PERJUANGAN MELAWAN KRESTENISASI DI MALANG

Ustadz Ir Andri Kurniawan, M.Ag
(Ketua Yayasan Mujahidin)

Brukkk…! Tubuh Andri tersungkur menabrak tong sampah plastik di depannya. Tubuhnya tertelungkup di aspal Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Melihat pimpinan rombongannya tak berdaya, salah seorang jamaah segera membalikkan tubuh Andri. Dari mulutnya keluar busa dan tubuhnya mengejang.

Salah satu jamaah umrah yang dibawanya mencegat jamaah lain yang akan menolong, “Jangan didekati, nanti bisa tertular. Sebentar lagi juga sadar.” Orang itu menyangka Andri mengidap epilepsi. Hingga sekitar satu jam, Andri tergolek di aspal itu. Sampai seorang petugas bandara mengangkat tubuh Andri yang sudah lemah itu ke klinik bandara. Tak berapa lama kemudian, Andri pun dibawa ke Rumah Sakit King Fahd, Jeddah.

Meski sudah sadar, Andri merasakan kepalanya sangat sakit. Menurut hasil pemeriksaan dokter, di kepala Andri terdapat pembuluh darah otak yang melembung. Jika tekanan darah di otak terlalu kuat, pembuluh itu bisa pecah hingga menyebabkan pendarahan. “Alhamdulillah, tekanan darah saya ketika itu normal, sehingga dokter hanya memasukkan alat melalui hidung hingga otak untuk mengempesi gelembung tersebut,” tutur suami dari Winarti dan Inayati ini.

Setelah sadar dari koma selama satu minggu, Andri mengaku sempat didatangi oleh seorang pria yang tak dikenalnya. Ia menyalami Andri dengan tangan kirinya, sementara Andri menyambut dengan tangan kanannya. Tapi betapa terkejutnya Andri, melihat simbol Mossad melekat di tangan kiri pria tersebut. “Dia hanya tertawa, kemudian pergi,” aku lulusan S2 Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Peradaban Islam ini.

Belum hilang rasa heran tentang pria misterius itu, sekitar pukul 1 malam secara tiba-tiba Andri didatangi oleh seorang wanita berpakaian ala suster. “Wanita itu datang langsung menyuntik lengan kanan saya dan perut bagian samping. Dia menyuntik seperti balas dendam,” tegas Andri.

Sekitar satu bulan Andri menjalani perawatan di RS King Fahd, Jeddah. Tak ada keluarga yang menemaninya. Ada perasaan was-was yang bergelayut menghadapi kejadian itu. Syukurlah, ada kawannya, Syaikh Mamduh yang menemani hingga dia keluar dari RS.

Setelah tiba di Malang, dia kemudian menjalani pemeriksaan. Analisa Farhad Bal Afif, dokter spesialis bedah syaraf di RS Lavalette Malang, sakit yang menyerang Andri ini bernama Acoma Aneurin. Yaitu penyakit pembuluh darah otak yang melembung dan akan pecah bila tekanan darah di dalam pembuluh darah terlalu kuat. Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian secara mendadak kepada siapa saja.

Hanya saja, yang membuat banyak orang menaruh curiga, peristiwa mendadak itu disertai dengan keluarnya busa dari dalam mulut. Andri merasa ada yang sengaja meracuninya ketika di pesawat. “Kalau menurut saksi mata, ketika di pesawat, saya terlihat nampak gelisah,” kata Andri.

Lalu betulkah Andri diracun? Tentu saja ini memerlukan visum dari pihak kepolisian. Hanya saja, pria yang disapa Ustadz Andri ini ingat, jauh sebelum peristiwa ini terjadi ada salah seorang jamaahnya di kepolisian yang memberitahu agar dirinya berhati-hati. “Hati-hati Ustadz, Anda sudah diincar,” kata Andri mengulangi perkataan jamaahnya.

Wajar saja jika pria kelahiran Banyuwangi, 22 Mei 1968 ini menjadi incaran. Bagaimana tidak, pimpinan Markaz Dakwah di Malang, Jawa Timur ini sangat aktif dalam menghalau gerakan Kristenisasi di Malang dan sekitarnya. Tak jarang ia terjun langsung ke daerah-daerah yang rawan pemurtadan. Tak saja gerakan Kristenisasi yang dia tangkal, sebuah bukit di Lereng Kawi yang menjadi markas “Zion” pun dihadapinya dengan menempatkan sebuah posko dakwah, yang disebut Laboratorium Dakwah.

Andri banyak bercerita tentang dakwahnya dalam menghadang aksi Kristenisasi di Malang yang didukung oleh dana-dana dari luar negeri. “Malang ini sudah menjadi pusat Kristenisasi di Asia Pasifik,” tutur Andri. Berikut petikan wawancaranya : 

Kabarnya Anda pernah ambruk di Bandara Jeddah, King Abdul Aziz. Bagaimana kronologisnya?

Februari lalu, saya diminta oleh sebuah travel di Malang untuk memimpin jamaah umrah. Ini pertama kali travel itu meminta saya. Saya baru ketemu dengan jamaah itu di Bandara Juanda, Surabaya saat hendak ke Jakarta. Saya tidak tahu satu persatu 43 orang jamaah itu. Cuma ada satu orang yang melihat saya berbeda, dan ketika saya melintas di depannya, dia menegur, “Ini Ustadz Andri ya?” Saya jawab, “Iya.”

Nah, di Bandara Soekarno-Hatta saya kehilangan berkas berupa kartu putih untuk masuk imigrasi di Jeddah. Saya cari dan bertanya ke jamaah tapi tidak ada yang tahu. Akhirnya, kami semua tetap berangkat, karena kartu itu nanti bisa diurus lagi di Jeddah. Ketika tiba di Jeddah, terjadilah peristiwa itu. Saya dapat informasi, jamaah tetap bisa masuk, karena kartu putih itu ternyata ada di tangan orang yang sejak di Surabaya saya curigai dan seseorang lagi yang juga bernama Andri.

Menurut analisa Anda, mengapa Anda dijadikan target?

Memang semenjak saya menyebarkan 1000 keping DVD berjudul Konspirasi Freemasonry di Indonesia yang membahas tentang Codex Alimentarius, sempat ada ancaman kepada saya. Bahkan ada intelijen yang mengatakan bahwa saya sudah diincar. Sebab dari situ, terjadi banyak pemboikotan di mana-mana. Sejak itu saya mulai berhati-hati.

Apa pesan yang Anda sampaikan melalui DVD itu?

Kepingan itu berisi rencana Yahudi untuk menghabisi umat Islam melalui zat makanan yang berbahaya, seperti Fluoride, MSG, Aspartam, dan lain-lain. Datanya valid, ilmiah, dan akademik. Bahkan sebelum diedarkan, saya dibantu oleh seorang dokter di militer. Dia bilang, “Ustadz kok berani?” Dia juga membantu saya untuk uji laboratorium beberapa produk Yahudi yang ada di Indonesia. Ternyata benar. Bahkan hasil riset beberapa dokter, rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit tempatnya dinas itu banyak disebabkan karena mengonsumsi produk-produk tersebut.

Sebelum kejadian ini apakah Anda pernah mengalami hal-hal yang mengancam keselamatan Anda?

Ya, memang setiba di Malang, saya coba mengingat-ingat. Satu minggu sebelum saya berangkat umrah, ada telepon yang mengaku dari “aparat”. Saat bicara, ia menawarkan kendaraan mobil dan barang elektronik yang harganya tiga kali lipat lebih murah. Bahkan orang yang mengaku mengenal saya dari pengajian itu mengirim pesan singkat (sms) ke handphone saya berisi daftar barang-barang itu.

Lantas, bagaimana Anda menanggapinya?

Saya berpikir ini jebakan. Kalau saya beli barang itu, saya bisa kena delik barang ilegal. Saya bisa langsung diambil. Tapi karena jebakan ini gagal, mungkin peristiwa itu (di Jeddah) menjadi opsi kedua. Tapi semua ini qadarullah, insya Allah, ada hikmah di balik itu.

Setelah kembali sekarang ini, apakah masih ada yang berusaha mengganggu?

Ya, pernah ada tamu yang tak dikenal. Awalnya, tamu itu menelepon saya mengajak makan di salah satu warung yang dia tentukan. Lantas saya kasih tahu, saya ini sedang sakit, mohon maaf tak bisa datang. Lalu dia minta alamat saya. Saat datang, ia mulai mengait-ngaitkan saya. Dia bilang, “Ustadz, saya tahu Ustadz sakit dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.” Saya berpikir, lho jadi tidak nyambung, kalau dia tahu saya sedang sakit, kenapa mengundang saya ke warung makan. Saya mulai waspada, ini orang tidak benar.

Lalu, dia mengatakan apa lagi kepada Anda?

Dia juga tanya, “Ustadz setuju dengan tathbiq syariah (penerapan syariah)?” Saya jawab, “Ya, saya setuju sekali.” Tidak hanya itu, dia juga menanyakan apakah saya kenal dengan nama-nama orang yang tergabung dalam sebuah jamaah. Lalu pembicaraan saya alihkan mengenai olahraga, karena saya melihat orang itu berperawakan besar dan atletis. Sampai dia mengaku ternyata dia pelatih beladiri Ju Jitsu di Madiun.
Sejak itu, saya harus lebih waspada.

Waspada seperti apa?

Terutama kalau saya diundang keluar, makanan dan minuman harus saya bawa sendiri. Sebab, tidak menutup kemungkinan ini akan terus berlanjut. Tapi sampai Juni ini, kata dokter, saya masih belum boleh banyak ceramah dan aktivitas di luar.

Di Malang, Anda dikenal sangat aktif dalam menangkal Kristenisasi. Bisa diceritakan?

Sekitar tahun 1995, saya membongkar kasus intimidasi terhadap minoritas Muslim oleh pihak Kristen di Peniwen, Malang Selatan. Waktu itu sempat melibatkan Kodam untuk menyelesaikannya. Suatu hari ketika sedang berdua dengan penduduk Muslim di Peniwen, saya dicegat oleh tokoh Kristen di sana yang membawa parang panjang. Bahkan di belakangnya ada belasan orang yang juga bersenjata. Saya diminta untuk menghentikan pembangunan panti asuhan dan Markaz Dakwah. Saya bilang, “Kami ini sudah mendapat izin dari bupati.”

Lalu, bagaimana respon orang tersebut?

Dia sangat marah dan mengarahkan parangnya ke saya. Nashrullah (pertolongan Allah), parang yang sudah terangkat itu tidak bisa diayunkan ke arah saya. Belasan orang yang akan membantu itu pun mundur, dikiranya saya punya ilmu lain. Padahal, ketika itu saya hanya bergantung pada Allah SWT saja. Meski tadinya saya punya rencana mengorbankan tangan kiri untuk menahan parang, tapi tangan kanan harus bisa melumpuhkan.

Saya jadi semakin yakin, pertolongan Allah SWT itu pasti datang meski pada detik-detik terakhir. Itulah awal terjadi gesekan dengan orang Kristen. Alhamdulillah, kita sudah punya Markaz Dakwah di sana.

Kejadian demi kejadian itu, apakah akan membuat Anda mengurangi kegiatan dakwah?

Insya Allah, untuk masalah itu tidak akan berkurang, karena ini merupakan kebenaran. Bahkan orangtua saya sudah menelepon, katanya, “Kalau kamu mati di jalan Allah, Bapak dan Ibu sudah ikhlas.” Itu yang membangkitkan semangat saya. Bahkan, saya disuruh memberi maaf orang yang menzalimi, insya Allah akan menjadi pahala, itu adalah kemuliaan. Saya sudah berusaha menghubungi pemilik travel yang membawa saya umrah untuk memberi maaf, tapi sampai sekarang tak bisa dihubungi.
(Menurut Ustadz Andri, hingga saat ini travel itu pun tak bisa dihubungi. Bahkan dia sudah mendatangi kantor travel tersebut tapi tak pernah buka lagi).

Anda nampak tetap semangat dalam jalan dakwah ini. Apa resepnya?

Ketika masa awal berdakwah, doa orangtua yang selalu menjadi power. Saya juga seringkali mendekati ulama-ulama, termasuk KH Misbach, mantan Ketua MUI Jawa Timur, selagi dia masih hidup. Bahkan, saya juga seringkali menginap di rumah para ulama untuk belajar kepada mereka.

Lalu, bagaimana Anda menyiapkan keluarga sendiri untuk menghadapi ancaman?

Teror memang sering kami terima, itu yang menempa keluarga. Alhamdulillah, akhirnya keluarga sudah kebal menghadapi hal itu. Saya selalu mengatakan kepada istri dan anak-anak, “Hidup di jalan Allah memang tidak seindah yang dibayangkan, Rasulullah SAW sudah memberitahu hal itu. Yang paling berat ujiannya adalah para nabi, orang-orang saleh, dan orang-orang di bawahnya. Insya Allah, kita akan mulia dengan memilih jalan ini.” *

Tulisan 2

Hadang Kristenisasi dengan 9 Proyek Dakwah

Niatnya sangat mulia, menyelamatkan aqidah umat Islam dari upaya-upaya Kristenisasi. Itulah yang dilakukan pria yang biasa disapa Ustadz Andri ini. Terlebih, menurutnya, Malang kini naik peringkat dari pusat Kristenisasi di Asia Tenggara menjadi Asia Pasifik.

Wajar saja, semua ada di Malang; gereja bertebaran di mana-mana, lengkap juga dengan seminari, pusat teologi, pastoral, dan kesusteran. Ditambah lagi pemimpin Katolik untuk kawasan Asia Pasifik, Romo Albertus Herwanto berasal dari Malang. Dia juga mantan Kepala SMA Santo Albertus atau dikenal dengan SMA Dempo.

Untuk mengimbangi kerja Kristenisasi itu, Andri membentuk lembaga yang diberi nama Yayasan Mujahidin. Lembaga yang berdiri pada tahun 1992 ini lahir setelah Andri menghadap M Natsir, Anwar Haryono, dan Bukhori Tamam. Para pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu membantu Andri mendirikan yayasan sebagai alat perjuangan di Malang, Jawa Timur. Pada saat yang sama juga Andri ditugaskan sebagai dai DDII di sana.

Hingga kini, Andri bersama para dainya tengah mengerjakan 9 proyek dakwah di wilayah Kabupaten Malang. Pertama, Mini Islamic Centre di Desa Kalisari, Kecamatan Kalipare. Kedua, Panti Asuhan Yatim Piatu (PAYP) Ar-Rahman di Desa Peniwen, Kecamatan Kromengan. Ketiga, PAYP Ar-Rahman II di Jalan Kelapa Sawit 74 Malang. Keempat, Laboratorium Dakwah di Desa Sumberdem, Kecamatan Wonosari. Kelima, Pesantren Mahasiswa di Jalan Bendungan Sigura-gura V/26. Keenam, Markaz Dakwah di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso. Ketujuh, Ma’had Tahfizhul Qur’an di Desa Donowarih. Kedelapan, Mini Islamic Centre di Desa Taman Satriyan, Kecamatan Tirtoyudo, Lereng Gunung Semeru. Kesembilan, Laboratorium Dakwah di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo.

“Ini adalah upaya kami dalam menangkal Kristenisasi yang berkembang di Malang,” harap Andri, yang dari usia 2 tahun hingga SMA hidup bersama seorang missionaris di Banyuwangi.

Bisa Anda jelaskan peta gerakan Kristenisasi di wilayah Malang dan sekitarnya?

Di Malang terdapat dua proyek segi tiga emas gerakan Kristenisasi. Di pintu utara ada Lawang, Batu, dan Karangploso. Sementara di selatan, ada Peniwen, Sitiarjo, dan Suwaru. Di wilayah utara, mereka sempat akan menggenapkan proyek segitiga emas di Karangloso. Strateginya, ada orang Islam yang membeli areal sekitar 5 herktar. Tidak tahunya selang beberapa saat tanah itu diserahkan ke Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia. Rencananya di tempat itu akan didirikan seminari terbesar se-Asia Tenggara. Tapi, alhamdulillah, setelah kami mendirikan masjid di depan tanah tersebut, Bupati Malang mencoret surat pendirian seminari itu.

Bagaimana dengan gerakan Kristenisasi untuk wilayah selatan?

Proyek wilayah selatan banyak dibiayai oleh pejabat negara yang beragama Kristen. Pada tahun 1989, mereka membangun kawasan Katolik di daerah Donomulyo. Di sana ada rumah sakit besar, kesusteran, pastoral, gereja, dan panti asuhan. Bahkan jalan menuju dearah itu dinamakan Jalan Salib. Di daerah itu banyak penganut komunis, sehingga Kristenisasi seolah menjadi dewa penolong bagi anak-cucu pengikut aliran merah itu. Doktrin mereka, kalau masuk Kristen bisa selamat, tapi kalau masuk Islam justru dibunuh. Akhirnya, mereka berbondong-bondong masuk Kristen. Bahkan yang sudah Islam pun ada yang mengubah aqidahnya, karena diiming-imingi uang Rp 25 ribu setiap kali datang pada kegiatan Minggu.

Apa strategi yang Anda lakukan untuk mencegah Kristenisasi?

Soal strategi saya diajari oleh Allahuyarham KH Misbach, mantan Ketua MUI Jawa Timur. Katanya, kalau ingin mematikan ular harus hantam kepalanya, jangan hantam ekornya. Makanya, kita berusaha mencegah mereka di utara, Karangploso dan selatan, Peniwen. Mungkin ini juga yang membuat saya menjadi incaran.

Untuk saat ini bagaimana strategi Kristenisasi?

Mereka menggunakan pendekatan budaya, seperti yang dilakukan oleh Kristen Syria Ortodok yang dipelopori oleh DR Bambang Nurseno, dosen sebuah perguruan tinggi Kristen di Malang. Saya sempat memergoki kegiatan mereka yang mengundang beberapa panti asuhan di Kota Malang. Penganutnya terlihat menggunakan busana seperti seorang Muslim, tapi lambang-lambang salib menghiasi di ruangan itu. Banyak orang desa yang tertipu dengan cara tersebut. Ini cukup membahayakan.

Apakah pemberian sembako masih mereka lakukan?

Masih. Dana mereka cukup kuat. Di Jalan Bromo, Malang, dulu ada kantor lembaga donornya. Lembaga itu dananya langsung dari Amerika. Sementara gereja-gereja Katolik, mereka langsung punya akses ke Vatikan.

Menurut Anda apa yang membuat Malang menjadi pusat Kristenisasi?

Pertama, karena berhasilnya mereka membuat daerah operasional kegiatan Kristenisasi. Kedua, pertumbuhan gerejanya luar biasa, sudah melampaui dari kebutuhan penduduk Malang. Di sini juga mereka mendidik laskar Kristus, seperti di Lawang. Mereka disusupkan ke mana-mana, misalnya yang terjadi di Majelis Taklim Masjid As-Salam. Saat pengajian, laskar Kristus itu memakai cadar. Seorang akhwat di sampingnya merasa curiga dengan gelagatnya, yang saat pengajian sibuk mengirim pesan melalui telepon genggam. Benar saja, saat ditanya dan dibuka paksa, orang bercadar itu ternyata seorang laki-laki.

Hal seperti itu pernah terjadi beberapa kali di Malang. Ada juga yang modusnya menjadi muallaf.

Bagaimana peran ormas-ormas Islam dalam menghadapi gerakan Kristenisasi ini?

Alhamdulillah, untuk mengimbangi Kristenisasi di Malang, sudah banyak ormas Islam, termasuk Hidayatullah, yang terjun dan bergerak bersama. Juga dari pengajian atau majelis taklim ibu-ibu. Beberapa waktu lalu ada pengajian ibu-ibu dari Masjid Sunda Kelapa Jakarta yang datang ke lokasi dakwah kami di lereng Gunung Semeru. Alhamdulillah, terkumpul dana untuk membangun masjid dan tempat pendidikan.

Anda mendirikan Yayasan Mujahidin, apa saja aktivitasnya?

Kami membuat 9 proyek dakwah di daerah rawan Kristenisasi yang ada di Kabupaten Malang. Bukan di daerah yang sudah mayoritas Muslim.

Kesembilan proyek dakwah itu apakah juga berada di lokasi segi tiga emas yang tadi Anda ceritakan?

Iya tentu, dari kesembilan itu, ada dua proyek dakwah yang memang sengaja ditempatkan di sana. Ini dalam rangka merealisasikan pesan Kiai Misbach yang kalau ingin mematikan ular harus dari kepalanya dulu, seperti yang di Peniwen dan Karangploso.

Bagaimana hasilnya?

Seperti di Desa Peniwen, alhamdulillah, kita sampai menggagalkan aparat desanya yang memaksakan seluruh identitas di kartu tanda penduduk (KTP) harus beragama Kristen. Itupun setelah aparat militer dari Kodam turun tangan dengan mengirimkan intelijennya ke desa itu.

Hasil dari pengamatan mereka memang ada pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah desa dan gereja di Peniwen yang sudah melampaui batas. Bahkan Pangdam merasa kaget. Mereka baru saja menguasai satu desa sudah bikin aturan yang memaksakan seperti tadi; KTP harus Kristen, meski orang Islam. Bahkan ada pendatang beragama Islam, harus menyetorkan surat nikahnya ke gereja, lalu surat nikahnya diganti dari gereja dan agama di KTP menjadi Kristen. Ini memang upaya untuk membuat seolah-olah kampung itu 100 persen Kristen.

Anda juga punya Laboratorium Dakwah. Apa maksudnya?

Iya, itu karena di satu lokasi ada bentuk-bentuk gerakan yang unik, dan kita perlu melakukan monitoring dan pembinaan masyarakat sekitar. Misalnya yang di lereng Gunung Kawi itu ada Markaz Zion yang tertutup pagar tinggi, bahkan dijaga oleh aparat. Mereka tidak melakukan gerakan ke masyarakat, tapi hampir setiap tengah malam datang mobil dan bis mewah ke sana. Tapi sekarang sudah sepi.

Begitu juga laboratorium dakwah lain di Desa Ngadas, Bromo. Di sana Muslim hanya 10 persen, mayoritas Budha dan Hindu. Pernah ada kejadian umat Islam yang dibunuh. Sekarang kita masih membina mereka yang Muslim.

Apakah Anda juga melakukan dakwah dalam bentuk pemberdayaan ekonomi?

Kalau kita sendiri belum melakukan. Tapi biasanya ada lembaga dakwah lain yang memang fokus pada pemberdayaan ekonomi, seperti BMH dan YDSF, yang bersinergi dengan kita.

Untuk menjalankan proyek dakwah ini tentu diperlukan dai yang siap. Bagaimana Anda merekrut para dai?

Belajar dari pengalaman, kalau kita mengambil dai luar Malang, banyak yang tidak kerasan. Akhirnya kita bina pemuda-pemuda di sana, lalu kita percayakan untuk membina desanya sendiri. Di samping itu kita melakukan pembinaan dai di Ma’had ‘Ali kita sendiri, yang nantinya menggantikan para dai yang sekarang sedang bertugas. Mereka yang sedang proses pembinaan ini sudah mapan dalam hafalan dan keilmuannya.