Sekitar delapan tahun yang lalu, publik Italia dikejutkan oleh pengumuman seorang staf kedubesnya di Riyadh, Arab Saudi. Dubes mereka,Torquato Cardilli,menyatakan diri sebagai seorang Muslim. Sebelum Cardilli, sebenarnya sudah ada pejabat negara Eropa yang masuk Islam, yakni Dubes Jerman untuk Maroko, Murad Wilfried Hofmaan, dan Dubes Amerika Serikat untuk Fiji-Nauru-Tonga-Tuvalu, Osman Siddique. Namun, mereka ini masuk Islam sebelum menjabat dubes, sedangkan Cardilli masuk Islam saat menjabat sebagai duta besar.
Tak hanya publik Italia, masyarakat Muslim di negara-negara Eropa pun terkejut. Sejumlah media massa internasional saat itu memberitakan keislaman Cardilli. Stasiun televisi CNN dan kantor berita Reuters, misalnya, memberitakan bahwa Torquato Cardilli, seorang diplomat yang saat itu menjabat sebagai dubes Italia untuk Arab Saudi, mengungkapkan keputusannya untuk memeluk Islam kepada surat kabar Saudi. Pengakuan Cardilli tersebut disampaikan bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-59.
Dalam pemberitaan yang dilansir pada 26 November 2001, CNN dan Reuters menyebutkan, hal tersebut merupakan yang kedua kalinya terjadi dalam tujuh tahun terakhir, di mana seorang utusan pemerintahan Roma untuk Kerajaan Arab Saudi berpindah keyakinan ke agama Islam. Sebelumnya, rekan sejawat Cardilli yang juga pernah menjadi dubes Italia untuk Kerajaan Arab Saudi pada periode 1994-1995, Mario Scialoja, menyatakan masuk Islam. Scialoja kini menjabat sebagai ketua Pusat Kebudayaan Islam Italia.
Menurut CNN dan Reuters, Cardilli secara resmi masuk Islam pada 16 November 2001. Namun, kantor berita Arab News menyebutkan bahwa dubes Italia tersebut masuk Islam tepatnya pada 15 November 2001, sehari menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.
Kelas kajian Islam Sebelum masuk Islam, lelaki kelahiran L’Aquila, 24 November 1942, ini diketahui kerap mengikuti kelas-kelas kajian Islam yang diselenggarakan oleh The Batha Center, sebuah instansi yang menangani para calon mualaf. “Ia (Cardilli–Red) sering mengikuti kelas kajian Alquran dan studi mengenai kebudayaan Islam,” ujar Nouh bin Nasser, direktur The Batha Center, kepada kantor berita Prancis, AFP.
Di lembaga pembinaan mualaf tersebut, Cardilli mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam dan membaca dua kalimat syahadat di hadapan para pengurus dan anggota The Batha Center. “Di sana, ia membaca syahadat dengan fasih karena memang sudah dikenalnya sejak lama,” ujar dia. Nouh menjelaskan, Cardilli masuk Islam dengan keikhlasan dan kesadarannya tanpa paksaan dari pihak mana pun. “Tak ada paksaan sama sekali. Ia masuk Islam dengan kesadaran sendiri. Agama Islam tidak pernah memaksakan seseorang untuk memeluk Islam,” terangnya.
Nouh mengungkapkan bahwa rata-rata tiga hingga empat orang setiap harinya datang ke The Batha Center untuk menyampaikan keinginannya masuk Islam. Jumlah tersebut, menurut dia, meningkat hingga lima orang selama bulan Ramadhan. Arab News melaporkan, sebanyak 20 lembaga serupa juga beroperasi di Riyadh dan beberapa kota lainnya di wilayah Kerajaan Arab Saudi.
Cardilli yang lulusan fakultas studi bahasa dan kebudayaan timur Universitas Naples ini telah menghabiskan sebagian besar karier diplomatiknya di negaranegara Muslim. Hal ini pula yang kemungkinan membuatnya menjadi dekat dengan ajaran dan kebudayaan Islam.
Cardilli yang fasih berbahasa Arab itu memulai karier diplomatiknya pada tahun 1967. Dia pernah ditugaskan sebagai diplomat untuk beberapa negara Timur Tengah, antara lain Sudan, Suriah, Irak, Libya, Tanzania, dan Albania. Sejak tahun 2000, ia ditunjuk menjadi dubes Italia untuk Arab Saudi.
Dalam pernyataan resminya, ayah dua orang anak itu mengungkapkan kebahagiaannya setelah menjadi Muslim. Peralihan agama tersebut, katanya, ia putuskan dengan penuh keyakinan dan tanpa penekanan serta paksaan dari siapa pun. Ia merasakan kesucian kandungan Alquran yang kerap dibacanya saat dirinya masih memeluk agama Katolik. “Saya merasa inilah agama yang benar dan lurus. Alquran sangat menakjubkan dan tak ada yang mampu meragukannya. Isinya benar-benar mengagumkan,” terangnya.
Setelah kembali ke Roma, Cardilli dikabarkan menemui Perdana Menteri Silvio Berlusconi. Kepada pemimpin Italia itu, ia menjelaskan mengapa memutuskan masuk Islam. Sejumlah pihak di Italia saat itu mengharapkan keputusan sang dubes tidak sampai memberi angin kepada para teroris. Karena, yang menjadi sorotan kala itu bukan sekadar perpindahan keyakinan agama, tapi juga keputusannya yang berdekatan dengan peristiwa serangan pada 11 September 2001 ke menara kembar, World Trade Center, di New York, Amerika Serikat.
Setelah tragedi 11 September 2001 itu, di dalam negeri Italia sendiri muncul sentimen negatif terhadap umat Islam. Maka, wajarlah ada pihak yang menganggapnya masuk Islam karena pengaruh tragedi tersebut. Namun, masyarakat Muslim Eropa mengharapkan masyarakat Italia dapat menghargai keputusan Cardilli serta tidak mengaitkannya dengan peristiwa tersebut.
Mungkin, di tiga negara yang jumlah Muslimnya signifikan, seperti Jerman, Inggris, dan Prancis, figur publik yang masuk Islam semakin biasa. Namun, Italia mempunyai nilai kesensitifan tersendiri, terlebih karena di Italia terdapat pusat agama Katolik dunia, yakni Vatikan. Karena itu, wajarlah bila sejumlah pendeta mengkhawatirkan keislaman Cardilli akan menjadi preseden buruk bagi negara tersebut.
Saat ini, tercatat warga Muslim menjadi pemeluk agama terbesar kedua di Italia. Data statistik resmi Italia terakhir, yakni tahun 2005, menyebutkan bahwa jumlah Muslim yang tinggal di Italia diperkirakan antara 960 ribu hingga 1 juta orang. Sekitar 40 ribu hingga 60 ribu orang di antaranya merupakan warga negara Italia.
Peresmian Islamic Center tahun 1973 merupakan peristiwa penting bagi terciptanya dialog antara warga Muslim dan non-Muslim di Italia. Pada tahun 1999, kemudian dibentuk Islamic Council. Tak kurang dari empat ribu masjid sudah berdiri di sana, termasuk bangunan bekas gereja. Tentu saja, yang terbesar adalah Masjid Agung Roma.