DIBALIK KESULITAN ADA KEMUDAHAN



Bersyukur dan optimis dapat memberi kegembiraan dalam jiwa, membuka cakrawala hati menjadi luas dan juga menjadi motor menggerak kebahagiaan, kegembiraan & produktifitas. Bersyukur dalam hidup ini melahirkan sikap optimis, sikap optimis hanya akan muncul bila kita senantiasa bersyukur karena sikap optimis tertanam keyakinan datangnya kesembuhan ketika sakit, datangnya keberhasilan ketika gagal, datangnya menang ketika kalah, datangnya kebahagiaan ketika bersedih. 

Membuka pintu harapan, menenangkan hati terhadap rasa takut, menghimpun segala kekuatan & membangkitkan semangat memohon pertolongan & bertawakal kepada Allah. Setiap orang yang beriman yakin akan janji Allah bahwa. ‘Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS. al-Insyiraah : 5-6).

Kemampuan mensyukuri nikmat Allah berarti kita menyakini tidak ada yang disebut dengan keberhasilan terlambat datang, tidak ada kebahagiaan yang bisa tertunda sehingga kita tidak perlu tergesa-gesa atau gelisah menghadapi masa sulit karena segala urusan didalam hidup kita ada didalam genggaman Allah yang mencipta dan mengatur segala kehidupan di alam semesta ini. Allah tidak mentakdirkan sesuatu melainkan ada hikmah yang dikehendakiNya karena Allah Maha Bijak dan Maha Mengetahui, maka tidak ada yang sia-sia di dalam hidup kita.

Banyak kebaikan yang melimpah ruah yang tersembunyi dibalik peristiwa menyedihkan yang tidak kita sukai, tanpa kita sadari dibalik peristiwa yang menurut kita pahit ternyata manis dikemudian hari. Menurut kita menyedihkan namun membahagiakan dilain waktu, sebagaimana Firman Allah yang berbunyi, ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahuinya.’ (QS. al-Baqarah : 216).

Sahabat"ku,
kenapa kita harus selalu Berbaik Sangka Pada Allah Subhannahu wa Ta'ala ?

Jika seorang hamba tidak berbaik sangka kepada Allah karena kebaikan sifat-sifat-Nya, hendaklah berbaik sangka kepada-Nya, karena nikmat dan rahmat yang telah kamu terima dari-Nya, Dia hanya membiasakan memberikan nikmat kepadamu dan hanya menganugrahkan kebaikan kepada dirimu”.

Berbaik sangka kepada Allah adalah satu dari beberapa maqam keyakinan. Terbagi atas dua golongan, menurut keadaan manusia yang mengamalkannya yaitu yang bersifat khusus dan bersifat umum. Yang termasuk khusus adalah golongan ulama’, orang-orang yang taat dan dekat kepada Allah.

Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada manusia dan mahluk di alam ini. Mereka telah merasakan kenikmatan dari sifat rahman dan rahimnya Allah , ia melihat semua kejadian dan peristiwa apapun yang dialaminya, ia suka atau tidak, senang atau sengsara, untung atau rugi, sakit atau sehat, ia melihat semuanya adalah anugerah dari Allah, ia berperasangka baik kepada Allah. Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang menimpanya, seumpama musibah yang merenggut harta benda dan nyawa diri dan keluarganya. Ia menerima dengan syukur dan penuh harapan kepada Allah, bahkan mengharap ridha Allah atas kejadian dan peristiwa tersebut.

Hamba yang berbaik sangka (husnuzhzhon) kepada Allah, melihat bahwa sifat Allah yang maha sempurna adalah bagian dari perlindungan Allah kepada manusia dan alam semesta. Sifat-sifat itu memberkati alam semesta, menolong manusia dengan penuh kasih sayang, dan menempatkan manusia sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah yang maha tinggi dan maha mulia. Allah bersifat Pelindung dan Pengasuh Alam Semesta, karena Dia adalah Robbul ‘Alamin. Allah mengampuni kesalahan dari perbuatan manusia yang suka merusak ciptaan Allah, dengan sifat Al Ghofur-Nya. Allah menyelamatkan manusia dari bencana, karena sifat As Salam-Nya.

Husnuzhzhon(berbaik sangka) orang awam kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, karena mereka telah merasakan dan menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka timbullah rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Allah, dengan diikuti kedekatan dan takwa dalam ibadah dan amal. Hingga kehidupannya selalu dipenuhi rasa optimis !

Alam telah memberikan manusia beragam kenikmatan, seperti hasil bumi, air, minyak, binatang ternak, udara segar, hidup yang penuh kesenangan semua ini adalah bagian dari pemberian Allah yang langsung dirasakan kenikmatannya oleh manusia. Oleh karena itu, manusia patut berbaik sangka kepada Allah, apabila pada suatu waktu alam menjadi murka, seperti terjadi angin kencang yang merobohkan rumah, dan menggelorakan lautan, atau hujan lebat terus menerus, lalu terjadi banjir bahkan tsunami, Gunung meletus yang menyengsarakan penduduk, kebakaran yang meratakan perkampungan dan pedesaan. Orang awam yang beriman menghadapi peristiwa seperti itu, hendaklah tetap husnudzon(berbaik sangka) kepada Allah, karena peristiwa tersebut adalah akibat perbuatan manusia sendiri. Manusia tidak menjaga Alam sekitarnya, tidak memelihara anugerah Allah dan tidak memperhatikan gelagat alam yang ada di sekitarnya.

Berperasangka baik kepada Allah, baik dengan memahami sifat-sifat Allah yang suci dan maha mulia, atau dengan melihat pemberian dan anugerah Allah yang luas dan banyak, manusia akan bertambah iman dan ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla. Tidak berperasangka buruk kepada-Nya, karena perasaan dan kebiasaan, atau masalah-masalah yang dihadapinya tidak terpecah atau hal-hal khusus yang tak terselesaikan oleh manusia.

Demikian juga anugerah yang diterima manusia dari Allah SWT ialah dengan menjadikan mereka bersaudara, berkasih sayang dan hidup tolong menolong. Rahmat dan kasih sayang Allah yang melimpah kepada manusia itu termasuk peraturan dan hukum serta akhlak. Manusia pun dilarang berperasangka jelek (suudzon) kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. Karena apa yang tidak disukai manusia tidak selamanya jelek, dan kadang-kadang mendatangkan kebaikan.

Allah Subhannahu wa Ta'ala mengingatkan dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 216: “apa yang tidak kamu sukai barangkali baik untuk kamu, dan apa yang kamu sukai barangkali menjadi jelek untuk kamu….”

Husnudzon kepada Allah dalam melaksanakan amal, tidak lain adalah dengan cara memperbagus ibadah dan amal saleh. Mengharapkan ampunan dan maghfiroh dari Allah. Lawan husnudzon adalah suudzon. Maksudnya berperasangka buruk kepada Allah, bahwasannya Allah tidak mendengar doa dan permintaan seorang hamba, karena si hamba banyak dosanya. Atau merasa banyak dosa, sehingga enggan dan kuatir meminta ampun kepada Allah karena takut dimurkai Allah. Suudzon seperti ini disebabkan karena kurang pengetahuannya tentang ajaran islam yang benar. Suuudzon juga bisa mengakibatkan orang pesimis dan berputus asa kepada rahmat Allah. Adakalanya seorang hamba suudzon terhadap Allah, karena ia merasa telah melaksanakan ibadah dengan baik, telah berdzikir, telah berdoa kepada Allah, tetapi sampai saat ini, ia belum menerima pemberian Allah. Ia merasa permohonannya tidak didengar dan tidak diterima oleh Allah.

Tidak semestinya seorang hamba merasa tidak didengar, tidak diterima, tidak diberi oleh Allah Azza wa Jalla. Tidak patut seorang hamba berpikir dan berperasaan seperti itu. Oleh karena apabila diperhatikan dan dirasakan oleh setiap orang yang masih diberi nafas, dan ia diberi aktivitas hidup, selalu mendapatkan kenikmatan dan anugerah dari Allah. Hanya manusia tidak mau merasakan pemberian Allah yang banyak. Ia hanya meminta dan tidak mau menghitung dan memikirkan apa yang telah diterima dari Allah. Orang seperti ini tidak pernah bersyukur, dan selalu berkekurangan, sehingga ia merasa Allah belum memberikan apa-apa kepadanya. Ia telah kufur nikmat sehingga ia selalu berperasangka buruk kepada Allah. Akibat dari sikap seperti ini, ia bisa mengidap penyakit putus harapan atau kehilangan kemudi.

Jangan sampai seorang hamba dalam hidupnya tetap dalam keadaan suudzon kepada Allah. Dalam hadits dari sahabat jabir, Rasulullah mengingatkan: “barang siapa yang berketepatan hati untuk tetap berhusnudzon terhadap Allah, laksanakanlah” kemudian membaca ayat 23, surat sajadah yang artinya: “dan itulah sangka buruk yang kamu duga tentang Tuhanmu, yang membawa kamu kepada kebinasaan, sehingga jadilah engkau golongan yang sangat merugi”

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al khudri, Rasulullah SAW sedang sakit, Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam berkata kepadanya: “bagaimana kamu berperasangka kepada Tuhanmu?” ia menjawab: saya berperasangka baik, Rasulullah bersabda lagi, “berperasangkalah kamu kepada-Nya sesuka kamu, sesungguhnya Allah bersama dugaan orang mukmin”.

Boleh berperasangka kepada Allah, selama prasangka itu prasangka yang baik. Prasangka yang paling baik adalah prasangka orang-orang beriman dan saleh, yang hanya berharap ridha Allah belaka. Allah tetap akan merahmati dan memberkati orang yang suka berperasangka baik kepada Allah, baik dengan sifat-sifat Allah atau karena Allah telah membuktikan pemberian-Nya kepada manusia dan alam ini.
Wallahu a'lam.