Seringkali dalam setiap jejak langkah kehidupan yang dijalani, kita menemukan berbagai fenomena kehidupan yang unik. Terkadang kita sering menemukan ujian berupa kesulitan yang menghimpit atau pada suatu kesempatan yang lain kita juga terkadang berhadapan dengan berbagai ujian kemudahan dalam menjalani kehidupan. Hal demikian wajar adanya, karena inilah kehidupan dunia. Inilah sunatullah, inilah ketetapan yang Allah gariskan di jagad raya. Kehidupan yang melelahkan, kehidupan yang unik yang menyuguhkan bias warna-warni menarik dalam goresan pena-Nya.
Ya, Meskipun warna-warni kehidupan ini merupakan sunatullah yang telah digariskan oleh sang Maha Pemilik kehidupan, tetapi tidak sedikit pula seorang mukmin yang kerap mengeluh dalam menjalaninya. Pertanyaan-pertanyaan pun terkadang terlontar dari mulut maupun hatinya. Kenapa diuji? Kenapa tak bisa memperoleh apa yang dicita-citakan? Kenapa ujian seberat ini? Kenapa selemah ini? Bagaimana harus menghadapinya? Apa yang dapat diperoleh dari semua ini? Kepada siapa berharap? Bagaimana bisa bertahan dengan ujian seberat ini? Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang hadir menghiasi setiap kejadian yang dialami baik secara sadar maupun tidak. Lantas apa solusinya? Tidak lain adalah dengan back to Al-Qur’an, sebagai pedoman utama seorang mukmin, yang di dalamnya ada jawaban cerdas dari Allah atas segala permasalahan hidup manusia. Sebagimana yang disampaikan dalam surat cinta-Nya:
─ Quote
Dalam lembaran sejarah dakwah Rasulullah, fenomena demikian tak lepas menyertai setiap langkah perjuangan beliau beserta para sahabat. Seringkali mereka dihadapkan dengan permasalahan pelik, yang sulit untuk dipecahkan menurut nalar manusia sekalipun. Teror, intimidasi, kekurangan harta, bahkan kekerasan pun menjadi hal yang biasa dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat. ‘Ammar bin Yasir beserta keluarga misalnya, mereka diseret keluar rumah, disiksa dengan sadis di bawah terik matahari oleh gerombolan Bani Makhzum hingga akhirnya ibunda Ammar menemui ajalnya dalam keadaan Islam.
Ataupun kisah keislaman Utsman Bin Affan, yang ketika itu beliau diseret keluar rumah dan diikat di kandang kuda oleh pamannya al-Hakam bin Abu al-‘Ash bin Umayah, namun dengan sabar dan penuh keyakinan Utsman berkata, “Demi Allah aku tidak akan meninggalkannnya selamanya, aku tidak akan berpisah dengannya.” Ya, itulah sekelumit kisah kepahitan hidup yang dialami oleh para sahabat. Tetapi meskipun demikian, mereka tidak lantas larut dalam jurang keputusasaan tetapi mereka menghadapinya dengan lapang dada. Karena kuncinya adalah sabar dan optimis bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang beriman. Sikap inilah yang membawa mereka ke gerbang pintu kemuliaan.
─ Quote
Syawwal tahun kelima Hijriyah, ide brilian muncul dari seorang pemuda cerdas Salman Al-Farisi ra. Ide penggalaian parit ini muncul sebagai bentuk respon terhadap peperangan yang dilancarkan kaum Yahudi terhadap umat Islam. Peperangan itu bernama perang Khandaq. Perang optimisme, perang eksisitensi. Dalam suhu udara yang sangat dingin, kelaparan, dan ancaman musuh, Rasulullah beserta para sahabat terus menggali parit.
Strategi perang baru dalam kancah peperangan yang pernah ada di kalangan bangsa Arab. Di perang ini ruh-ruh optimisme menggelora, menggelayut di benak-benak kaum Muslimin. Ketika pada saat itu Rasulullah mengambil sebuah cangkul untuk memecah batu yang sulit untuk dipecahkan oleh para sahabat.
Dengan optimis, beliau mengucapkan: “Bismillah” dan memukulkan cagkul itu satu kali. Batu itu pun pecah sepertiga bagian dan beliau berucap: “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Syam.” Lalu beliau kembali memecah sepertiga batu itu dan beliau berucap, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Persia. Demi Allah, aku benar-benar menyaksikan istana-istana negeri madyan yang berwarna putih.” Kemudian beliau memukulkan sisa batu itu dan berucap: “Bismillah.” Lalu beliau berucap, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yama.
Demi Allah, aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu gerbang koa Shana’a dari tempatku saat ini. Demikianlah, keimanan jadi indikatornya. Bagaimana Rasulullah tetap optimis dalam menghadapi segala hal meskipun pada saat itu kaum Muslimin sedang didera kelaparan, ancaman musuh, serta berada dalam kondisi suhu yang sangat dingin. Pancaran optimis dari Rasulullah pun meyeruak masuk ke relung-relung hati para sahabat, sehingga dengan izin Allah kemenangan pun bisa diraih dan kaum Muslimin melenggang maju ke pintu peradaban.
─ Quote
Sebagai mukmin tentunya tidak usah risau dengan berbagai problema hidup yang menimpa diri kita. Apabila ditimpa musibah maka bersabarlah, karena kesabaran merupakan perisai agar tidak terjerumus ke dalam lumpur kehinaan. Sementara apabila dilanda kesulitan yang sangat, maka optimislah karena bersama kesulitan itu ada kemudahan. Allah adalah sebaik-baik penolong dan pelindung. Nikmati apapun kejadian yang menimpa hidup ini dengan berusaha mendekat kepada Allah Sang Pemilik kehidupan, karena orang-orang seperti inilah yang akan mendapatkan kesuksesan. Ingat, bahwa optimis adalah kekuatan dan tanda kematangan iman.