INDAHNYA BERBAGI KEPADA SESAMA



Siapa yang lebih bahagia, pemberi sedekah atau penerima sedekah? Sekilas, nampak kebahagiaan hanya terpancar dari raut wajah penerima. Ia terlihat sumringah saat menggenggam uang sedekah dari yang memberi. Tak lupa, sekelumit doa dan rasa syukur dihaturkan untuk orang yang memberinya sedekah sebagai ungkapan terima kasih. Beberapa penerima, bahkan tak sungkan mencium punggung tangan orang yang telah menyisihkan hartanya untuk mereka. Beginilah pemandangan yang senantiasa tampak dalam setiap episode sedekah berlangsung.
Demikiankah sesungguhnya? Benarkah penerima sedekah jauh lebih berbahagia ketimbang yang bersedekah? bukankah justru seharusnya penyedekah itu yang berbahagia? Setidaknya ada dua tingkatan tujuan sedekah bagi para penerimanya.

Pertama, diharapkan setelah menerima sedekah, mereka mencapai tingkatan berdaya. Setidaknya, dalam rentang beberapa waktu mereka tidak lagi menjadi orang-orang menerima sedekah. Orang-orang yang biasa menerima sedekah ini, seharusnya di waktu tertentu sudah bisa memberdayakan diri mereka sendiri. Tak perlu menengadahkan tangan, meminta-minta dan berharap belas kasihan para penderma. Mereka tak lagi menerima sedekah karena sudah tidak membutuhkan. Meski demikian, dalam tingkatan ini mereka belum menjadi penyedekah.

Tingkatan kedua, yakni mereka berubah status dari penerima menjadi pemberi sedekah. Ini yang paling diharapkan, kalau satu tahun lalu, misalnya mereka masih menjadi penerima sedekah, seharusnya di tahun berikutnya merekalah para penyedekah yang berniat memberdayakan orang-orang yang disedekahinya.Karenanya, sedekah bukan sekadar menaruh uang di kotak amal atau mengumpulkan para fakir miskin, anak yatim, kemudian membagi-bagikan amplop, lantas selesai. Para penyedekah tak selesai kewajibannya hanya sampai sebatas memberi.

Ada kewajiban lainnya, yakni tak membiarkan penerima sedekah menjadi orang-orang yang berketergantungan dengan sedekah. Jangan sampai ada orang yang “menikmati” hidup dengan pemberian orang lain. Ada kewajiban bagi para penyedekah, yakni membuat penerima sedekah itu menjadi orang-orang yang berdaya. Setidaknya hingga mereka sanggup mencapai tingkatan tak lagi bergantung pada sedekah dan bisa menghidupi diri dan keluarganya sendiri.
Sedekah itu tanpa batas. Nilai dan jumlahnya tidak dibatasi, penerima sedekahnya juga tidak terbatas, artinya, penyedekah bisa memberikannya kepada siapa saja, dari yang terdekat hingga terjauh sekali pun. Tak hanya itu, waktu untuk bersedekah pun tak pernah dibatasi, tidak hanya di bulan-bulan tertentu saja, melainkan sepanjang waktu. Selama seseorang mampu untuk bersedekah, baik di waktu sempit mau pun lapang, maka bersedekah dianjurkan.

Karena tidak pernah dibatasi jumlah yang boleh disedekahkan, maka tidak ada nisab untuk sedekah, selama ia mampu maka teruslah bersedekah. Tidak pernah ada ketentuan seseorang sudah boleh bebas tak bersedekah karena sudah terlalu sering bersedekah dan yang terpenting, tidak pernah tertulis dalam sejarah ada orang yang jatuh miskin lantaran bersedekah. Sebab, semua orang yang pernah dan selalu bersedekah tahu betul, bahwa sedekah membuat mereka kaya dan bahagia. Siapa yang tak bahagia berniaga dengan Allah? Kita mendapatkan modal dari Allah, berupa diri dan harta yang kita miliki saat ini. Kemudian dari modal yang dipinjamkan Allah itu, kita diajak berniaga oleh-Nya dengan tawaran keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh pedagang terbesar mana pun di dunia ini. Tak tanggung-tanggung, keuntungan berniaga dengan Allah adalah mendapatkan ampunan dari Allah, kemudian Allah akan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.

Padahal yang diminta Allah kepada kita adalah beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, kemudian Allah juga meminta kita berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kita. Bayangkan, Allah meminta kita menukar harta dan jiwa ini yang keduanya milik Allah dan hanya dipinjamkan kepada manusia dengan balasan surga-Nya. Perniagaan indah nan menguntungkan ini Allah gambarkan dalam Qur’an Surat Shaffat (37) ayat 10-12.

Adakah yang mampu memberikan keuntungan lebih besar dari Allah? Tak bahagiakah orang-orang yang mau berniaga dengan Allah. Bukankah seharusnya orang-orang yang bersedekah jauh lebih bahagia, karena ia telah melakukan perniagaan dengan Allah?

Sedekah itu membahagiakan. Siapakah yang dimaksud? Tentu saja yang bersedekah, sebab selain ia telah mendapatkan kesempatan mengenyam surga Allah, kebahagiaan pula bisa melihat senyum orang-orang yang mendapat sedekah. Tak hanya itu, sedekah masih memberikan banyak manfaat bagi pelakunya, antara lain dilipatgandakannya harta kita, dijauhkan dari bahaya, diberikan kesehatan, dan tentu saja menenangkan jiwa. Adakah yang tak menginginkan kebahagiaan seperti itu? Sungguh, khasiat sedekah hanya satu bagi penerima. Namun terdapat jutaan khasiat yang diperoleh bagi pelakunya. Maka, bersegeralah meraihnya.