Anda pasti tidak asing dengan kata-kata yang satu ini
"surga di telapak kaki ibu".Ya, kata-kata tersebut sudah pasti
terpatri di pikiran kita sebagai seorang anak. Bahwa kemuliaan seorang ibu diwakilkan
dalam bentuk surga yang terletak di kakinya.
Surga di Bawah Tepalak Kaki Ibu
Gambaran Kemuliaan Seorang Ibu
Kata-kata tersebut adalah ungkapan, sebuah gambaran yang
tentu saja tidak dalam arti harfiah yang sebenarnya. Di mana letak surga hanya
Allah Swt yang tahu, entah di bawah telapak kaki ibu atau di tempat lainnya.
Anda tentu sudah sangat mengerti makna dari
kalimat "surga di telapak kaki ibu" bukan? Ya,
seorang ibu memiliki kedudukan yang sangat mulia.
Kemuliaan seorang ibu bahkan diakui secara mutlak dalam
ajaran agama Islam. Allah sangat memuliakan wanita yang berjuang untuk melahirkan
buah hatinya, kemudian mendidik dan menjadikannya seorang anak yang berbakti.
Itulah sebabnya, kalimat "surga di telapak kaki ibu" menjadi layak
untuk diiyakan.
Keistimewaan wanita dari kacamata Islam memang luar biasa. Rasulullah
Saw bersabda ketika ada salah seorang sahabat yang bertanya. "Ya
Rasulullah, siapa yang paling berhak menerima pelayanan dan
persahabatanku?" Beliau lalu menjawab "Ibumu, ibumu, ibumu, lalu
ayahmu, kemudian yang lebih dekat kepadamu dan lebih dekat kepadamu".
Sabda Nabi Muhammad Saw tersebut semakin menegaskan kemuliaan seorang ibu dalam
kalimat "surga di telapak kaki ibu".
setelah lahir?” Allah Swt menjawab “Panggilah ia Ibu”
Sepenggal dialog di atas adalah sebuah riwayat yang menjelaskan
bagaimana mulianya seorang ibu hingga memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah
Swt. Bahkan, dalam riwayat lain disebutkan bahwa memang benar surga di telapak
kaki ibu, untuk menggambarkan sosok yang diberikan amanah untuk melahirkan dan
mendidik generasi penerus yang islami.
Kemuliaan seorang ibu atau derajat seorang ibu sebanding
lurus dengan tanggung jawab yang dipikulnya. Secara naluri, ibu memiliki ikatan
yang lebih kuat dengan anaknya. Tanpa maksud mengucuilkan peran seorang ayah,
peran ibu dalam keluarga nyatanya memang cukup penting dalam mendidik seorang
anak agar menjadi anak yang baik. Surga di telapak kaki ibu menjadi sebuah
perwakilan kecintaan Allah pada para ibu di dunia.
Surga di Telapak Kaki Ibu dalam Cerita Banyak Wanita
Berbicara mengenai ibu dan kalimat "surga di telapak
kaki ibu", tentu kita mengenal RA Kartini yang memperjuangkan nasib pendidikan
perempuan yang kelak akan menjadi ibu. Beliau menginginkan bahwa pendidikan
yang ada di masa colonial Belanda tidak hanya berlaku bagi laki-laki ningrat,
namun harus pula dirasakan oleh peremuan sebagai calon ibu. RA Kartini tidak
ingin makhluk yang dimuliakan oleh Allah ini justru dihinakan oleh sesamanya,
terutama oleh lawan jenisnya. Seperti atas nama kalimat surga di telapak kaki
ibu, RA Kartini kemudian memperjuangkan keistimewaan "terselubung"
yang dimiliki oleh kaum wanita yang kelak akan menjadi ibu.
Kini, apa yang dicita-citakan RA Kartini telah terwujud,
bahkan boleh jadi lebih dari cukup. Beberapa perempuan Indonesia yang luar biasa, di
antaranya: Prof. Dr. Miriam Budiardjo, professor perempuan pertama di bidang
ilmu politik, Mira Lesmana, sutradara yang film-filmnya tak kalah inspiratif
dari pada sutradara pria lainnya, atau Butet Manurung yang rela mengajar di pedalaman
demi perbaikan pendidikan anak bangsa. Ungkapan surga di telapak kaki ibu
menjadi semakin melengkapi keistimewaan wanita-wanita tersebut.
Surga di Telapak Kaki Ibu Wanita dalam Islam
Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap wanita, hadits
yang mengatakan surga di telapak kaki ibu adalah gambaran bagaimana Islam
memuliakan perempuan. Begitu pula dalam hal pendidikan, Rasulullah saw memiliki
jadwal tersendiri untuk
mendidik perempuan pada saat itu. Bahkan Ummul mukminin,
Siti Aisyah, termasuk periwayat hadits yang paling banyak kedua setelah Abu
Hurairah. Maka pantaslah jika ibu disebut masrasatul ula (sekolah pertama) bagi
anaknya, sebab ia dituntut untuk pintar, karena tak mungkin bisa mendidik anaknya
jika tak pintar. Surga di telapak kaki ibu lagi-lagi merupakan sebuah
penghargaan sekaligus tanggung jawab berat dan manis yang dipikul oleh seorang
ibu.
Dalam sebuah ungkapan dijelaskan, jika ada seorang anak yang
kelaparan maka salahkanlah bapaknya. Namun, jika ada seorang anak bodoh maka
salahkanlah ibunya. Logis sekali ungkapan ini, sebab seorang bapak bertugas
untuk mencari nafkah supaya anak sehat raganya, sedangkan seorang ibu bertugas
untuk mendidik anak supaya sehat jiwanya. Peran kedua orang tua merupakan elemen
penting dalam pembentukan jiwa dan raga seorang anak secara utuh. Dalam hal
ini, ungkapan surga di telapak kaki ibu,
mungkin akan membuat iri banyak ayah.
Surga di Telapak Kaki Ibu Tidak Bermaksud Dikotomis
Ungkapan surga di telapak kaki ibu tidak bermaksud dikotomis
atau memisahkan hal yang seharusnya bersatu. Namun, dalam kehidupan rumah
tangga mau tak mau harus ada pembagian amanah,dan kodratnya seorang ibu menurut
Islam adalah mendidik anaknya supaya menjadi generasi yang cerdas, meskipun
ayahnya pun mempunyai kewajiban yang sama.
Faktanya, sekarang lebih banyak wanita karier yang melupakan
kodratnya sebagai seorang ibu. Bahkan, ada yang yang tidak mau sama sekali
menikah karena lebih memililih karier. Imbasnya terhadap ekonomi mikro, jika
dulu dikenal istilah IRT (Ibu Rumah Tangga) maka sekarang mulai dikenal istilah
ART (Ayah Rumah Tangga), sebab istrinya yang kerja, sedangkan suaminya mengasuh
anak selagi istrinya bekerja. Sungguh fenomena yang mengkhawatirkan. Surga di
telapak kaki ibu bisa jadi sedikit mulai memudar maknanya.
Lalu, bagaimana dengan perempuan karier seperti yang telah dijelaskan
di atas, masihkah surga di telapak kaki ibu? Tak mudah untuk menjawabnya
sekarang, sebab jawabannya bukan ya atau tidak, melainkan bagimana
mengembalikan pemahaman perempuan seperti yang diamanahkan Allah Swt. kepada
mereka atau yang dimaksud oleh RA Kartni.
Himpitan ekonomi yang kian mencekik, lowongan kerja yang makin
sempit, serta pemahaman Islam yang kurang mengenai bagaimana amanah seorang
perempuan setelah menjadi ibu menjadi beberapa faktor yang menyulitkan untuk
menjawab pertanyaan; masihkah surga di telapak kaki ibu?
Tak adil rasanya jika masalah ini hanya perempuan yang disalahkan.
Laki-laki sebagai calon suami bagi istrinya atau bapak bagi anaknya memiliki
peran yang strategis dalam memperbaiki fenomena sosial ini. Di samping
mengingatkan perempuan akan kodratnya sebagai ibu, langkah kongkret lainnya
adalah dengan memiliki pekerjaan sebagai wujud pemenuhan kewajiban sebagai pencari
nafkah, supaya peran ibu sebagai pendidik secara
bertahap bisa dikembalikan. Sehingga ungkapan bahwa surga di
telapak kaki ibu memiliki makna yang utuh, sangat utuh.
Namun, satu hal yang juga tidak bisa dilupakan. Bahwa
menjadi seorang wanita karir juga bukan berarti tidak bisa mengabdikan diri
sepenuhnya untuk mendidik anak. Jalan keluar terbaik dari permasalahan ini
adalah, bagaimana para ibu pekerja, tidak memberikan perhatian sisa kepada
anak. Agar, hal tersebut selaras dengan gambaran paling fenomenal bagi seorang
ibu, surga di telapak kaki ibu.