekali dan selalu terlambat. Dan DPR RI selaku wakil rakyat perlu menanyakan hal ini pula terhadap Pemerintah RI," tegas Sharief.
Putri tertua Kikim Yosi Komalasari menunjukkan foto Kikim saat sebelum berangkat ke Arab Saudi.
Suami almarhumah Kikim, Maman Ali Nurjaman, anak Kikim Yosi Komalasari, Galih dan Fikri saat bertemu Muhaimin Iskandar di rumah mereka di Kampung Babakan Hurmat RT 3/1, Desa Mekarwangi, Kecamatan Haurwangi, Cianjur.
Sebelum pulang Muhaimin menyerahkan dua amplop bantuan untuk tahlilan dan kematian Kikim yang diterima langsung oleh suami Kikim.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
Mengenaskan. Nasib Kikim Komalasari TKW asal Cianjur yang ditemukan di tong sampah kawasan Abha, Asir Arab Saudi diduga diperkosa terlebih dulu baru dibunuh.
Lebih dari itu, bekas-bekas penganiayaan juga masih tampak ditemukan di sekujur tubuh Kikim yang penuh lebam. Nasibnya lebih tragis dari Sumiati TKW asal Dompu NTB yang juga mendapat penyiksaan kejam hingga bibirnya digunting.
Saya mendapat informasi ada lebam-lebam di seluruh tubuhnya. Tidak hanya bukti bahwa Kikim telah disiksa majikannya, tapi juga ada indikasi Kikim diperkosa sebelum dibunuh," ujar Anis melalui sambungan telepon, Jumat (19/11/2010) dini hari.
Anis mengatakan, saat ini para pelaku pembunuhan sudah ditahan aparat setempat dan sedang menjalani proses pemeriksaan.
Sementara keberadaan jenazah TKW asal Cianjur tersebut masih berada di bawah tanggungjawab Kepolisian Arab Saudi, guna kepentingan penyelidikan lebih lanjut. (*)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Alie Usman
TKW Nirmala Bonat yang pernah mendapat penyiksaan oleh majikan Malaysia tahun 2005
VIVAnews.com
Senyum tersungging di bibir Bayanah Binti Banhawi (29), saat menginjakkan kakinya di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu 28 Desember 2011. Tenaga kerja wanita (TKW) itu akhirnya bisa pulang, dan yang lebih penting , ia lolos dari ancaman algojo pancung yang mengintainya selama lebih dari lima tahun di Arab Saudi.
Sejak April 2006 lalu, TKW asal Desa Ranca Labuh, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Banten, dipenjara di Riyadh, Arab Saudi. Dengan tuduhan membunuh anak majikannya. "Alhamdulilah bisa kembali, saya kapok dan trauma kembali lagi ke sana (Arab Saudi)," kata Bayanah setibanya di Lounge TKI, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu 28 Desember 2011.
Bayanah lantas menceritakan kasus yang menjeratnya, yang berawal dari ketidaksengajaan saat mengurus anak majikannya. "Anak yang saya asuh itu cacat, kaki dan tangannya tidak lurus," ujarnya. Saat dimandikan, tangan anak itu terkilir dan membengkak. "Dari situ saya malah dituduh membunuh anak majikan saya dengan cara menyiram air panas," ujarnya.
Ia pun dibui. Anak majikan tersebut kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit, saat Bayanah sudah di penjara. Tak hanya disel, Bayanah juga mendapat hukuman cambuk sebanyak 300 cambukan. "Setiap setengah bulan dicambuk 50 sampai 300 cambukan," ujarnya. Untung, ia kemudian mendapatkan pemaafan dan dikenai denda (diyat) 55 ribu real, yang telah dibayar pihak KBRI.
Perempuan 29 tahun itu menceritakan, kasus hukum yang menimpanya membuyarkan impiannya meraih real di negeri “petro dolar” itu. Selama tiga bulan bekerja di rumah majikannya itu, ia tak menerima gaji sepeser pun. "Saya belum pernah kirim. Saya tidak pernah menerima gaji," kata dia.
Bagi kedua orang tuanya, Banhawi dan Aswati, kepulangan Bayanah adalah doa yang terkabul. Bersama anak Bayanah, Andri Irawan, mereka menunggu kepulangan putrinya sejak pagi di bandara. “Saya deg-degan ketemu anak saya setelah 6 tahun," ujar Aswati, dengan mata berkaca.
Bayanah tak sendirian. Dua TKW lainnya juga akan dipulangkan, Jamilah binti Abidin Rofi’i alias Juariyah binti Idin Rofi’i, dan Neneng Sunengsih Binti Mamih (34 tahun).
Jamilah yang asal Cianjur akan dipulangkan dari Arab pada 28 Desember 2011 dari Bandara King Abdul Azis International, Jeddah. Ia didampingi pejabat Konsulat Jenderal RI di Jeddah. Ia dituduh membunuh majikannya, Salim al Ruqi (80 tahun) yang diduga akan memerkosanya.
Karena tuduhan tidak kuat, Jamilah lalu mendapat pemaafan keluarga majikan di hadapan Raja Abdullah. "Namun tidak terbukti membunuh dan salah satu keluarga majikannya memaafkan tanpa kewajiban membayar diyat," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, Rabu siang.
Yang juga akan menyusul pulang adalah Neneng Sunengsih Binti Mamih. TKI asal Sukabumi, Jawa Barat itu akan dipulangkan sekitar sepekan atau dua pekan kemudian dari Riyadh. Penundaan kepulangan karena menunggu penyelesaian “exit permit” (izin keluar) yang melibatkan pihak majikan tempatnya bekerja.
Neneng dituduh membunuh bayi majikannya yang berusia 4 bulan setelah meminumkan susu. Neneng sempat meringkuk di Penjara Al Jouf, Riyadh. Karena kasusnya juga tidak terbukti secara hukum, Neneng dibebaskan tanpa membayar diyat.
Saat dimintai tanggapan soal pembebasan Neneng, keluarganya di Sukabumi justru kaget dan bingung. Ternyata, selama ini mereka tidak tahu kasus hukum yang menimpa Neneng. Putrinya, Resti Widiawati (16) dan ibunya, Nunung (50) sontak menangis, sedih bercampur bahagia.
“Alhamdulilah anak saya nggak jadi dihukum mati. Namun saya tetap sedih kenapa baru tahu kejadian ini hari ini. Kenapa saya harus tahu kejadian ini dari wartawan bukan dari Neneng dan petugas lainnya,” ungkap Nunung, sambil memeluk potret Neneng.
Jumhur mengatakan, pembebasan ketiga TKW berkat peran Satuan Tugas Penanganan TKI. Saat ini, dia menambahkan, Satgas TKI mendampingi misi mantan presiden Burhanuddin Jusuf Habibie. “Untuk pembebasan TKI Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka yang juga terancam hukuman mati.”
Data Satgas TKI menyebutkan, sebanyak 47 TKI terancam mati. Sebanyak 30 sudah divonis dan 17 lainnya masih tahap investigasi.
Dari 30 kasus, 12 kasus dibatalkan dan dikembalikan pemeriksaan ulang, 7 kasus memperoleh maaf dari pihak keluarga, yakni Hafid, Ahmad Fauzi, Sulaiman, Jamilah, Bayanah, dan Neneng. Tiga kasus tetap dikenakan qishas, yakni Tuti Tursilawati, Siti Zaenab dan Satinah. Dua kasus lainnya berubah dari qishas ke ta'zir, yakni Aminah dan Darmawati.
Nasib Tuti
Sayangnya, berita gembira pemulangan tiga TKW, tak diikuti kabar baik soal nasib TKW asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati, yang divonis mati oleh pengadilan Arab Saudi. Hingga saat ini keluarga korban belum membuka hati, dan memberikan maaf sebagai syarat gugurnya hukum qishas – nyawa dibayar nyawa.
Ketua Satgas Penanganan TKI, Maftuh Basyuni mengatakan, pihaknya sudah mengupayakan berbagai cara untuk membebaskan Tuti. "Tentang Tuti, kami sudah berupaya berbagai cara, seperti pendekatan ke tokoh kabilah, ulama atau mantan hakim dan orang berpengaruh di Thaif, tapi belum menggoyahkan hati keluarga untuk memberi maaf," kata Ketua Satgas TKI Maftuh Basyuni kepada VIVAnews, Rabu 28 Desember 2011.
Termasuk upaya terakhir dengan menghadirkan mantan presiden RI, BJ Habibie, yang diharap dengan ketokohan dan kedekatannya dengan para pemimpin Arab Saudi, dapat menyelesaikan dengan baik.
Habibie dan Satgas bahkan telah menemui salah satu pangeran paling berpengaruh di Arab Saudi, Al Walid bin Talal Al Saud. Sang Pangeran yang dikenal kaya raya sekaligus bos Kingdom Holding Co, perusahaan yang berniat membangun gedung tertinggi di dunia, menjulang 1 kilometer ke langit, Kingdom Tower.
Saat ditemui di kantornya di Kingdom Emperium, Riyadh, Minggu malam, 26 Desember 2011, Al Walid telah mengucap janji akan membantu usaha pembebasan Tuti.
Sementara itu, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, salah satu faktor yang menghalangi upaya mendapat maaf adalah latar belakang keluarga majikan Tuti yang berasal dari kabilah berpengaruh di Arab Saudi. Harga diri mereka sangat tinggi, sulit memberikan maaf bagi kejahatan yang dilakukan Tuti. "Tuti kasusnya paling berat, berlapis. Selain membunuh, dia dituduh mengambil uang 31 ribu real dan perhiasan seharga Rp320 juta," kata Jumhur Rabu siang.
Pesimisme juga ditunjukkan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Nisma Abdullah, LSM yang mendampingi Tuti. "Kami pesimis, karena waktu Tuti bisa diselamatkan tinggal satu bulan lagi. Anggota Satgas TKI Humphrey Djemat saat ketemu di Hotel Haris menyatakan waktu pemancungan Tuti tinggal 40 hari. Sangat-sangat kecil kemungkinannya untuk diselamatkan," kata Nisma saat berbincang dengan VIVAnews.com, Senin 26 Desember 2011.
Nisma menghargai upaya pemerintah dengan mengutus mantan Presiden BJ Habibie untuk mengupayakan penyelamatan Tuti tersebut. Namun, dia menuntut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun langsung menangani kasus ini.
Sebaliknya, kabar pemulangan tiga TKW menerbitkan harap ibu Tuti, Iti Sarniti. “Katanya akan pulang tapi saya tidak tahu pastinya kapan. Saya sangat berharap Tuti bisa pulang. Kami pasti bahagia sekali kalau dia bisa pulang,”kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 28 Desember 2011.
Pada 11 Mei 2010, Tuti Tursilawati diketahui melakukan pembunuhan terhadap Suud Malhaq Al Utibi dengan cara memukulkan sebatang kayu kepada Suud di rumahnya, yang diakibatkan adanya tindak pelecehan seksual kepada Tuti oleh majikannya.
Atas peristiwa pembunuhan itu, Tuti kemudian kabur sekaligus membawa uang senilai 31.500 Real Saudi berikut satu buah jam tangan dari rumah keluarga majikannya. Dalam pelariannya itu, ia menjadi korban kebiadaban sembilan pria yang memperkosanya. Tuti akhirnya divonis mati, para pemerkosanya hanya dihukum 9 bulan bui. (eh)
Saat Kumemilih Jadi TKW
Sore itu ketika aku dan teman-temanku tiba di Airport Madinah Almunawaroh aku merasa tertegun, karena pemandangannya lain sekali disana ada ibu-ibu juga sebagian wanita muda belia, ternyata ini awal mula kehidupanku sebagai BMI di Saudi Arabia. Lima jam sudah aku menunggu calon majikan ku menjemput tapi sampai keesokan harinya barulah dia muncul, seorang kakek dan anak muda bertubuh besar tiba-tiba memanggil namaku lalu aku bergegas menghampiri suara panggilan itu dan ternyata mulai saat ini aku akan terpisah dengan rombongan teman satu nasib denganku.
Di perjalanan banyak pertanyaan dari kakek dan anaknya, akupun tidak begitu menghiraukan karena rasa kantuk dan lapar yang ku tahan. kira kira setengah jam perjalanan akhirnya tibalah aku di sebuah bangunan tua berlantai empat, dalam hati aku bertanya inikah rumah tempat tinggal majikanku,setelah kami sama-sama menaiki tangga tibalah di lantai empat dan oh ternyata seorang nenek dan dua anak muda bertubuh besar datang memberi salam dan ucapan selamat datang di rumah mereka. kemudian akupun di beri sepotong roti dan segelas teh hangat akhirnya nenek dan kakek mempersilahkan ku untuk tidur mengingat perjalanan dari jakarta menuju kota madinah dengan jarak tempuh tiga hari karena singgah di singapore dan india dingin nya air conditioner di pesawat yang membuat batuk ku tak berhenti. tak terasa adzan ashar berkumandang, tiba-tiba nenek membangunkanku dengan suara lantang, ternyata ini adalah awal yang menyedihkan. aku serasa bersalah meninggalkan anakku yang masih balita, suara nenek bagai petir menyambar tatkala terlontar kata-kata kotor dari mulutnya, tambah aku menangis karena baru kali ini ada orang yang memanggilku dengan sebutan binatang, sejak saat itu setiap mereka memanggilku tidak pernah terdengar suara pelan dan kata-kata halus pasti dengan lantang dan panggilan binatang yang ku dengar.
Sebulan telah berlalu sabun mandi dan shampo ku telah habis aku berusaha dengan sopan meminta kepada nenek, tapi jawaban nya sepele "dalam hatiku bertanya apakah aku salah meminta itu semua? kini aku mulai merasa benar-benar bersalah karena ibuku sakit dan ingin aku menelpon nya segera, walau dengan sembunyi-sembunyi teman satu rumah yang kebetulan kerja pada anak nenek dia membawa handphone dengan sembunyi sembunyi dan tidak di ketahui majikannya.
Tubuhku semakin kecil berat badanku yang kian menurun karena tidak tersedia makanan, di dapur hanya ada air galon semua makanan di sembunyikan di bawah kolong tempat tidur saat itu aku memberanikan diri memohon kepada majikan untuk menghubungi nomor ibuku, mereka mengangguk setuju tapi aku harus menunggu sampai hari jum'at.
Setelah ku ketahui keadaan ibu dan anakku ternyata mereka menunggu uang kiriman dariku yang hingga saat ini belum juga di kasih, kembali ku coba dengan sopan memohon supaya mereka mau mengirim uang gajiku,tapi mereka hanya bilang toyib dan insya allah. aku berusaha untuk tetap tegar dengan perlakuan majikanku, mungkin semua ini adalah kesalahanku mengambil keputusan untuk menjadi seorang TKW, dengan harapan bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi dengan cepat tanpa pertimbangan yang matang, padahal saat itu aku masih bekerja sebagai asisten produksi di sebuah perusahaan garmen di kota sukabumi tepatnya di daerah Kadudampit yaitu PT BAJU INDAH INDONESIA. kini aku bisa merasakan betapa pahit dan sedihnya jadi seorang TKW, meski aku percaya di luar sana banyak teman-teman yang bernasib lebih baik atau bahkan lebih buruk dariku, pengalaman pribadiku ini akan aku jadikan cermin dalam hidupku.