IDUL FITRI DENGAN TERPILIHNYA PEMIMPIN BARU INDONESIA


SETELAH menjalankan ibadah puasa wajib selama Ramadan, Hari Raya Idul Fitri pun datang. Inilah hari yang disebut sebagai hari kembali kepada fitrah kepada kesucian. Selain itu, inilah hari kemenangan setelah kaum muslimin mengendalikan berbagai bentuk hawa nafsu di dalam dirinya.

Umat Islam patut bersyukur karena seusai menjalankan ibadah puasa, insya Allah telah kembali ke fitrah kepada kesucian Idul Fitri. Menyangkut fitrah tersebut, Allah SWT berfirman dalam Surah al-Rum 30:30, `Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah pada) fitrah Allah yang telah menjadikan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui'.

Fitrah atau kesucian merupakan pemberian khusus Allah kepada manusia sebagai makhluk dengan sebaik-baik kejadian (fi ahsani taqwim). Fitrah ialah unsur lahut (ketuhanan) yang diberikan kepada manusia agar ia dapat berbuat sebaik-baiknya.

Akan tetapi, dalam perjalanan hidupnya, unsur lahut yang mahasuci itu terkotori oleh perbuatan manusia itu sendiri. Melalui ibadah puasa dan ibadah lain diharapkan, manusia mukmin-muslim suci kembali sehingga pada Hari Raya Idul Fitri pantas merayakan kembalinya fitrah tersebut.

Kembali kepada fitrah secara personal, pribadi-pribadi muslimin perlu memperluas kesucian itu; dari hubungan manusia dengan Allah SWT (habl min Allah) kepada lingkungan masyarakat (habl min al-nas). Itu dapat dilakukan melalui silaturahim--saling meminta dan memberi maaf.

Oleh karena itu, hari-hari seputar Idul Fitri merupakan kesempatan terbaik untuk melakukan islah, memperbaiki hubungan satu sama lain atau rekonsiliasi di antara para warga.

HARI Raya Idul Fitri 1435 Hijriah ini memiliki signifikansi khusus bagi bangsa Indonesia karena melalui pilpres 9 Juli lalu kini telah memiliki presiden dan wakil presiden terpilih (Joko Widodo dan Jusuf Kalla) yang bakal dilantik pada 20 Oktober 2014. Bangsa Indonesia patut bersyukur karena Pileg dan Pilpres 2014 berjalan lancar, aman, dan damai, yang membuktikan masyarakat Indonesia sudah kian matang dalam berdemokrasi.

Bagi umat muslim khususnya, hal tersebut sangat penting karena keberhasilan kedua pemilu pada 2014 sekali lagi membuktikan kaum muslim Indonesia dan Islam tidak ada masalah dengan demokrasi. Islam Indonesia kompatibel atau cocok dengan demokrasi sehingga sekaligus membantah anggapan kalangan Barat bahwa Islam dan demokrasi tidak kompatibel.

Kepemimpinan nasional baru diharapkan seluruh warga Indonesia sukses mengemban amanah. Dalam perspektif Islam, kepemimpinan dalam jabatan tertentu ialah amanah, yang secara etimologis berarti jujur dan lurus.

Secara syar'i itu berarti `sesuatu yang harus dijaga dan disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya'. Alquran, tentang amanah dan tanggung jawab menunaikan amanah, menyatakan : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada ahlinya (mereka yang berhak menerimanya), dan (menyuruh kamu) apabila me netapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil' (Surah an-Nisa' 4: 58).

Amanah dapat juga disebut sebagai trust. Amanah atau trust merupakan salah satu modal sosial (social capital) sangat penting bagi terwujudnya kehidupan sosial, kebang saan, dan kenegaraan yang kukuh. Tanpa trust, saling percaya, saling amanah, masyarakat, bangsa, dan negara lebih diwarnai sikap saling curiga dan tidak percaya, yang membuat sulit berbuat untuk memajukan kehidupan.

Kurangnya amanah dan trust di antara sesama pemimpin, di antara rakyat dengan pemimpin, dan bahkan di antara rakyat de ngan rakyat terlihat terus bertahan. Masih kuat rasa saling curiga dan hujat di antara para pemimpin dan elite politik, atau di antara rakyat dengan pemimpinnya. Tidak jarang sikap tidak percaya menimbulkan konflik.

Agar berhasil dalam tugas mulianya, pemimpin patut kembali diingatkan akan pentingnya hubungan baik dan harmonis di antara para pemimpin (umara) dengan rakyatnya. Dalam berbagai kitab klasik Melayu, seperti Bustanul Salatin dan Hikayat Raja-Raja Pasai, relasi umara dengan rakyat selalu digambarkan seperti hubungan jari manis dengan cincin. Relasi di antara keduanya itu saling mempercantik.

Dalam hubungan sangat dekat itu, para umara dan pemimpin lain mesti bertanggung jawab kepada setiap dan seluruh rakyat. Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya me nyatakan, “Kamu sekalian adalah penggem bala (pemimpin); dan setiap penggembala (pemimpin) akan diminta pertanggungjawaban atas penggembalaannya (kepemimpinannya). Kepimimpinan atau penggembalaan perlu membangun dan memberdayakan good governance, yakni tata kelola pemerintahan yang baik.

Ada sejumlah prinsip dan karakter good governance, antara lain berlandaskan demokrasi; memiliki orientasi pelayanan publik, wawasan kedepan, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme, kompetensi, daya tanggap; menyertakan partisipasi masyarakat; menjunjung tinggi supremasi hukum; menerapkan efisiensi dan efektivitas; serta menekankan desentralisasi wewenang dan kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat madani.

Jika prinsip good governance dijalankan para pemimpin pada berbagai tingkatan, insya Allah pemimpin dan pemerintahan dapat menjalankan fungsinya untuk kemaslahatan publik. Pada saat yang sama, rakyat yang dipimpin atau mereka yang digembalai mesti taat kepada para pemimpin yang menjalankan kepemimpinan atas dasar prinsip-prinsip good governance.

Salah satu ciri dan karakter orang beriman ialah patuh kepada pemimpin. Bahkan kepatuhan kepada pemimpin itu disebutkan dalam satu napas dalam kepatuhan kepada Allah SWT dan rasul-Nya (Surah an-Nisa' 4: 59).

Kepemimpinan nasional itu baru patut memegang amanah sekaligus memperkuat kembali trust untuk membangun good governance. Dengan demikian, kita optimistis Indonesia menjadi lebih baik, lebih maju, berharkat, dan bermartabat; baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dan gemah ripah loh jinawi.