Pergi ke ladang atau sekedar mancari rumput untuk
makan ternak adalah pekerjaanku sehari-hari tetapi dulu sebelum menyandang
status mahasiswa, ya…aku hanya anak seorang petani biasa, maklum hampir semua
warga di daerah kami di kecamatan jumapolo kabupaten karanganyar – surakarta adalah petani,
tanaman yang dikembangkan disini adalah tanaman pangan seperti palawija dan
tanaman wajib berupa padi.
Ya… sudah beberapa
tahun aku tidak melakukan aktivitas berkebunku, kangen rasanya kembali kemasa
kecilku dimana canda dan tawa kami setiap pulang sekolah selalu dihabiskan di
padang rumput untuk menggembala kambing atau sapi, sekarang teman-teman masa
kecilku sudah dewasa semua beberapa sudah menikah, tinggal aku yang belum,
terhitung hanya dua orang dari beberapa temanku di sekolah dasar yang masih
menempuh pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi (itupun karena beasiswa)
yang sekarang serius belajar Teknologi Informatika dan seorang teman kuliah di
Ilmu Pendidikan. Masih ingat gambaran kami tentang masa SD dulu ketika salah
satu kambing yang kami gembala hilang di padang rumput, karena kami tinggal dan
asyik berenang tentunya di sungai bukan kolam renang, panik dan takut akan
kehilangan seokor kambing membuat kami kebingungan dan panik, tetapi karena
kerja sama yang kompak dan budaya gotong royong, tolong menolong yang masih
terjaga salah seorang dari kami berhasil menemukan kambing yang hilang, dan
kambing itu terperangkap di sebuah “barongan” kata yang kami pakai untuk
menyebut rumpun bambu yang lebat.
Masing ingat juga
ketika kami mendapat tugas membuat kerajinan tangan berupa asbak atau jenis
keramik yang lain dari tanah liat, kami seharian mencari tanah liat yang bagus
sepanjang sungai kami telusuri hingga sore hari meskipun kehujanan tak mengapa,
karena kami punya semangat.
Membantu orang tua
dikala musim tanam dan musim panen adalah hal biasa tetapi yang saya banggakan
dari orang tua adalah mereka tidak menyuruh saya ijin untuk tidak masuk sekolah
karena harus membantu di sawah atau ladang, pesan ayahku “Gapailah cita-citamu
setinggi langit” bila bapakmu hanya seorang petani , semoga kamu kelak bisa
menjadi seorang Insinyur Pertanian, ya…. insinyur pertanian atau sarjana
pertanian adalah sebuat title yang terpandang di lingkungan desa kami, seorang
lulusan universitas terkenal yang menyandang title tersebut akan sangat di
hormati dan menjadi tempat rujukan bertanya mengenai permasalahan seputar
pertanian.
Namun meskipun aku
bukanlah seorang mahasiswa pertanian, ayahku tetap bangga dan berharap
teknologi informasi bisa membangun desa kami, bisa mensejahterakan petani
dengan teknologi-teknologi terapan yang di kemabangkan.
Ya… aku anak seorang
petani biasa yang di seluruh hidupnya hanya digunakan untuk bertani dan
bermasyarakat tanpa ribut – ribut memikirkan politik praktis , dan isu – isu
perkembangan teknologi yang lain. Damai rasanya menjadi ayah-ibuku mereka tidak
perlu pusing ketika tidak ada koneksi internet, tidak begitu peduli walau tidak
ada handphone, jangankan internet, komputer saja masih jarang di daerahku. Tapi
dengan sisa tabunganku selama bekerja sebelum kuliah aku bisa membeli sebuah
notebook meski tidak baru tapi sampai sekarang dapat ku gunakan untuk bekerja.
Sekarang ketika pulang
kerumah (maklum saya kost ) saya selalu mengajarkan program-program aplikasi
sederhana ke ponakan-ponakan dan adik ku , Ayah ku pun sekarang tahu apa itu
internet, katanya tidak perlu beli koran tinggal buka di internet. Hemmm damai
rasanya kembali ke desa melupakan sejenak pesatnya arus sosial media,
perkembangan ilmu, perkembangan politik (tapi saya mahasiswa yang tidak suka
dengan politik) bagiku hidup ini jadilah layaknya seorang petani, menanam –
merawat – dan pada akhirnya memanen. Jika yang kita tanam bagus maka hasilya
juga akan bagus, percayalah….
Salam!!