Oleh : ANIS KISMADI,
SH.
Dalam
melaksanakan pekerjaan saya sehari-hari, beberapa kali saya ditanya oleh
klien-klien yang awam, yang menyatakan bahwa mereka akan melakukan balik nama
sertifikat berdasarkan kwitansi lunas dari Penjual atas pembelian tanah
dan/atau bangunan. Beberapa orang menganggap hanya dengan menggunakan kwitansi
lunas tersebut mereka sudah dapat melakukan balik nama sertifikat tanah yang
mereka beli.
Pada
kenyataannya tidak semudah itu. Yang menjadi persoalan adalah jika si penjual
sudah tidak bisa ditemui lagi atau sudah meninggal dunia, maka pembeli tersebut
akan mengalami kesulitan dalam melakukan peralihan hak atas tanah dan bangunan
dimaksud.
Pada prakteknya,
untuk dapat melakukan balik nama (dalam hal ini peralihan hak) atas tanah
dan/atau bangunan, harus dilakukan dengan cara tertentu, yaitu jual beli,
hibah, tukar menukar, atau inbreng (pemasukan ke dalam suatu perusahaan). Pada
kesempatan ini akan saya bahas mengenai peralihan hak dengan cara jual beli.
Jual beli
merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan biasanya
diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai. Terang artinya di
lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya di bayarkan
secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan
proses jual beli dimaksud.
Dewasa ini, yang
diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang terdiri dari:
- PPAT sementara –> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah –daerah terpencil
- PPAT –> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah kerja tertentu
Data-data apasaja yang harus dilengkapi untuk proses jual beli & balik nama
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
I. Data tanah, meliputi:
- Asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran
(bukti bayarnya) - Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)
- Asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah
selesai proses AJB) - Bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)
- Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat
Roya dari Bank yang bersangkutan
Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional
a.Perorangan:
a.1. Copy KTP suami isteri
a.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
a.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)
b.Perusahaan:
b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
b.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari
Menteri kehakiman danHAM RI
b.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atauSurat
Pernyataan Sebagian kecil asset
c.Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya
tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang
melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-
data yang diperlukan adalah:
c.1. Surat Keterangan Waris
-Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan
dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat
-Untuk WNI keturunan:Surat
keterangan Waris dari Notaris
c.2. Copy KTP seluruh ahli waris
c.3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
c.4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau
Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada
salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris
(dalam hal tidak bisa hadir)
c.5. bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana
besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi
dengan Nilai tidak kena pajaknya.
Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang
bersangkutan.
Contoh Perhitungannya:
-NJOP Tanah sebesar Rp. 300juta, berlokasi di wilayah bekasi:
Nilai tidak kena pajaknya wilayah bekasi adalah sebesar Rp. 250jt.Jadi pajak yang harus di bayar =
{(Rp. 300jt – Rp. 250jt) X 5%} X 50%.
Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250jt, maka penerima waris tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)
Sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:
1. Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantor
pertanahan yang berwenang
2.Para pihak harus melunasi pajak jual beli
atas tanah dan
bangunan tersebut.
Dimana penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
-Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 %
-Pajak Pembeli (BPHTB) =
{NJOP/harga jual - nilai tidak kena pajak} X 5%
a.1. Copy KTP suami isteri
a.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
a.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)
b.Perusahaan:
b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
b.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari
Menteri kehakiman dan
b.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau
Pernyataan Sebagian kecil asset
c.Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya
tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang
melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-
data yang diperlukan adalah:
c.1. Surat Keterangan Waris
-Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan
dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat
-Untuk WNI keturunan:
c.2. Copy KTP seluruh ahli waris
c.3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
c.4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau
Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada
salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris
(dalam hal tidak bisa hadir)
c.5. bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana
besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi
dengan Nilai tidak kena pajaknya.
Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang
bersangkutan.
Contoh Perhitungannya:
-NJOP Tanah sebesar Rp. 300juta, berlokasi di wilayah bekasi:
Nilai tidak kena pajaknya wilayah bekasi adalah sebesar Rp. 250jt.Jadi pajak yang harus di bayar =
{(Rp. 300jt – Rp. 250jt) X 5%} X 50%.
Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250jt, maka penerima waris tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)
Sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:
1. Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantor
pertanahan yang berwenang
2.
bangunan tersebut.
Dimana penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
-Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 %
-Pajak Pembeli (BPHTB) =
{NJOP/harga jual - nilai tidak kena pajak} X 5%