Sebagai manusia biasa, wajar saja kalau guru merasa kesal. Namun menjadi tidak wajar kalau sampai menjadi emosional, Hukuman adalah konsekuensi dari sebuah perbuatan yang ingkar atau keluar dari aturan yang telah disepakati. Hukuman juga sebagian dari fenomena kehidupan yang berfungsi untuk mengubah, meluruskan atau menanamkan rasa tanggung jawab pada diri orang.
Karena itu, jika ingin pribadi murid terbentuk, mungkin saja seorang guru mengambil berbagai tindakan yang mungkin, termasuk memberikan hukuman. Namun demikian, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam memberikan hukuman.
1. Hindari hukuman, utamakan memberikan penguat pada perilaku yang dikehendaki
Memang yang diutamakan adalah tidak menghukum. Jika masih memungkinkan, seorang guru lebih baik fokus kepada perilaku yang positif dari siswanya. Harapannya, jika perilaku positif diperhatikan dan diperkuat, maka energi anak akan diarahkan untuk melakukan hal tersebut. Karena mendapat penguatan, misalnya dengan hadiah atau pujian, maka anak akan fokus kpeada perilaku tersebut.
2. Fokus kepada perubahan yang diharapkan
Hukuman hanya alat, Yang utama adalah perubahan sikap dan perilaku dari murid. Jika terjebak hanya berkutat pada hukumannya, maka kecenderungannya akan menjadi emosional.
3. Gunakan prinsip ekonomis dalam menghukum
Apa itu prinsip ekonomi? Masih ingat dengan berkorban yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya? Iya, itu prinsip ekonomi. Seorang guru sangat penting memahami bentuk-bentuk hukuman beserta efeknya buat anak atau murid. Membuat level hukuman juga sama baiknya, misalnya mengurutkan dari memberi tahu, memarahi, sampai melakukan hukuman fisik. Jika dengan memberi tahu saja perilaku murid sudah berubah sesuai dengan yang diharapkan, kenapa harus melakukan pemukulan? Ini bersesuaian dengan poin 2, fokkus kepada perubahan yang diinginkan.
4. Hukuman yang tepat dan proporsional
Hukuman juga tetap harus proporsional. Mengamati terus hukuman yang sedang dijalankan oleh murid sangat penting. Pada saat mengamati, guru bisa tahu perubahan yang terjadi, minimal perubahan ekspresi. Guru yang sering mengamati muridnya pasti lebih kenal, apakah muridnya sudah ‘kapok’ atau sudah berubah perilakunya. Lebih mudahnya guru bisa saja memberikan kelonggaran kepada murid untuk menyatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan lagi. Misalnya hukuman lari keliling lapangan. Guru mungkin bilang, “Kamu terus berlari sampai aku bilang berhenti”. Di tengah berlari, guru mengamati. Kelelahan adalah batasnya, bukan dendam. Amati wajah murid. Jika mulai lelah, maka guru bisa bilang “Jika kamu merasa dirimu sudah berubah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka silahkan berhenti.
5. Iringi hukuman dengan komunikasi
Jangan terapkan hukuman bisa. Artinya, guru hanya menghukum secara mentah tanpa penjelasan apapun. Ini jadi mekanis. Yang ada hanya hubungan antara kesalahan dan hukuman, tidak ada nilai plus yang berupa pendidikan. Misalnya anak disuruh berdiri di depan kelas. Mungkin guru sambil menjelaskan untuk apa hukuman tersebut diberikan. Jika siswa ingin bicara, persilahkan. Polisi saja selalu tanya, “tahu kesalahannya apa?” ketika hendak menilang.
6. Sudahi dengan ending yang manis
Hukuman adalah sarana untuk mendidik. Perubahan sikap dan perilaku murid adalah tujuan akhirnya. Jika murid telah menunjukkan perubahan dan berkomitmen untuk menjaga sikap dan perilakunya dari kesalahan yang sama, maka murid tetap layak mendapatkan apresiasi.