Meski hanya diikuti dua pasang kandidat, Pilpres ternyata berpeluang digelar dua putaran. Pasal 159 UU No 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden memungkinkan hal itu. Mengapa?
Peluang Pilpres berlangsung dua putaran, meski hanya diikuti dua calon, muncul setelah “Forum Pengacara Konstitusi”, melayangkan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden”, pada Rabu (11/6/2014).
Pasal 159 UU Pilpres, menurut Andi Muhammad Asrun, Ketua Forum Pengacara Konstitusi, mengandung multitafsir dengan kondisi saat ini. “Pemohon beranggapan bahwa hak-hak konstitusional yang diatur dan dilindungi dalam UUD 1945 telah dirugikan dengan ketidakjelasan tafsir Pasal 159 UU 42/2008,” jelas Andi, di Gedung MK, pada Rabu (11/6/2014).
Sebagai informasi, ayat (1), pasal 159, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden” menyebut: Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.”
“Namun, pasal ini tak menjelaskan berapa banyak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang bertarung di Pilpres,” jelas Andi.
Mengacu isi pasal tersebut, kata Andi, maka jika salah satu kandidat tak memenuhi ketentuan Pasal 159 itu, maka Pilpres harus dilakukan dua putaran.
Menanggapi hal itu, Arief Budiman, Komisioner KPU mengatakan, KPU akan berkonsultasi dengan para pakar hukum tata negara.
"Kami akan menggelar rapat dengan ahli hukum tata negara. Kita perlu ahli hukum untuk memberikan pendapat terhadap pasal itu," kata Arief, pada Rabu (11/6/2014).
KPU, menurut Arief, sebenarnya sudah memiliki penafsiran tersendiri atas pasal itu. Namun demi menjamin netralitas KPU, maka diperlukan konsultasi dengan para pakar hukum tata negara.
"KPU sudah punya penafsiran. Tetapi pendapat ini kita jaga dulu, supaya tidak dianggap condong ke kanan atau ke kiri," tandasnya.
Arief pun berjanji menuntaskan permasalahan ini sebelum pelaksanaan Pilpres 9 Juli 2014 dan mensosialisasikan hasil konsultasinya. “Ya pokoknya sebelum Pemilu ini harus sudah clear. Pokoknya pada bulan ini yaitu sebelum Pemilu harus selesai supaya tidak ada perdebatan lagi soal itu," kata Arif .
Hal senada dilontarkan Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPU, bahwa terkait pasal 159 itu, KPU akan minta saran MK. “Nanti kita akan bahas dengan tim expert tentang soal ini. Bahkan kita juga minta konsultasi pendapat dari MK,” kata Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Jakarta, pada Rabu (11/6/2014), sambil menambahkan konsultasi diupayakan dalam pekan ini pula.
Libatkan Capres
Sementara itu, terkait pasal 159, Agun Gunanjar, Ketua Komisi II DPR, membenarkan bahwa Pilpres berpeluang dua putaran meski hanya diikuti dua capres. “Kalau tidak memenuhi 20 persen penyebaran pasangan calon di lebih setengah provinsi, harus masuk putaran kedua. Jangan diartikan karena dua pasangan, pemenang otomatis ditentukan,” tutur Agun, di Gedung DPR, Jakarta, pada Rabu (11/6/2014).
Jika Pilpres terpaksa dilakukan dua putaran, menurut Agun, soal anggaran tak perlu khawatir. Karena dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi. "Di undang-undang kan sudah jelas, pemenang Pilpres adalah yang memperoleh 50 persen plus satu dan 20 persen suara yang tersebar di separuh provinsi di Indonesia. Jadi jangan dibenturkan soal anggaran," jelas Agun.
Persoalan anggaran memang menjadi penting, karena jika Pilpres dilakukan dua putaran, negara harus menambah Rp 3,2 triliun.
Hal itu disampaikan Chatib Basri, Menteri Keuangan. “Penghematan sekitar Rp 3,2 triliun berpotensi diperoleh dari tidak adanya putaran kedua Pemilu Presiden," kata Chatib Basri seperti diberitakan situs resmi Sekretariat Kabinet, pada Jumat (6/6/2014).
Berkenaan dengan isi pasal itu, Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara berpendapat, tetap harus dicarikan jalan keluar. ”Harusnya sih MK yang menafsirkan. karena mereka punya otoritas. MK kan bilang mereka penafsir tunggal konstitusi. Tapi, jangan lupa, MK menolak permohonan saya untuk menafsirkan pasal 6 ayat 2 dengan alasan tidak berwenang,” papar Yusril.
Yusril menganjurkan Prabowo dan Jokowi juga turut menyelesaikan masalah itu. Karena, mereka adalah calon pemimpin. ”Mari kita lihat bagaimana keduanya menyelesaikan persoalan ini, sebelum mereka menyelesaikan persoalan rakyat, bangsa, dan negara ini,” imbuhnya.
Bagaimana tanggapan kubu Prabowo dan Jokowi? Edhie Prabowo, Direktur Operasi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta mengatakan, kubunya akan menyiapkan strategi menghadapi kemungkinan Pilpres dua putaran. “Kami mencermati itu. Kita sudah siapkan strategi untuk memenuhi aturan KPU,” kata Edi seperti diberitakan rmol.co, pada Kamis (12/614).
Lebih lanjut, Waketum Partai gerindra itu mengatakan, “Kita sudah siapkan semua. Kita sudah hitung bagaimana perolehan suara bisa merata.”
Kubu Jokowi pun tak kalah yakin bakal menang Pilpres satu putaran. Abdul Kadir Karding, juru bicara Tim Pemenangan Jokowi-JK dari PKB, optimis Jokowi-JK menang dan memenuhi syarat 50 persen suara nasional plus 1 persen, serta syarat meraih 20 persen suara di 17 provinsi.
"Kalau melihat persebaran dukungan, kami optimis hanya satu putaran. Artinya, ketentuan UU Pilpres dapat kita penuhi," kata Abdul Kadir seperti dikutip Liputan6.com, pada Rabu (11/6/2014).
"Kalau melihat persebaran dukungan, kami optimis hanya satu putaran. Artinya, ketentuan UU Pilpres dapat kita penuhi," kata Abdul Kadir seperti dikutip Liputan6.com, pada Rabu (11/6/2014).
Alternatif penyelesaian masalah ini, menurut anjuran Ramlan Surbakti, guru besar Ilmu Politik Unair, bisa melalui kesepakatan dengan dua pasangan kandidat, yakni Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta.
“Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah minimal membuat kesepakatan dengan kedua pasangan calon, buat berita acara yang ditandatangani juga oleh peserta Pemilu,” ujar Ramlan.
Baik Yusril maupun Ramlan menyarankan melibatkan dua calon presiden untuk menyelesaikan masalah ini. Rakyat sendiri agaknya sepakat Pilpres tak perlu dua putaran. Mengeluarkan Rp 3,2 triliun untuk pencoblosan ulang sepertinya mubazir. Belum lagi kemungkinan munculnya keributan di akar rumput jika harus dua putaran.