Bermula saat Mega pulang ke Tanah Air dan mendapatkan inisiatif dari obrolan bersama sang ibu mengenai anak di dekat tempat tinggalnya yang sulit untuk membayar SPP. Tergerak hatinya, Mega menawarkan membantu anak tersebut menggunakan dana pribadi yang didapatkannya dari menyisihkan uang sakunya selama di `Negeri Sakura'.
Tidak disangka perempuan berhijab itu ada banyak anak yang membutuhkan pertolongan serupa. Karena itu, Mega mengajak semua mahasiswa Indonesia yang berada satu kampus dengannya untuk melakukan hal yang sama.Respons positif pun didapatkan. Banyak rekan yang ikut ambil bagian dalam pola orangtua asuh tersebut.
“Bahkan teman-teman saya dari luar negeri pun ada yang ambil bagian,“ ucap Mega.
Mega pun memberi nama komunitasnya Hoshizora, dalam bahasa Jepang berarti `langit yang berbintang'. Sebuah kata yang mengandung filo sofi anak-anak Indonesia harus berani bermimpi dan mewujudkan impian mereka.
Gerakan Mega dalam Komunitas Hoshizora terus berlanjut hingga Mega memiliki pekerjaan di Jepang. Ia akhirnya melepaskan pekerjaannya demi mendirikan kantor pusat Hoshizora di Indonesia.
“Tapi alasan yang utama ialah karena pada saat itu saya sudah menikah dan suami saya berada di Indonesia,“ terang Mega.
Hoshizora merangkul para pelajar di tingkat SD, SMP, dan SMA. Guna memajukan generasi muda yang ingin melanjutkan ke bangku kuliah, sebuah bimbingan dan pengarahan bagi anak didik untuk mendapatkan beasiswa diberikan Mega dan 10 staf yang berada di Hoshizora.
“Selama ini kan beasiswa banyak, tapi pengetahuan mereka akan informasi tersebut sangat sedikit,“ pungkas Mega. (Ric/M-4)
Sumber : MI/15/02/2015/Halaman 16