MANAJEMEN ISLAM


Prinsip-prinsip manajemen modern sebenarnya sudah dipraktekkan oleh Islam sejak zaman Rasulullah saw dahulu. Dalam ajaran Islam segala bentuk pekerjaan harus dilakukan secara benar, rapi, tertib, dan teratur, serta proses-prosesnya dilalui sesuai prosedur. Sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas, dan tuntas. (HR. Thabrani).

Manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, benar, tepat, dan tuntas merupakan hal yang diwajibkan (disyariatkan) Islam. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: Allah swt mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala hal. (HR. Muslim).

Ihsan artinya adalah melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal dari hal-hal yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya. Tidak ada istilah kecil, remeh di dalam ajaran Islam. Hal kecil yang diabaikan akan berakibat fatal terhadap pekerjaan. Seperti Nabi saw pernah menegur seseorang untuk mengulangi wudhuk karena luput mencuci ujung jari kakinya.

Dengan melakukan sesuatu secara benar, baik, rapi, terencana, dan terorganisasi akan terhindar dari keragu-raguan. Sesuatu yang didasarkan atas keragu-raguan akan melahirkan hasil yang tidak optimal, bahkan tidak bermanfaat. Kita dilarang untuk bersikap ragu-ragu. Sabda Rasulullah saw: Tinggalkan olehmu apa yang meragukan, menuju kepada (perbuatan) yang tidak meragukan. (HR. Tirmidzi dan Nasa.

Begitu juga pekerjaan yang tidak bermanfaat hendaknya dihindarkan. Diantara baiknya keislaman seseorang adalah yang selalu meninggalkan perbuatan yang tidak ada manfaatnya. (HR. Tirmidzi). Perbuatan yang tidak bermanfaat adalah perbuatan yang tidak direncanakan secara matang, bukan termasuk ke dalam kategori manajemen yang baik.
Manajemen merupakan suatu keniscayaan, terutama bagi suatu lembaga atau organisasi. Organisasi yang menerapkan manajemen dengan baik akan mencapai hasil yang baik pula. Ali bin Abi Thalib k. w. menggambarkan betapa kebatilan dengan manajemen yang baik akan mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisir dengan baik. 
Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan baik dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisasi dengan baik.Sering terjadi dominasi kemungkaran atas hak/kebenaran bukan (belum tentu) karena kuatnya kemungkaran itu, akan tetapi karena tidak rapinya hak.

Pembahasan dalam manajemen islami mencakup tiga hal yaitu perilaku pelaku manajemen, struktur organisasi dan sistemnya. Perilaku pelaku manajemen islami senantiasa didasari atas keimanan dan ketauhidan, sehingga semua kegiatan yang dilakukan akan terhindar dari KKN, penyelewengan dan kecurangan karena menyadari adanya pengawasan dari Yang Maha Mengetahui, yang mencatat semua perbuatan baik dan buruk. 
Hal ini sangat berbeda dengan manajemen konvensional yang sama sekali atau kurang terkait dengan nilai-nilai ketauhidan. Setiap kegiatan dalam manajemen islami diupayakan menjadi amal saleh. Amal saleh tidak semata-mata diartikan perbuatan baik, tetapi perbuatan baik yang dilandasi iman. Dalam ajaran Islam suatu perbuatan dinilai sebagai amal saleh apabila memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Niat yang ikhlas karena Allah (2) Tata cara pelaksanaan yang sesuai syariat seperti yang dicontohkan Rasulullah saw, dan (3) Dilakukan dengan penuh kesungguhan, terencana, teratur, dan tuntas. Jadi amal saleh adalah perbuatan yang dikerjakan dengan menerapkan manajemen. Dan dengan manajemen yang baik dengan sendirinya akan menghasilkan amal saleh.

Hal kedua yang tercakup dalam pembahasan manajemen islami adalah struktur organisasi. Adanya struktur, stratifikasi, hirarki dijelaskan dalam Q. S. Al-Anam (6): 165, Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam mengatur dunia peranan manusia tidak ada yang sama. Kepintaran dan keahlian tidak akan sama. Dengan adanya perbedaan akan terjadi saling mengisi, saling membantu sehingga terjalin kerjasama. 
Karena itu suatu manajemen yang baik adalah organisasi yang struktur, susunan organisasinya bertingkat, bervariasi, namun saling mengisi, memperkuat, kompak satu dengan yang lainnya.
Hal ketiga yang dibahas dalam manajemen syariah adalah sistem. Sistem yang baik akan menyebabkan perilaku pelakunya berjalan dengan baik. Pemerintah pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz telah menerapkan sistem penggajian yang rapi, pengawasan, dan pelayanan yang berorientasi kepada rakyat.
Tipe-tipe manajer dalam manajemen islami.

Ada beberapa tipe manajer dalam manajemen islami. Namun tidak harus terjadi pemisahan yang tegas diantara tipe-tipe tersebut. Antara antara satu tipe dengan yang lain mungkin terjadi kombinasi.
 Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Ketegasan. Ketegasan dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan disertai dengan argumentasi yang jelas adalah sangat dibutuhkan oleh seorang manajer islami. 
  2. Musyawarah. Seorang manajer islami harus membudayakan musyawarah dengan bawahannya, saling bertukar pendapat, merespon bawahan dan mendengar keluhan-keluhan mereka. 
  3. Keterbukaan. Seorang manajer islami harus memiliki sikap terbuka, transparan dalam segala hal baik terhadap masalah pekerjaan, keuangan, kebijakan, penghasilan bawahan dan sebagainya. 
  4. Pemahaman yang mendalam tentang tujuan organisasi. Hal ini adalah penting agar visi, misi, dan tujuan organisasi tercapai dengan baik.

Kemampuan yang harus dimiliki manajer islami
Paling tidak ada empat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer islami, yaitu:
  1. Mampu memotivasi bawahan. 
  2. Mampu menempatkan dan mendelegasikan tugas kepada bawahan sesuai degan kemampuan masing-masing. (3). Mampu memberikan reward dan punishment sehingga meningkatkan semangat dan motivasi bawahan. 
  3. Mampu memberikan teladan yang baik. Bukan sekedar contoh tetapi mempraktekkan keteladanan yang dimulai dari diri pribadi.


Sesungguhnya manajemen sudah ada begitu kehidupan manusia di dunia ini ada/dimulai. Ketika akan menciptakan Adam as sebagai khalifah di bumi, Allah swt menyampaikan ide ini dahulu kepada malaikat, diajak dialog dan berdiskusi. Padahal Allah swt maha kuasa untuk menciptakan manusia secara langsung. Hal ini menunjukkan adanya manajemen. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 30, 
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungghuhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi. Mereka (para malaikat) berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikanmMu? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui Ayat di atas mengisyaratkan bahwa dialog, diskusi, bertukar pikiran adalah penting dalam kehidupan.

Kisah Nabi Yusuf as menggambarkan seorang manajer yang sangat handal, selain dia sendiri adalah seorang nabi. Ada dua sifat beliau yang harus dicontoh oleh seorang manajer islami yaitu hafidz dan alim. Hafidz artinya adalah pandai menjaga (amanah), transparan, dan jujur. Sedangkan alim artinya adalah berpengetahuan, berkompeten, dan ahli di bidangnya. Sifat hafidz didahulukan dari alim karena hafidz adalah sifat yang terpancar karena adanya aqidah yang mantap dan tertanamnya sifat taqwa pada diri seseorang. Sedangkan alim bisa datang belakangan dengan belajar dan berusaha sungguh-sungguh. Lihat Q. S. Yusuf (13): 55, Berkata Yusuf, jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah hafidz alim.

Begitu juga kisah Nabi Ibrahim as ketika akan melaksanakan perintah Allah swt untuk menyembelih putranya Ismail. Peristiwa tersebut menunjukkankan terjadinya proses manajemen. Walaupun perintah Allah swt bersifat mutlak dan wajib untuk dilaksanakan, tetapi ada proses dialogis disana yaitu kesediaan, kesepakatan antara ayah dan anak untuk melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya.
Agus Saputera