Belajar Memaknai Arti Hidup



Jadilah Engkau Seperti Tanah yang Subur!

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Wahai diri yang senantiasa mengharapkan cahaya ilmu,

Jadilah engkau seperti tanah yang subur, tanah yang menjadi lambang kemakmuran, tanah yang mampu menampung air demi kelangsungan hidup, tanah yang mampu menyimpan air demi kesejahteraan, tanah yang mampu mempertahankan kesuburannya, bahkan memberikan manfaat yang besar bagi mahluk hidup di sekitarnya.

Maka, jika ilmu itu ibarat air, manakala ilmu itu datang menghampirimu, engkau harus mampu mengingatnya dalam pikiranmu, berusaha memahaminya dengan imanmu dan mengamalkannya melalui ibadahmu serta menyebarluaskan ilmu yang engkau terima kepada saudara saudarimu dengan kekhlasan dan kerendahan hatimu, sehingga ia akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan tentunya menjadi kemaslahatan bagi umat manusia.

Wahai diri yang senantiasa melalaikan keutamaan ilmu :
Janganlah engkau menjadi seperti bebatuan, yang hanya mampu menampung air namun tidak banyak memberikan manfaat dan kesuburan bagi dirinya juga bagi yang berada di dekatnya. Ia hanya menyimpannya saja, dan enggan mengeluarkannya demi kebaikan yang lainnya.

Maka, apabila ilmu datang menghapirimu, janganlah engkau hanya sekedar mengetahui namun engkau tidak mengamalkannya sehingga tidak memberikan kebaikan pada dirimu apalagi kebaikan terhadap orang lain.

Wahai diri yang senantiasa berpaling dari kemuliaan ilmu :
Jangan pula engkau menjadi seperti pasir, dimana ia tidak bisa menampung air yang datang dan tidak pula bisa menyebabkan kesuburan bagi dirinya apalagi manfaat bagi mahluk hidup di sekitarnya. Sebuah pasir yang hanya terlewati dengan air begitu saja, tanpa banyak memberikan manfaat bagi diri juga lainnya.

Maka apabila ilmu menghapirimu, janganlah engkau biarkan ia hanya melewatimu begitu saja, jangan biarkan pula ia menjadi sia-sia bagi dirimu, tanpa engkau berusaha mengambilnya untuk bekal hidupmu, tanpa engkau berusaha meraihnya demi kehidupanmu yang abadi kelak , hingga engkau pun menjadi tak berilmu apalagi menyebarkan ilmu. Dan pada akhirnya engkau pun berjalan diatas kebodohan dan pekatnya hati juga rusaknya keimananmu.

Mudah-mudahan renungan pengingat diri saya ini bermanfaat juga untuk saudara saudariku semuanya…Aamiin yaa Robbal Alamin, dan catatan pengingat ini sudah saya share melalui akun facebook saya.

Penyakit Hati : Al-Hasad (Kedengkian)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Jauhi iri hati dan dengki diantara kita

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Ataukah mereka (orang-orang Yahudi) dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepadanya?”
(An-Nisa’: 54)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلاَ تَحَاسَدُوا“
Janganlah kalian saling iri dan dengki.”
(HR. Muslim)

Dalil-dalil di atas menunjukkan haramnya hasad (iri dan dengki). Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk bersungguh-sungguh menjaga dirinya dari penyakit tersebut, serta khawatir dirinya akan terjatuh padanya. Juga senantiasa berupaya membersihkan diri darinya. Karena hasad itu sangat tersembunyi di dalam jiwa, sewaktu-waktu bisa muncul dan membinasakan dirinya bahkan bisa menghancurkan persahabatan dan persaudaraan yang telah terjalin. Sehingga dari iri hati dan dengki itu, akan melahirkan sifat su’udzan (buruk sangka) terhadap orang lain. Sehingga pada titik lemahnya, dia pun akan berbuat fitnah terhadap siapapun yang dia merasa iri dan dengki terhadapnya terlebih dia mempunyai kepentingan karena merasa tersaingi….naudzubillahi min dzalik. Dan itu bisa dan telah terjadi diantara kita sebagai sahabat sendiri….Astaghfirullah al Adzim.

Oleh karena itulah, kebanyakan orang menolak (tidak mau menerima) kebenaran apabila orang yang membawa kebenaran itu adalah orang yang dianggap sederajat dengannya. Padahal dia akan menerima kebenaran tersebut kalau yang menyampaikan adalah gurunya atau orang yang lebih tinggi darinya.

Abu Hatim Ibnu Hibban rahimahullahu berkata:
“ Kebanyakan hasad (iri dan dengki) itu terjadi di antara aqran (orang-orang yang seumur, sekelas, seprofesi). Orang-orang yang sama profesinya, seperti para penulis, tidak akan hasad kepadanya kecuali para penulis juga. Sebagaimana para hafizh itu tidak akan hasad kepadanya kecuali para hafizh pula. Dan seseorang tidak akan mencapai suatu kedudukan dari berbagai kedudukan dunia kecuali dia pasti akan mendapati orang yang membenci dirinya karena kedudukan tersebut (karena iri dan dengki kepadanya). Maka, orang yang hasad adalah lawan yang senantiasa berusaha menentang.”
(Raudhatul ‘Uqala, hal. 136)

Asy-Syaukani rahimahullahu berkata:
“Di antara sebab yang menghalangi seseorang bersikap inshaf (adil dan ilmiah) adalah apa yang terjadi di antara orang-orang yang berlomba-lomba mendapatkan keutamaan di antara aqran (selevel). Hal itu terjadi pula dalam urusan kepemimpinan dunia maupun agama. Maka apabila setan telah mengembuskan (api hasad) pada dirinya, persaingan pun semakin sengit, sampai pada suatu tingkatan yang bisa menjerumuskan masing-masingnya untuk menolak segala sesuatu yang dibawa oleh lawannya (walaupun berupa kebenaran yang sangat jelas).

Dalam perseteruan ini, sungguh kita menyaksikan dan mendengarkan peristiwa-peristiwa yang mengherankan yang dilakukan oleh segolongan orang-orang yang berilmu layaknya perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman. Mereka menolak kebenaran yang dibawa pihak lawannya serta membantah dengan cara yang batil.”
(Adabuth Thalib, hal. 91-92)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata: “Kesimpulannya, hasad adalah akhlak yang tercela. Yang sungguh memprihatinkan adalah bahwa kebanyakan hasad tersebut terjadi di antara para ulama dan thalabatul ilmi (penuntut ilmu). Terjadi pula hasad di antara para pedagang. Orang-orang yang memiliki profesi yang sama akan hasad terhadap orang-orang yang seprofesi dengannya. Namun yang paling memprihatinkan adalah hasad di antara para ulama lebih dahsyat. Hasad di antara para penuntut ilmu juga lebih dahsyat. Padahal semestinya orang-orang yang berilmu adalah orang yang paling jauh dari penyakit ini. Mereka mestinya adalah orang yang paling baik akhlaknya.
(Kitabul ‘Ilmi, hal. 74)

Al-Allamah Abdurrahman Al-Mu’allimi rahimahullahu berkata:
“ Hasad itu hakikatnya adalah apabila orang lain yang menerangkan kebenaran, maka dia (orang yang dalam hatinya ada iri dan dengki) menganggap bahwa bila dia meyakini kebenaran tersebut berarti dia mengakui kelebihan ilmu dan keutamaan orang itu, serta mengakui kebenaran yang ada pada diri orang tersebut. Sehingga akan semakin membesarkan kewibawaannya di mata umat. Barangkali orang yang mengikuti dia akan semakin banyak. Sungguh engkau akan dapati sebagian orang yang berambisi menyalahkan orang lain adalah dari kalangan ulama, walaupun dengan cara yang batil sekalipun. Hal itu terjadi karena kedengkiannya dan upaya menjatuhkan kedudukannya di mata umat. Kebanyakan terjadinya saling iri dan dengki itu adalah di antara orang-orang yang seusia, sederajat, seprofesi, atau sekelas (agran dari kalangan penuntut ilmu).”

Kuatkan Tekad Untuk Terus Menuntut Ilmu

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Kita harus menguatkan tekad untuk terus menuntut ilmu dan pengetahuan. Selain kita bisa menuntut ilmu dan pengetahuan di rumah, pesantren, sekolah atau tempat menuntut ilmu lainnya, kita juga bisa menemukan banyak kiat-kiat belajar atau motivasi belajar yang bisa kita jumpai di berbagai media massa, baik media cetak, media elektronik maupun media internet .

Tanpa ilmu dan pengetahuan kita tidak akan mengetahui siapa diri kita, siapa Allah ‘Azza wa Jalla, dan jalan untuk pulang kepada Allah Sang Khalik. Makin sedikit pengetahuan, makin pahit hidup ini karena tak banyak masalah yang bisa diselesaikan. Oleh karena itu jikalau kita ingin sukses ingatlah janji Allah ‘Allah ‘Azza wa Jalla :

“… .. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadilah : 11)

Juga sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam :

“Barang siapa yang menginginkan dunia, maka wajiblah baginya dengan ilmu. Barang siapa yang menginginkan akhirat, maka wajib baginya untuk mencari ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan dunia dan akhirat, maka wajib baginya untuk mencari ilmu.”

Kita tahu bahwa segala sesuatu dalam hidup ini selalu berubah. Umur bertambah tua, tubuh bertambah lemah, kebutuhan bertambah banyak, hingga masalah dan potensi konflik pun bertambah. Bagaimana mungkin kita menyikapi segala sesuatu yang selalu bertambah tanpa ilmu yang bertambah pula. Mari kita terus menerus meng-up-grade diri dan memperbaiki diri. Kalau ilmu kita luas, maka akan seperti orang yang berada di puncak gunung, dia akan bisa melihat pemandangan di bawahnya lebih luas. Begitupun, orang yang luas ilmunya, ia akan lebih arif dan bijak dalam melihat kehidupan.

Atau seperti kapal selam di lautan yang dalam, walau dari sana sini air menekan, dia tak pernah kandas tenggelam. Begitupun, orang yang mengerti arti kehidupan dapat menyelami kehidupan ini dengan tenang, tidak panik. Sebaliknya, orang yang sedikit ilmunya seperti perahu di permukaan laut yang selalu terombang ambing ombak. Orang yang tidak berilmu tak bisa menyelami arti hidup, dalam kesenangan membabi buta, dalam kesedihan terpuruk dan putus asa.

Ciri-ciri orang yang kurang ilmu adalah hilangnya kearifan, misalnya menyelesaikan masalah dengan mengandalkan kekuatan otot atau amarah. Kalau semuanya berubah, tetapi ilmu kita tak berubah dan bertambah, maka seringkali yang bertambah adalah peningkatan emosi dan tensi.

Betapa sering kita melihat orang-orang yang terpuruk karena kurang ilmunya. Walau dia mempunyai kedudukan, tetapi jika kemampuannya tidak sesuai dengan amanahnya, maka ia akan menjadi hina justru oleh kedudukannya itu. Jika kita ingin mempunyai masa depan yang baik, maka kita harus mencintai belajar, setiap waktu harus sekuat tenaga menambah ilmu. Jadikan belajar sebagai program harian kita. Setiap hari harus mencari buku-buku untuk dibaca. Kalau melihat televisi, lihatlah program yang bisa menjadi ilmu. Kalau mempunyai uang lebih, ikutilah kursus yang bisa menambah ilmu, wawasan, dan pengalaman. Kemudian, berkumpullah dengan orang-orang yang mencintai ilmu.

Tekadkan dalam hati, wujudkan dengan langkah nyata dan konsisten dengan komitmen ini :

“Setiap hari saya harus mencari ilmu. Setiap hari saya harus bertambah ilmu. Setiap hari saya harus terus memahami ilmu. Saya harus meluangkan waktu untuk mencari dan menuntut ilmu. Saya harus membebaskan diri saya dari belenggu kebodohan dengan mendapatkan ilmu. Saya harus mengamalkan ilmu agar menjadi ilmu yang bermanfaat.”

Kalau kita berilmu, dunia akan datang kepada kita. Firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam hadits Qudsi :

“Hai dunia, layani orang yang hidupnya digunakan untuk mengabdi kepada-Ku dan perbudak orang-orang yang hidupnya hanya sibuk mencari dunia.”

Berfikirlah Hari Ini atau Tidak Sama Sekali


Berfikirlah hari ini atau tidak sama sekali

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Salam Ukhwah dan Persahabatan,

Kata-kata motivasi ini sebelumnya sudah saya share melalui facebook saya, namun saya juga ingin berbagi dengan sahabat lainnya di dunia maya. Sebuah kata-kata motivasi hidup yang sederhana sebagai pengingat diri dan mudah-mudahan bermanfaat untuk sahabat lainnya. Dan juga mengisi kolom motivasi blog makna hidup yang masih sedikit dan sebagai kelanjutan dari artikel motivasi yang berjudul “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

Marilah kita memanfaatkan waktu kita dengan sebaik-baiknya dengan mulai berfikir, merenung, berintrospeksi diri, memotivasi diri sendiri akan hal positif atas hidup dan kehidupan kita. Seseorang akan terus berkembang jika ia selalu memikirkan langkah terbaik dalam hidupnya sesuai kemampuannya.

Berfikirlah hari ini demi hari esok yang lebih baik. Pikirkan apa yang seharusnya kita pikirkan dan jangan pikirkan apa yang semestinya tidak perlu kita pikirkan, karena waktu sangat berharga untuk memikirkan sesuatu. Berpikirlah positif karena ia akan menjadi motivasi terkuat dalam diri dan hidup kita. Jangan pernah berfikir negatif karena ia akan menjadi penghambat rencana kita. Tapi pikirkanlah dampak terburuk dari apa yang akan kita lakukan agar kita selalu berhati hati dalam bertindak.

Renungkanlah perjalanan hidup kita hari ini demi langkah hidup yang lebih tertata rapi. Renungkan apa yang semestinya kita renungkan tapi jangan renungkan kegagalan kita hari ini sebagai keterpurukan. Dan adalah yang terbaik menyiasati kegagalan itu sebagai pelajaran dan cambuk agar diri kita tidak gegabah dalam bersikap juga tidak menyimpang dari jalur rencana hidup kita. Jadikanlah renungan sebagai sarana mengevaluasi diri sampai sejauh mana konsistensi kita terhadap rencana yang telah kita buat dengan perbuatan nyata yang kita lakukan.

Berfikirlah dan merenunglah hari ini atau tidak sama sekali. Tidak perlu berfikir dan merenung jika kita masih mencintai jalan di tempat. Tidak perlu berfikir dan merenung jika kita merasa inilah hari tersukses dalam hidup kita. Tidak perlu berfikir dan merenung jika kebaikan dan kesempatan hari esok akan dibiarkan berlalu begitu saja. Tidak perlu berfikir dan merenung jika masa depan kita tidak menjadi prioritas hidup kita. Maka berfikirlah serta merenunglah apa yang ingin kita raih, apa yang ingin kita gapai, apa yang ingin kita genggam dan terakhir sampaikan ia dalam do’a kita kepada Sang Khalik yang Maha Mengetahui hal terbaik dalam hidup dan kehidupan kita.

Cukupkah hanya dengan berfikir dan merenung tentang hari esok yang lebih baik? Ternyata TIDAK, ada hal yang bisa jadi kita lewatkan yang bahkan ia adalah sebagai kendaraannya, yaitu BERBUAT DALAM TINDAKAN NYATA. Karena semuanya akan menjadi SIA-SIA jika kita hanya berfikir dan merenung serta berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla tanpa ada tindakan nyata yang dilakukan.

Maka motivasilah diri kita dengan segenap pikiran kita, dengan segenap kemampuan kita, dengan segenap keahlian kita, dengan apapun yang kita bisa. Belajarlah dari alam, belajarlah dari setiap perkataan, belajarlah dari setiap perbuatan, belajarlah dari hal-hal kecil, karena dengan belajar kita akan semakin mengetahui kebodohan dan kekurangan diri kita. Wallahu ‘Alam bi Showwab.

“Jika perkataan saya diatas benar adanya, maka itu semata-mata dari Allah Azza wa Jalla dan bila perkatan saya diatas salah, maka itulah kekurangan diri saya sebagai hamba Allah yang awam lagi dhaif.”

( Jika sahabat ingin share ke sahabat-sahabat lainnya, saya persilahkan, namun harap mencantumkan ke link blog maknahidup.blogdetik.com atau ke link halaman facebook Belajar Memaknai Arti Hidup dan Kehidupan Terima kasih - Hak cipta dilindungi oleh Allah Azza wa Jalla)