MENEROBOS LAMPU MERAH


Lampu merah atau lampu lalu lintas atau bahasa inggrisnya traffic light, adalah sebuah alat pengatur lalu lintas yang sering kita jumpai di persimpangan, baik pertigaan atau pun perempatan. Lampu lalu lintas atau lampu merah adalah komponen vital dalam pengaturan arus kendaraan di jalanan, dengan bahasa yang sangat universal dan mengglobal, jauh lebih mendunia daripada bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi internasional, ketika mungkin ada orang jepang atau spanyol tak mengerti arti kata red, yellow atau green, tapi Saya yakin 99,8%, kalau orang-orang tersebut tahu arti tiga warna pada lampu lalu lintas seperti halnya orang Inggris.
Umumnya, ada tiga warna pada lampu lalu lintas : merah, kuning, dan hijau. Merah berarti berhenti, kuning berarti hati-hati atau waspada, sementara hijau berarti jalan. Jadi bila kita mengendarai kendaraan dan pada jalur kita ternyata lampu lalu lintas berwarna hijau, berarti kita dapat terus berjalan melewati lampu lalu lintas tersebut. Namun, bila ternyata lampu lalu lintas tersebut berwarna merah, hal itu berarti kita harus menghentikan laju kendaraan kita. Bila pengemudi melanggar peraturan lampu lalu lintas, maka akan dikenakan hukuman dari pihak yang bertanggung jawab. (pembaca pun menguap. Huuuaaah.. paragraf yang bertele-tele, dan membosankan…-__- zzz)
Mungkin akan terdengar aneh bila di Jakarta ini, Saya bertanya seperti ini kepada seseorang:
“Sudah pernah lihat mobil atau motor yang menerobos lampu merah?”
Yah, pertanyaan ini akan terdengar aneh bila ditanyakan, karena di lalu lintas jalan raya Ibukota ini sudah begitu banyak kendaraan yang dengan leluasanya menerobos lampu merah, sehingga kejadian ini dengan sendirinya mengalami habituasi, menjadi sesuatu yang lumrah, wajar, dan bukan lagi sesuatu yang luar biasa.
Menerobos lampu merah, bukan lagi monopoli angkutan kota yang sering dicap “ugal-ugalan”, tidak lagi menjadi hak ekslusif para bikers alias pengendara motor, karena saat ini menerobos lampu merah adalah “hak” segala pengguna jalan di Ibukota, maka dari itu tak heran bila kita lihat, mobil sedan, pick-up, mini bus, taksi, truk gandeng, hingga mobil pejabat fasih melakukan manuver ini.
Lebih parah lagi, saat ini ada kecenderungan bahwa menerobos lampu merah adalah “sesuatu yang benar” bahkan beberapa orang tampaknya memiliki waham kebenaran atas perilaku bejat ini, seperti contohnya ketika motor yang Saya kendarai berhenti di lampu merah (pastinya karena lampunya merah dong!!), tak jarang mobil atau angkot di belakang motor Saya membunyikan klaksonnya dengan nada dan interval yang tak nyaman di telinga, mulai dari taraf yang “menjengkelkan” hingga yang “ngajak ribut”. Bahkan, pernah ada yang berteriak
“Woi, jalan ******(mohon maafkata ini tidak lulus sensor)!”
Atau pernah ada kejadian ketika berhenti di lampu merah, sekali lagi, lampunya benar-benar merah! dan sekali lagi, ada mobil yang klakson-klakson dari belakang, seketika itu juga orang yang Saya bonceng memarahi Saya “Jalan dong! Emang mau ditabrak disini!”
(jadi heran deh, yang berisiko ketabrak itu yang nerobos waktu lampu merah atau yang berhenti waktu lampu merah sih?!)
Ketika di sekolah dasar dahulu, terutama PMP atau PPKn, sering kita di ajarkan untuk mendahulukan kewajiban dibanding menuntut hak. (Kenapa tiba-tiba jadi ngomongin hak dan kewajiban??) Sesungguhnya, menurut Saya, lampu merah bukanlah alat pengatur lalu lintas semata. Selain fungsi tersebut, lampu lalu lintas memiliki filosofi tersendiri, yaitu mengenai hak dan kewajiban
  • Hijau : menandakan hak untuk melintas, artinya pengendara dapat menggunakan haknya untuk melewati atau melintasi jalur tersebut.
  • Kuning :  adalah peringatan agar mengurangi kecepatan karena  lampu merah akan segera menyala, namun fakta  yang terjadi malah kendaraan dipacu lebih kencang lagi..! wes wes bablas angine
  • Merah : pada lampu lalu lintas menandakan kewajiban untuk berhenti, artinya setiap pengendara tanpa alasan apapun wajib menghentikan kendaraannya. 

Ketika lampu hijau menyala, pengendara tidak serta merta harus melintas, jika Ia tidak mangambil haknya untuk melintas maka Ia diperbolehkan untuk berhenti meskipun lampu berwarna hijau. Akan tetapi, hak ini terbatas oleh hak yang dimiliki oleh pengguna jalan yang lain, ketika ada pengendara lain yang ingin melintas dan haknya terhalang oleh pengendara pertama, maka pengendara pertama wajib melintas pula demi memenuhi hak pengendara lain tersebut.
Bila kita melihat seseorang yang menerobos lampu merah, berarti orang itu sudah menuntut hak dengan melalaikan kewajibannya sekaligus mendzalimi hak orang lain. Kalau ada banyak pelanggar lampu lalu lintas, maka ada banyak pula orang yang lalai dan dzalim. Bayangkan bila sebuah negara di isi oleh rakyat yang lalai dan penguasa yang dzalim, pegawai-pegawai yang selalu menuntut gaji tetapi lalai akan pekerjaan dan tanggung jawabnya, pemimpin dan wakil rakyat yang menuntut kesejahteraan diri dan partainya, tetapi lalai memperjuangkan aspirasi rakyatnya, sekaligus dzalim terhadap yang dipimpinnya. Apa yang bisa diharapkan dari kumpulan orang-orang itu? Seperti apa Bangsa yang didirikan dari orang-orang seperti itu? Orang-orang yang lalai dan dzalim!
Alah bisa karena biasa
Kalau memang seseorang biasa untuk lalai dan dzalim dalam keseharian termasuk di jalan, maka jangan heran bila Ia bisa menjadi seseorang yang lalai dan dzalim.
Tentunya kita semua tidak ingin menjadi ataupun bersama orang-orang yang demikian kan?! Maka dari itu, Yuk mari, kita biasakan untuk menjauhi perilaku kita dari kelalaian dan kedzaliman, termasuk dalam hal menaati lampu merah. OK!
Berikut ini, ada Arya yang mencoba mengingatkan kita bagaimana menaati lampu lalu lintas.
liriknya :
Twinkle twinkle traffic light
On the corner shining bright
Red means stop!
Green means go!
Yellow means very, very slow!
Twinkle twinkle traffic light
On the corner shining bright
Wallahu a’lam bish-shawabi,
Semoga kian tertib berlalu lintas

Sumber : htt://romantix.wordpress.com