Uuuuchh...!! .berat rasanya hati ini untuk berkata, tapi
saya harus berusaha memulainya. Tanpa hati bicara, alam ini akan sepi dan
kehilangan satu sumber suara dalam memuji keindahannya.
Apa kabar sahabat.... lewat hati ini, saya akan
mencoba kembali tuk menulis. Semoga saja dapat menjadikan teman hati sahabat
dikala sama-sama sedang sulit berkata.
Sahabat....
Pernahkah suatu saat kita main ke rumah teman, saudara atau
tettangga. Dimana ketika kita dipersilakan masuk oleh anak atau pembantunya
untuk menunggu sebentar duduk diruang tamu, karen orang yang ingin kita jumpai
masih di dalam. Di ruang tamu, terasa waktu hanya sebentar, padahal tuan rumah
sudah agak lama tidak muncul-muncul. Bahkan ketika kita duduk, terasa tuan
rumah dan keluarganya menemani kita dan berbicara. Sungguh pintar yang punya
rumah dalam memainkan hati lewat karya desain rumahnya. Pada saat langkah
pertama masuk ruang tamu, sudah disambut dengan harumnya parfum. Ketika duduk
didinding berderet bingkai2 photo yang tertata rapi yang di dalamnya terisi
wajah2 ramah semua keluarganya, serasa mereka menyambut kehadiran kita dan
berkata...apa kabar..? selamat datang.... ini anak2 saya lhoo....? dan
lain-lain.....dalam kesendirian kita duduk terasa betah dan ramai oleh orang2
yang menyapa kita lewat tataan rapih gambar-gambar di dinding ruang tamu. Ini
semua memberikan kesan, bahwa tuan rumah senang atas kehadiran tamunya. Itulah
"Bahasa Hati"....bahasa yang semata-mata dilakukan untuk memberikan
kedamaian terhadap sesama. Mana ada hati orang ingin disakiti........?
Sahabat....itulah yang disebut bahasa hati. Kadang dalam
kehidupan, penting hati kita untuk selalu diajak bicara, tanpa itu....maka
kehidupan akan menjadi hampa, dan bahkan mungkin membuat hati orang lain
menjadi sakit.
Kalau berbicara hati....
Pada dasarnya hati, dan pikiran manusia berpusat kepada
sebuah kekuatan sentral kehidupan alam semesta yaitu Allah SWT, Jika seorang
manusia memahami, dan menguasai cara menghubungkan hati, dan pikirannya dengan
Allah SWT (berlatih menekan hawa nafsunya, menyadari isi hati dan pikirannya,
ketundukan hati dan pikiran terhadap hukum-hukum Allah SWT), maka Allah SWT
akan hadir dalam hati dan pikiran orang tersebut memberikan kekuatan dalam
kehidupannya.
Sebaliknya jika manusia mengalami penyimpangan (distorsi) dalam
menghubungkan hati & pikirannya dengan Allah SWT (percaya pada klenik,
mistik, magis, & supranatural), maka orang tersebut akan menjadi orang-orang
yang tersesat.
Sebagai ilmu yang tergantung dari keterhubungan hati &
pikiran dengan tuhannya, maka bagi siapa pun yang mempelajari ilmu ini, penting
sekali untuk memahami konsep ketuhanannya.
Membaca hati sendiri itu lebih mudah dibandingkan membaca
hati orang lain. tapi keduanya sangatlah penting dalam kehidupan.
Karakteristik pikiran manusia adalah sebagai berikut,
- Isi pikiran tidak bisa dibatasi.
- Isi pikiran berubah setiap detik.
- Isi pikiran bisa saja diucapkan, bisa saja tidak.
- Isi pikiran bisa saja dilakukan, bisa saja tidak.
- Isi pikiran bisa direkayasa.
- Isi pikiran merupakan bagian dari pikiran bawah sadar (tidak disadari), kecuali bila seseorang selalu melatih kesadaran isi pikiran.
Pikiran manusia tidak faktual, pikiran manusia tidak bisa
dibatasi perubahannya, maupun jangkauannya (daya pikir), untuk menguasai
ilmu membaca pikiran seseorang harus mengikatkan dirinya pada nilai moral dan
agama.
Surga dan Neraka tak bisa dinalar, Akal bukanlah instrumen
untuk mengenalnya...melainkan ”Hati”.
Jadi jika hati itu masih tertutup, maka hati itu tak akan
pernah memahami Surga dan Neraka.
Hati yang terbuka, tak akan dirundung kerisauan. Jika hati
masih risau, maka hati itu belum bisa melihat Allah.......
Sahabat.......
Sering kita dengar dari para komentator dari para juri lomba
penyanyi di layar kaca. ...."bernyanyilah kamu dengan hati, maka akan
sapailah suara hatimu lewat lagu tersebut dengan baik dan indah....."
Begitu pula dalam kehidupan....ketika kita menulis, bergaul
dengan teman, bercengkrama dengan keluarga, memadu kasih dengan pasangan hidup.
Tanpa menyertakan hati di dalamnya.....siap-siap saja menghadapi
kehancuran.
Sahabat....mungkin kita sering mendengar terjadinya,
pertengkaran......perselingkuhan.....perceraian......dan lain-lain, yang
menjadikan terputusnya hubungan talisilaturahmi dengan sesama, itu semua
terpusat pada bahasa hati yang rusak.
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
“Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini,” seraya
beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat
ketakwaan tentunya adalah dalam hati.
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat berakal dengannya.” (QS. Al-Hajj:
46)
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging
yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia
rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati.” (Muttafaqun
alaih)
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat yang menunjukkan
bahwa baiknya gerakan anggota tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang
diharamkan dan menjauhi semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya.”
(Jami’ Al-Ulum Wa Al-Hikam: 1/210)
Sahabat.....
Kita semua pernah merasakan, jika hati kita sertakan dalam
kehidupan. Masih ingat kan ....?
ketika pertama kali berkenalan dengan orang yang disukai...maka semuanya terasa
indah, karena perasaan hati yang mendominasi dalam diri ketika itu. Lupa sehari
saja tidak menyapanya, maka terasa ada sesuatu yang hilang.
Tetapi apa yang terjadi setelah waktu terus berjalan, ketika
perkenalan menyatu dalam suatu ikatan perkawinan, lambat laun kata
"Hati" menjadi semakin asing dalam diri. Yang ada hitung-hitungan
diantara kita.....hak dan kewajiban dijadikan tameng untuk saling menjatuhkan
pasangannya, akhirnya semakin terabaikanlah perasaan hati yang seharusnya
dijaga agar tetap terus mewarnai kehidupan ini.....
Kadang kita terlalu yakin akan diri, bahwa saya telah banyak
menggunakan hati dalam kehidupan. Padahal sebetulnya baru sebatas ketika
bersosial dengan atasan...sahabat tempat Curhat....atau mungkin teman
selingkuhan.....Tapi ketika kita menyadari diri dengan jujur,... apakah juga
masih tetap terasa dilakukan ketika kita bergaul dengan pasangan hidup, anak,
dan keluarga...
Nampaknya mungkin kita perlu introspekdi diri.....sudah
seimbangkah bahasa hati yang kita lakukan itu dalam kehidupan..... kepada semua
orang, bahkan termasuk kepada pembantu sekalipun...?
Bahasa hati tidak dibeli memang...... tapi kadang tarasa mahal
dirasakan, ketika ketidakpedulian dan ketertutupan hati seseorang berkecamuk
dalam diri......
Yu.....mari kita sama-sama menemukan dan mengembalikan
kembali bahasa hati yang dulu pernah ada, agar terus cahayanya dapat menyinari
tubuh kita dalam kehidupan, dimanapun kita berada.....
Salam Ukhuwah