Melihat penjahat berlabel koruptor yang sedang berhadap-hadapan dengan aparatur hukum, tentu saja mengingatkan kita dengan permainan semasa kecil, “petak umpet” (Di Eropa dan Amrik sana disebut dengan permainan hide and seek). Intinya para pemain dituntut untuk saling adu kecerdikan, kelihaian dan kerjasama. Koruptor mengasah kecerdikan bersembunyi, kelihaian berpindah tempat jika mulai terendus, dan tentu saja kerjasama diantara sesama tukang tilep duit Rakyat tersebut.
Kita sedang berhadapan dengan kelompok yang licik. Bersembunyi dengan segala cara. Bersembunyi dengan bersilat lidah, mempermainkan aturan hukum semaunya melalui pengacara-pengacara yang mata duitan. Bersembunyi dibalik sogokan harta, menyuap kiri kanan seakan dunia ini miliknya seorang. Bahkan bersembunyi dibalik topeng kekuasaan, atas nama jabatan merasa kebal hukum dan seakan tak mampu tersentuh. Selicik inilah mereka para koruptor menyembunyikan dirinya.
Strategi
Strategi tidak melulu soal menang kalah. Namun juga termasuk soal ukuran. Sejauh mana kita mengukur kemampuan dalam mengerjakan sesuatu. Banyak dari kita yang protes mengapa KPK begitu lamban menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar semisal “century gate” atau “BLBI gate”. Untuk memenangkan pertempuran besar, terlebih dahulu harus memenangkan pertempuran kecil. Ini pula yang sedang dimainkan oleh KPK. Kasus-kasus kecil yang sudah diselesaikan, adalah pemacu semangat untuk menuntaskan kasus-kasus besar.
Koruptor adalah makhluk licik. Cerdik bagi kaumnya seperti kancil dan licin bagi kaum kita seperti belut. Untuk itu, kita (terutama penegak hukum) dutuntut memiliki kecerdikan 1000 persen lebih hebat dibanding para koruptor itu. Kita butuh gerombolan orang-orang yang memiliki komitmen kuat dan terlatih untuk membasmi benalu bangsa ini. Kita tidak boleh bergantung kepada KPK semata, sebab permainan tiki-taka membutuhkan kerjasama tim, lebih dari sekedar ketokohan. Seorang Lionel Messi atau Ronaldopun tidak akan berarti apa-apa tanpa orang-orang hebat disekelilingnya.