TANAH KITA TANAH SURGA KATANYA













Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah syurga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah syurga
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman

Lagu yang dinyanyikan group musik Koes Plus dengan judul Kolam Susu sepertinya selalu memberi insfirasi pada bangsa ini untuk selalu merenungkan tanah kekayaannya. Koes Plus di dalam liriknya mendendangkan kesuburan tanah Indonesia, tanah yang begitu subur bak tanah Surga. Tidak ada yang salah dengan lirik Kolam Susu, memang kenyataanya tanah Indonesia subur dan kaya akan alamnya

“ Bukan lautan hanya kolam susu, Kail dan Jala cukup menghidupimu,  tiada badai tiada topan kau temu,  ikan dan udang menghampiri dirimu”

Mungkin di masa lagu itu diciptakan oleh Koes Plus, memang seperti itulah kondisi Indonesia. Tanahnya kaya, dan masyarakat Indonesia bisa menikmatinya. Bahkan begitu kayanya, sampai-sampai ikan dan udang lah yang menghampiri kita, semuanya serba mudah karena memang begitulah gambaran kekayaan alam Indonesia.

Akan tetapi, reff dari lirik lagu ini, ternyata membanting atau bahkan menghancurkan lirik yang sebelumnya ia dendangkan. Ini pandangan saya yang baru, setelah melihat fakta yang terjadi saat ini.

“Orang bilang tanah kita tanah syurga// tongkat kayu dan batu jadi tanaman”
Kenapa saya bilang lirik ini menjadi pembanting untuk lirik yang sebelumnya? Sebab, ternyata kekayaan Indonesia ini lebih diketahui oleh orang lain. Indonesia terlambat menyadari alamnya ini sangat kaya. Sebab sudah ada orang lain (orang asing) yang lebih mengetahui dan sekaligus mendahului mengeruknya.
Kekayaan alam Indonesia ini ternyata tidak dinikmati oleh rakyatnya. Bahasa kasarnya, kita menjadi budak di tanah sendiri. Belanda yang betah mengeruk Gold, harta, bangsa ini selama bertahun-tahun di tanah air merupakan bukti kebenaran lirik lagu Koes Plus itu.

“Orang bilang tanah kita tanah syurga.
Indonesia memang tanah surga, tapi jelas suasana surga itu bukan untuk rakyat Indonesia. Tapi untuk orang lain yang mengetahui kekayaan Indonesia. Yang tidak banyak berfikir langsung mengeruknya dari bangsa ini. Sehingga bagi rakyat Indonesia, tetap tidak bisa merasakannya seluruhnya. Seperti diplesetkan oleh Harry Roesly : Orang bilang tanah kita tanah syurga// tapi hasil buminya entah kemana
Lirik plesetan lagu Kolam Susu itu melengkapi kenyataan bahwa keindahan dan kekayaan Indonesia lebih dinikmati orang lain ketimbang rakyatnya sendiri, begitu juga fakta hokum yang terjadi saat ini. Kenapa hal itu bisa terjadi? Harry Roesly melengkapi lirik : Negeri ini katanya negeri hukum// tapi rakyat kecil yang selalu dihukum

Penyanyi yang memplesetkan lagu Kolam Susu itu melihat hukum yang penuh ketimpangan, tidak bedanya dengan hukum di zaman penjajahan, hanya berlaku untuk rakyat kecil. Apa bedanya kondisi hukum sekarang dan hukum yang berlaku di jaman penjajahan?. Bedanya hanya tipis,  dulu pelaku hukum adalah para penjajah, kini yang menjajah adalah bangsa kita sendiri, sangat mengerikan, tidak pantas dan sadis, Indonesia sudah lama merdeka, tapi hukum dan rasa keadilan sudah menginjak martabat diri, hukum hanya berlaku pada sebagian besar rakyat kecil hingga tak berdaya, sementara  mereka yang bergelimpangan harta hukum hanyalah permainan yang bisa diperjual belikan, Sungguh ironi…....Rakyat kecil semakin terlindas bin tertindas!

Bahkan saking mengerikan dan tidak pantasnya hukum di negeri ini, begitu pintarnya menjungkir balikkan fakta, aturan, undang-undang hingga memudahkan pihak asing menjarah, menikmati dan menguasai kekayaan Alam Indonesia, lagi-lagi sungguh ironi…. Demi menumpuk harta yang gak bakalan dibawa mati  rela menjual martabat dan harga diri.

Orang bilang tanah kita tanah syurga, seharusnya para petinggi lebih memikirkan para petani agar tanah ladangnya tidak terbengkalai, sesungguhnya disanalah tertimbun harta yang tak ternilai dan tak akan  pernah imbas walau diterpa krisis badai ekonomi yang melanda dunia saat ini.

Banyak para alumni lulusan perguruan tingggi dinegeri ini merasa jijik menginjakkan kaki dihamparan ladang petani, bisanya hanya mondar mandir dengan gaya trend masa kini, tak perduli orang tua jungkir balik membayar kulyah dengan harga setinggi langit, alih alih malah jadi penganguran abadi, mau dibawa kemana Negeri ini?