Susu Kuda Liar Pulau Sumbawa















Kita sering kali mendengar iklan di media yang menawarkan susu kuda liar, tetapi sering bertanya bagaimana sih rasanya, apa bisa kuda liar diambil susunya? Jawabnya, tentu saja susu kuda bisa diperas seliar apapun. Rasanya juga tak kalah dengan susu dari hewan lain.
Prof. DR. Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi dari IPB menyebutkan, bahwa gizi susu kuda liar tidak kalah dengan gizi susu sapi. Populer di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, kuda liar juga ternyata dikembangbiakkan di Sukabumi, Jawa Barat. Bahkan sangat populer di Perancis Selatan. Susunya juga diolah menjadi keju.

Kadar Protein Susu Kuda Dekati Kualitas ASI

Kandungan kadar protein dalam air susu kuda lebih tinggi dan berkualitas daripada susu sapi sebagai alternatif tambahan air susu ibu (ASI) bagi bayi dalam masa pertumbuhan dan untuk kecerdasan otak. 

"Berbeda dengan susu kuda, susu sapi juga mengandung protein dengan kadar tinggi dan justru tidak baik untuk bayi," kata Eva Roma Ida, ketua kelompok peneliti mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung di sela-sela Pameran Kreativitas Mahasiswa Unpad di kampus Jalan Dipati Ukur Bandung.

Rantai protein pada susu kuda Sumbawa lebih pendek dibandingkan dengan yang ada pada susu sapi sehingga mudah dicerna bayi. Secara umum, kandungan protein pada susu sapi sebanyak 17,35 persen dan pada susu kuda 17,52 persen.

Rano Kurnia, anggota kelompok peneliti mahasiswa dalam penelitian berjudul "Analisis Kadar Protein dalam Susu Kuda Sumbawa sebagai Alternatif Susu Formula Bayi" mengungkapkan cara pembuatan susu bubuk kuda. 

Pertama, tes kadar protein dilakukan, lalu dilanjutkan dengan pengeringan untuk dijadikan bubuk. Kandungan susu formula kemasan yang beredar di pasaran tidak menunjukkan bahan-bahan lengkap pembuatannya. 

"Minimal ada 150 bahan, tapi mungkin dijadikan rahasia perusahaan," ucapnya. Oleh karena itu, Rano dan timnya membuat susu formula sederhana dengan bahan yang mengacu pada batch kemasan susu. Tim peneliti berharap penelitian yang dimulai pada akhir April ini akan selesai pada pertengahan Juni 2009.


Susu Kuda, Cocok Untuk Bayi

Kadar lemaknya yang tinggi membuat susu kuda terasa gurih dan creamy. Warnanya putih kekuningan dan biasanya dijual dalam bentuk segar maupun sudah diolah. Susu kuda liar mengandung protein dengan berat molekul rendah sehingga mudah dicerna. Karena komposisinya zat gizinya mendekati air susu ibu (ASI), cocok dikonsumsi bayi.

Sama seperti susu sapi, susu kuda juga merupakan sumber lemak, vitamin, mineral. Asam lemak rantai pendek yang terkandung dalam membuat susu kuda mudah diserap tubuh. Menurut FAO, selain kandungan gizinya yang mendekati ASI, susu cocok untuk bayi karena kadar kaseinnya lebih rendah dibanding susu sapi. Kandunga kasein yang tinggi menurut Made, membuat susu mudah menggumpal dalam perut bayi sehingga lebih sulit dicerna.

Meski berpotensi mengandung Bacillus coagulans yang menyebabkan susu mengalami penggumpalan dan bakteri Citrobacter freundii serta jamur Saccharomyces sp, Aspergillus sp., dan Mucor sp sesuai penelitian yang dilakukan Sus Handayani dari Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, susu kuda liar sesungguhnya mengandung komponen antibakteri alami sehingga membuat susu menjadi awet.

Meski begitu, bila lingkungan luar tidak mendukung seperti pemerahan dengan tangan kotor, disimpan dalam ruangan lembab, susu tetap saja bisa cepat rusak.

Anti Bakteri dan Kurang Resiko Sakit Perut

Seratus gram susu kuda mengandung energi sebesar 44 kkal sedang akan 100 gram susu sapi mengandun 64 kkal dan ASI 70 kkal. Jadi, energi susu kuda lebih rendah dibanding susu sapi. Lebih dari itu, menurut penelitian Heru Yuniati, keunggulan susu kuda ada pada kandungan lisosimnya yang memiliki aktivitas antibakterial.

Enzim ini berfungsi dalam kaitannya dengan laktoferin dan imunoglobulin A (Ig A). Lisosim efektif terhadap Escherichia coli bila bekerja sama dengan Ig A yang juga banyak terdapat pada susu sehingga risiko sakit perut atau diare akibat konsumsi susu dapat dikurangi.

Lisosim ini penting karena perannya sebagai agen antiradang. Bahkan pemberian lisosim pada bayi baru lahir dapat mengurangi indikasi infeksi gastriintestinal atau salura pencernaan.


Susu Kuda Liar Sumbawa
















Pulau Sumbawa selain dikenal sebagai penghasil madu dengan kualitas baik, juga penghasil susu kuda liar. Penghasil susu kuda liar di Pulau Sumbawa terdapat di Saneo Dompu, Tolonggeru Donggo Bima, Wera Bima, Tepal Sumbawa dan beberapa tempat lain di gugusan pegunungan Pulau Sumbawa. Susu kuda liar yang sangat dikenal bahkan telah menjadi mitos untuk vitalitas terutama bagi kaum laki-laki. Apa sebenarnya yang terkandung dalam susu kuda liar tersebut sehingga mitos ini demikian lekat? “Seribu satu misteri masih bisa dikuak dari susu kuda liar,” ujar Dr. Diana Herawati, salah seorang peneliti susu kuda liar yang memfokuskan diri meneliti susu kuda di Desa Saneo Dompu. Desa Saneo dengan penduduknya yang ramah dan bersahaja, berada di bagian Utara Kota Dompu. Desa ini menjadi salah satu penghasil susu kuda liar berkualitas. Sebagian besar masyarakat di desa ini mendapat penghasilan dari produk alami susu kuda. Mereka jarang bekerja di bidang pertanian. Para peternak kuda di Saneo telah membentuk sebuah kelompok yang disebut Kelompok Hidup Bersama. Kelompok yang beranggotakan 50 peternak yang rata-rata memiliki 1-2 ekor kuda inilah mereka mengelola usaha susu kuda liar. “Masyarakat di sini mampu menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil usaha susu kuda dan madu,” ujar Arifin, ketua kelompok tersebut.

Giatnya masyarakat Saneo terutama kelompok ini dalam usaha susu kuda liar yang telah berlangsung puluhan tahun, membuat Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian RI, memberikan penghargaan bagi kelompok ini berupa Penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2009, bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian kategori pelaku usaha penerapan jaminan mutu peternakan, yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI, Boediono, beberapa tahun lalu di Istana Wakil Presiden Jakarta.

Sebelumnya, kuda-kuda di kampung ini tidak disadari memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat namun hanya dipergunakan untuk membantu warga mengangkut kayu dan hasil bumi serta dipakai sebagai alat transportasi ke ladang-ladang di sekitar perbukitan Saneo. 15 tahun belakangan, susu kuda mulai dikonsumsi sendiri oleh masyarakat Saneo, tidak untuk dijual. Setelah itu baru disadari bahwa susu kuda bernilai ekonomis. Maka para peternak mulai menjual susu kuda tersebut, namun pemasarannya masih dilakukan sendiri-sendiri sehingga harganya tidak tetap.

Hal ini membuat para peternak berpikir untuk kemudian bergabung dalam satu kelompok agar bisa melakukan pemasaran bersama-sama. Hal ini dilakukannya karena, suatu kali cerita Arifin dan peternak lain di Saneo, saat mereka menjual susu kuda tersebut kemudian diperbanyak dengan cara memalsukannya oleh pihak lain. Bagi para peternak, hal ini tidaklah membuat usaha mereka bisa berkembang dengan baik. Hingga suatu hari, tepatnya di tahun 2004, seorang peneliti dari Departemen Pertanian RI, Diana Hermawati, datang ke Saneo untuk meneliti khasiat yang terkandung dalam susu kuda liar. Atas prakarsa Diana, pada tahun 2005 kelompok peternak kuda liar Hidup Bersama ini pun terbentuk, sekaligus untuk menghindari pemalsuan susu kuda liar.

Dari hasil penelitian terhadap susu kuda liar ini, terdapat bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. “Susu kuda sangat baik karena mengandung 11 anti bakteri yang bisa membunuh berbagai bakteri penyebab penyakit antara lain, tipus, TBC, penyakit paru, asma dan penyakit saluran pernafasan lainnya,” ujarnya. Dari 2000 sampel susu kuda di Saneo yang diambil dari individu ternak yang diidentifikasi mengandung antimikroba yang sangat kuat, ujarnya. Antimikroba dalam susu kuda dapat menekan laju perkembangan sel kanker dan meningkatkan kekebalan tubuh dan vitalitas.

Hasil ini didapat setelah meneliti sampel susu kuda yang stabil dan terus menerus di Saneo Dompu. Sebelumnya, di beberapa daerah, Diana juga pernah melakukan penelitian serupa namun tidak bisa mendapatkan sampel susu kuda yang stabil dan kontinyu sehingga beberapa kali penelitian yang dilakukannya gagal. “Perlu sampel yang stabil dan terus menerus selama jangka waktu tertentu baru bisa didapat hasil tersebut,” kata Diana yang menghabiskan biaya sekitar Rp 1,1 miliar untuk melakukan penelitian susu kuda di berbagai daerah ini. 

Susu kuda biasanya disebut dengan susu kuda liar. Tidak berbeda memang. Hanya saja penyebutan “liar” pada susu kuda memberikan arti yang semakin menguatkan khasiatnya. Padahal, disebut susu kuda liar karena kuda-kuda jinak tersebut kesehariannya memang dibiarkan liar diperbukitan terdekat dengan perkampungan warga. Namun, ketika masa pemerahan susu, kuda-kuda biasanya dibawa kembali ke kandangnya masing-masing.

Kelebihan susu yang dihasilkan dari kuda-kuda di Saneo adalah dibiarkan atau dilepas liar pada lahan organik seluas lebih kurang 100 hektare di perbukitan dekat Saneo. Lahan seluas ini telah diteliti dan dijaga kealamiannya sejak beberapa tahun lalu. Kuda-kuda ini dilepas pada kawasan tersebut tanpa diikat dan tidak boleh disuntik dengan jenis obat apa pun. 

Bahkan lokasi pelepasan kuda-kuda di kawasan ini, terus dijaga karena harus bebas dari residu logam berat seperti pestisida dan lainnya sehingga tanaman sebagai makanan kuda tumbuh sebagai bahan makanan organik bagi kuda. Kawasan pelepasan kuda juga jauh dari pemukiman penduduk dan polusi. Bahkan jika kuda sakit tidak boleh diobati dengan obat-obatan yang mengandung bahan kimia. “Sejauh ini, para peternak masih terus mempertahankan hal ini,” kata Arifin.

”Susu kuda bukan hanya dikonsumsi sebagai bahan minuman melainkan juga berkhasiat baik bagi kulit karena mengandung gula gulin, protein yang bagus,” ujar Diana yang kini bertugas di Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian RI. Antimikroba yang terkandung dalam susu kuda juga sangat baik untuk regenerasi sel kulit dan juga menghilangkan jerawat.

Karena itu, produk-produk kecantikan berbahan dasar susu kuda mulai dikembangkan seperti, night cream, moisturizer, sabun mandi, sabun muka, body lotion, shampoo, dan lain-lain. ”Produk kosmetik yang dihasilkan dari susu kuda ini telah diuji selama dua tahun dan sebelum dilepas ke pasaran, telah dua tahun pula dilakukan testimoni terlebih dahulu pada pemakai,” ujar Diana.--nik


Susu Kuda Liar dari Mitos Hingga Prosesnya

ENTAH SIAPA yang memulai duluan, yang jelas sejak tahun 1990-an, susu kuda liar mulai dikenal sebagai obat mujarab yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit seperti kanker, leukemia, paru-paru basah, bronkitis, dan tipus. Mitos lain juga menambah tenaga, gairah, dan vitalitas seksual.

Meski belum ada pembuktian klinis terhadap mitos itu, tapi susu kuda liar sejak saat itu menjadi laris manis di pasaran, dan harganya pun menjadi cukup mahal dan terus melambung hingga kini.

Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal sebagai penghasil susu kuda liar, yang pasarannya sudah menyebar hampir di seluruh nusantara. Kabupaten Dompu adalah salah satu daerah sentra produksi susu kuda liar, selain Kabupaten Sumbawa dan Bima, di pulau itu.

Desa Saneo, Kecamatan Woja, merupakan salah satu desa sentra produksi susu kuda liar di Kabupaten Dompu. Lokasi desa itu di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut (mdpl), berjarak sekitar 10 Km dari Kecamatan Dompu, ibukota Kabupaten Dompu.

Meski madu alam juga menjadi produk andalan Dompu, tapi proses pembuatannya sudah awam diketahui. Berbeda dengan susu kuda liar. Walau mitos keampuhannya bisa menyembuhkan beragam penyakit manusia sudah tersebar kemana-mana, namun cara memproduksinya tak banyak yang tahu.

Mendengar namanya saja, pasti pikiran bertanya, bagaimana cara memeras susunya ya?

“Kalau madu kan proses sudah banyak diketahui orang. Sehingga banyak yang dating ke Saneo ini hanya untuk mencari susu kuda liar yang asli, sekaligus melihat prosesnya,” kata Junaiddin, salah seorang warga Desa Saneo.

Pagi hari hingga sore, tidak terlihat seekor kuda pun di desa itu. Tidak ada juga kandang-kandang kuda yang dibuat secara khusus di tiap rumah warga.

Kuda-kuda milik warga dilepas ke hutan sejak subuh, kemudian kuda-kuda itu baru dijemput pemiliknya menjelang petang, untuk diperah susunya.

“Sejak 2004, pemerintah membantu kami juga untuk proses pengemasan susu kuda liar. Jadi susu kuda liar yang sudah diperah, langsung di kemas dikasih segel, untuk jaga keasliannya,” katanya.

Di Desa itu juga dibentuk kelompok tani susu kuda liar Mori Sama dalam bahasa Indonesia berarti hidup bersama, anggotanya kini berjumlah 50 orang.

Untuk menghasilkan sebotol susu kuda liar ternyata membutuhkan banyak waktu dan juga tenaga. Sore itu, Arifin, seorang petani susu kuda liar, menuju hutan bersama belasan petani lainnya, untuk memanggil kuda-kuda mereka. Beberapa diantaranya ibu-ibu yang membawa anaknya.

Jarak Desa ke hutan tak diketahui pasti, tapi perjalanan kaki memakan waktu 1 jam dan agak mendaki bukit, sebelum akhirnya sekumpulan kuda terlihat.

Hutan yang dimaksud ternyata adalah sebuah kawasan berbukit-bukit dan jarang pepohonan. Rumput dan ilalang banyak yang kering, dan tekstur tanahnya berbatuan berwarna coklat keabuan.

Ada sekitar 30-an ekor kuda terlihat, lepas liar di sebuah dataran datar. Beberapa kuda induk masing-masing membawa seekor anak, ada beberapa ekor kuda jantan, dan beberapa ekor kuda betina tanpa anak. Tak ada yang diikat, hanya beberapa ekor yang dipasangi kalung-kalungan bambu dilehernya, untuk menandakan pemiliknya.

“Huiiikkk.. Jara…,” Arifin berteriak kearah kumpulan kuda, beberapa kali. Jara dalam bahasa Indonesia berarti kuda. Petani lain ikut berteriak, tapi setiap petani teriakannya berbeda, ada juga yang menggunakan isyarat tepukan tangan.

Seperti anak SD mendengar lonceng masuk, setelah waktu istirahat, kuda-kuda berlari menuju panggilan pemiliknya. Arifin mengelus-elus kuda induk miliknya, mengikatkan tali, lalu menuntunnya pulang ke Desa. Sementara anak kuda, akan mengikuti induknya.

Perjalanan pulang ke Desa memakan waktu lebih cepat, karena jalannya menurun. Sampai di rumah, Arifin mengikat kuda induknya terpisah dari anak kuda, agar anak kuda tak menyusu. Setelah paling cepat 1 jam, induk kuda pun diperah susunya.

Ini juga harus dilakukan hati-hati, sebab jika salah, kuda bisa mengamuk liar. Setelah menambatkan kekang kuda pada tiang kayu, pelan-pelan Arifin menebar jeratan tali plastik ke salah satu kaki belakang kuda, dan segera menariknya jika kaki sudah masuk jerat. Tali yang mengikat salah satu kaki belakang kemudian ditarik ke bagian leher kuda, sehingga satu kaki belakang dalam posisi terangkat.

Puting susu kuda ada dua terletak di antara perut bagian belakang dan selangkangan.
“Kalau tidak diikat bahaya, bisa kena tendang,” kata Arifin.

Setelah puting susu dibersihkan dengan kain basah, Arifin mulai memerah susu kuda, ditampung dalam sebuah gayung plastik. Setelah itu, susu kuda disaring dan dimasukkan dalam botol kemasan, kemudian disegel, tanpa campuran dan bahan pengawet.

“Ini bisa awet sampai 4 bulan. Malah kalau sudah dua bulan, khasiatnya akan lebih bagus dibandingkan yang baru diperah ini,” katanya.

Botol yang digunakan ada dua macam, yang kecil menggunakan botol plastic sisa air minuman, seukuran 600ml, dan yang besar menggunakan botol kaca sisa sirup berukuran 800ml.

Di Saneo susu kuda liar dalam botol kecil dijual seharga Rp15 ribu, dan yang besar Rp20 ribu. Tapi kalau sudah dibawa keluar bisa malambung harganya, malah di Mataram sudah berharga Rp60 ribu-Rp100 ribu sebotol besar.

Dalam sehari, satu ekor kuda induk bisa menghasilkan 2-3 botol susu. Itu pun pemerahannya bertahap, hingga menjelang pagi. Setelah pemerahan menghasilkan sebotol susu, anak kuda dibiarkan menyusu pada induknya untuk memancing air susu. Lalu, pemerahan dilakukan kembali. Pagi hari sebelum fajar, kuda dilepas lagi ke hutan.

“Jadi susu kuda liar, itu bukannya kuda yang liar yang ditangkap dan diperah susunya. Kuda-kuda ini jinak pada pemiliknya, hanya saja proses pemeliharaannya liar, mereka hidup dan mencari makan di hutan,” kata Junaiddin.

Saat ini, dari 200-an ekor populasi kuda di Desa Saneo, ada sekitar 30 ekor kuda induk yang berproduksi. Rata-rata perhari memproduksi 60-80 botol susu kuda liar. Tapi jumlah itu kadang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Permintaan pasar ada yang dari pedagang lokal, ada pengunjung langsung ke Saneo, ada juga pemesan tetap dari sebuah perusahaan di Jakarta.

Masa produktif induk kuda berkisar 6 bulan menyusui, setelah itu kuda betina lain yang beranak akan menggantikannya. Tapi karena proses kawinnya alami, maka jumlah induk kuda yang bisa memenuhi permintaan pasar akan fluktuatif.

“Kadang seiring kewalahan. Banyak juga pemesan yang mengantri,” katanya.

Permintaan yang tinggi juga berdampak pada kenaikan harga induk Kuda di pasaran. Yang biasanya seharga Rp 1,5, plus anak kudanya, kini bisa mencapai Rp3 juta sampai Rp4 juta. Karena itu petani kuda di Saneo memilih menunggu proses kawin alami ketimbang membeli induk baru. Apalagi untuk induk baru perlu tahap melatih yang cukup memakan waktu untuk mengenal isyarat panggilan pemiliknya.

Rasa susu kuda liar agak sepat dan asam, baunya juga sedikit masam, berbeda dengan susu sapi atau kerbau. Tapi susu kuda liar mampu bertahan hingga 4 bulan, selama disimpan dalam suhu yang dingin. Malah khasiatnya akan lebih bagus setelah dua bulan, ketimbang yang baru diperah.

Sample produk susu kuda liar Saneo sudah diteliti bersama sample susu kuda dari sejumlah daerah lain, seperti Jawa dan Sulawesi. Penelitian itu dilakukan oleh DR Diana Hermawati dari Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor pada tahun 2004.

“Hasil penelitian itu menyebutkan susu kuda liar Saneo memang memiliki kandungan yang bisa mengobati infeksi pencernaan dan kanker lambung,” katanya.

Hasil penelitian juga menyebutkan, susu kuda liar memiliki spektrum luas dalam menghambat pertumbuhan berbagai bakteri.

”Ekspos hasil penelitian itu dilakukan di Dompu, karena hanya susu kuda liar Dompu dan Sumbawa umumnya yang kandungan antibiotiknya masih tinggi. Ya mungkin karena pola makan kuda-kuda itu di hutan, dan juga memakan sejenis ular pohon,” katanya.

Sejak ekspose hasil penelitian itu, tahun 2004 Pemda Kabupaten Dompu menetapkan hanya dua desa, sebagai sentra produksi susu kuda liar di Dompu, yakni Desa Saneo, Kecamatan Woja, dan Desa Taropo, Kecamatan Kilo. Ini dilakukan karena sejak mitos keampuhan susu kuda liar tersebar, dan permintaan naik, ternyata banyak juga produksi susu kuda liar yang tidak lagi orisinal. Banyak yang dicampur air dan pengawet, atau susunya berasal dari kuda ternak kandangan.

Pemerintah setempat terus berupaya membuat fasilitas untuk petani kuda di dua desa itu, agar pengemasan produk, segel dan label bisa dilakukan di tempat asal. Karena fungsinya pengobatannya yang diutamakan, maka harus terjaga keasliannya.

Selain dari hasil penjualan susu kuda liar, masyarakat Desa Saneo yang terdiri dari sekitar 400 KK dan 1.800 jiwa, juga terbantu perekonomiannya dari mulai berminatnya wisatawan asing dan domestik datang kesana.

Tentu saja, penghasilan tambahan dari penjualan susu kuda liar ini sangat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Saneo yang umumnya memang bertani.

”Hasil pertanian bisa untuk dimakan, sedangkan hasil Susu Kuda Liar bisa untuk kebutuhan lain, termasuk menyekolahkan anak-anak,” kata Arifin, petani susu kuda liar.

Kabupaten Dompu terletak di Pulau Sumbawa, membutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan ke arah timur dari Kota Mataram, ibukota NTB. Itu sudah termasuk menyeberangi selat Alas yang membatasi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, lewat pelabuhan Kayangan-Lombok Timur menuju pelabuhan Poto Tano-Sumbawa Barat. Secara geografis letak Dompu diapit Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.


Susu Kuda Liar, Doping dari Sumbawa
















Kuda-kuda ini hidup liar di padang rumput yang banyak terdapat di daratan Sumbawa (photo by YF)

Pernah dengar tentang susu kuda liar yang konon khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat meningkatkan stamina tubuh? Untuk anda yang tinggal di Jakarta dan Bandung mungkin sering mendengar tentang susu kuda liar. Lalu dari manakah berasal susu kuda liar ini? Dan tentu anda penasaran bagaimana kuda yang hidup liar bisa diambil susunya.




Susu kuda liar segar dicampur sedikit madu menambah kesegaran stamina (photo by)YF

Pada hari Kamis, 7 Oktober 2010, kami berkesempatan mengunjungi salah satu tempat penghasil susu kuda liar, yaitu di Kampung Saneo, Kabupaten Dompu, NTB. Menurut informasi dari pak Arifin dari Kelompok tani "Hidup Bersama" yang menjadi ujung tombak usaha susu kuda liar dan madu hutan di Dompu, susu kuda liar mulai dikenal dan diproduksi sejak tahun 1989. Semua itu berawal dari hasil penelitian oleh Dr. Diana, seorang peneliti dari Departemen Pertanian yang menemukan bahwa susu dari kuda liar di Saneo-Dompu mempunyai khasiat paling bagus diantara kuda-kuda lainnya di Indonesia. 

Lalu bagaimana caranya kuda yang hidup liar tersebut bisa diambil susunya? Pertama kuda-kuda tersebut digiring ke dalam suatu tempat yang sudah dipagari. Lalu ditangkap dengan cara di-lasso. Setelah kuda tersebut tertangkap dibawa ke tempat yang terlindung. Di sana kaki kuda bagian belakang diikat dengan tali dan tali tersebut dililitkan ke leher kuda. Tujuannya agar si kuda tidak menyepakkan kakinya ke belakang. 

Kaki belakang kuda diikat dan dililitkan ke leher agar tidak menyepak ketika susunya diperah (poto by YF)

Kemudian setelah semua dipastikan aman, baru dilakukan pemerahan. Tidak sembarangan orang yang bisa melakukan ini. Hanya orang-orang yang sudah "dikenali" oleh sang kuda yang bisa melakukannya, Jika sembarang orang melakukan, biasanya sang kuda akan beraksi tidak tenang. Untuk bisa dikenali oleh sang kuda dibutuhkan waktu pendekatan yang cukup lama. Biasanya tiap kuda punya pemerahnya sendiri. Kuda betina tersebut bisa diperah susunya sampai sekitar 7-8 bulan setelah dia melahirkan anaknya. Dalam satu hari bisa didapat sekitar 2 liter susu dari satu kuda.


Hanya orang tertentu bisa memerah susu kuda liar ini (photo by YF)


Setelah diperah kuda-kuda tersebut dilepas kembali ke alam bebas. Ketika tiba saatnya untuk diperah, kembali kuda-kuda tersebut digiring masuk ke tempat pemerahan. Kuda-kuda tersebut biasanya sudah ditandai "milik" siapanya. Misalnya bapak A jatahnya adalah kuda A, jadi bapak B tidak bisa untuk mengambil susu di kuda A. 

Penasaran dengan rasanya? awalnya saya mengira susu kuda liar ini rasanya pasti aneh. Tapi begitu mencicipi segelas susu kuda liar yang baru diperah dan dicampur sedikit madu hutan, ternyata rasanya sangat segar. Namun menurut bapak Arifin, susu kuda liar baru terasa manfaatnya jika didiamkan beberapa minggu atau bahkan sampai 4 bulan. Rasanya memang akan lebih kecut, tapi semakin lama khasiatnya semakin nge-joss. Susu kuda liar ini tidak boleh terkena sinar matahari langsung dan tidak boleh diberi batu es. Jika ingin dingin, sebaiknya disimpan dalam botol dan diletakkan dalam kulkas.


Susu yang diperah dibatasi agar tidak mengganggu kelangsungan hidup anak sang kuda (photo by YF)

Di Saneo - Dompu, harga sebotolnya adalah Rp. 30.000. Orang Saneo tidak memproduksi secara massal. Mereka tidak mau me-eksploitasi sang kuda. Produksi susu kuda liar hanya semampu sang kuda memproduksi susu. Itu pun tentu jatah susunya berbagi dengan sang anak kuda. Sehingga karena faktor ini, produksi susu kuda liar tidak banyak dan menyebabkan hargarnya jika sudah di luar Sumbawa menjadi tinggi.

Jika Anda berminat, bisa menghubungi Kelompok Tani "Hidup Bersama" di Desa Saneo, Kec. Woja, Kab. Dompu melalui bapak Arifin 081915822429. Jujur aja setelah saya mencoba segelas, badan memang terasa lebih segar dan semakin bersemangat melanjutkan petualangan kembali.